Rabu, 31 Desember 2014

LIBURAN SERU BERSAMA ANAK

Siapa sih yang ga suka liburan? Apalagi liburan yang diisi dengan kegiatan jalan-jalan yang seru. Setiap hari berkutat dengan aktifitas kerja di kantor dan urusan rumah tangga kadang membuat jenuh. Biasanya di akhir pekan, saya meminta ayah untuk jalan-jalan keluar rumah sekedar melepaskan kejenuhan . Tentunya tak lupa juga sambil mengajak anak-anak.

Kehadiran anak membuat saya merencanakan liburan yang juga menyenangkan buat mereka. Gak mungkin kan saya ingin merasakan serunya berarung jeram sementara anak saya masih berusia 2,5 tahun dan 2 bulan. Ada beberapa tempat yang merupakan impian liburan seru bersama anak-anak. Cukup di Indonesia saja. Banyak tempat di Indonesia yang belum saya dan anak saya kunjungi.

Pertama, saya ingin mengajak anak-anak ke Santosa Stable di desa Lendoh Gunung Pati Semarang. Santosa Stable adalah arena berkuda bagi keluarga. Saya ingin anak-anak mengenal kuda dan berlatih menaiki kuda yang bagus untuk tumbuh kembangnya.  Anak-anak juga bisa mengenal lingkungan pegunungan yang memiliki udara yang bersih.


Kedua, setelah dari pegunungan, saya ingin merealisasikan keinginan Fatih, anak pertama saya, naik kereta api di Ambarawa Kabupaten Semarang. Fatih memang memiliki ketertarikan yang sangat besar dengan kereta api. Mulai mainan, buku, tontonan dan baju semua berkaitan dengan kereta api. Di sana, selain bisa naik kereta api, dia juga diajak untuk mengenal museum sejarah kereta api.

MUSEUM KERETA API AMBARAWA

Terakhir, liburan dilanjutkan ke Yogyakarta. Saya ingin mengajak anak-anak mengenal pantai. Pantai yang ingin saya kunjungi adalah pantai di Gunung Kidul. Ada sederetan pantai di sana. Selain pantai masih banyak lagi sederet lokasi obyek wisata di Yogyakarta. Semoga saya bisa merealisasikan impian liburan seru bersama anak-anak, paling tidak tahun depan, menunggu Fattah, si kecil sudah agak besar. Amin.

Selasa, 30 Desember 2014

MENGAJARKAN BERBAGI TUGAS RUMAH TANGGA

“Maaf mbak Ika, baru sempat tilik bayi. Di rumah ada saja kerjaannya” ujar saudara saya sambil memangku anaknya yang berusia 2,5 tahun.

“Gak apa-apa Mbak. Emang kerjaan rumah tangga itu seabreg, apalagi kalau punya anak kecil” ujar saya sambil tersenyum.

“Iya, Sasa kan kegiatan kuliahnya banyak, paling bantu cuci piring. Adeknya yang perempuan baru kelas 4 SD. Kalau laki-laki ya gak bisa diharapkan” ceritanya lagi.

Itu adalah penggalan obrolan saya dengan istri dari saudara sepupu. Saya sering mendengar cerita, anak perempuan lah yang bisa diharapkan dan diandalkan untuk membantu pekerjaan rumah tangga. Terus gimana donk dengan saya? Anak saya 2, laki-laki semua. Apakah benar anak laki-laki tidak bisa dan tidak mau mengerjakan pekerjaan rumah tangga?

“Kok tadi gak sekalian minta air minum sama mas Annas *nama suami saya, mbah” tanya saya sedikit sebal karena baru saja suami saya mendatangi kamar mbah.

“Wong lanang kuwi, rak elok ngurusi gawean omah (terjemahan : laki-laki tidak etis mengerjakan pekerjaan rumah)” jelas mbah saya.

Welah, kalau gitu gempor donk saya mengerjakan semua pekerjaan rumah, ditambah momong 2 anak. Penjelasan mbah membuat saya berpikir, budaya di sekitar masih menganggap pekerjaan rumah tangga adalah urusan perempuan. Urusan laki-laki hanya mencari nafkah.

Menurut saya pribadi, pekerjaan rumah tangga adalah tanggung jawab anggota keluarga, bukan hanya ibu atau anak perempuan. Mungkin ibu adalah koordinatornya, namun tugas dapat dibagi dengan anggota yang lain sesuai dengan kemampuan. Prinsip ini saya terapkan sejak dini kepada anak-anak saya.

Pertama, saya memperkenalkan pekerjaan rumah tangga kepada Fatih. Caranya ya dengan mengajak Fatih untuk ikut beraktifitas menyelesaikan tugas rumah tangga. Waktu dia baru bisa angkat kepala, saya letakkan dia di bouncer, menunggui saya yang sedang mencuci baju atau sibuk di dapur.

Setelah agak besar, tanpa diajak, Fatih selalu ingin untuk terlibat dengan aktifitas saya. Selama tidak berbahaya, tentu saya perbolehkan. Saat saya menggoreng kerupuk, Fatih diperbolehkan memasukkan kerupuk dalam wajan. Dia duduk di meja dapur. Wow, apa Fatih tidak kena minyak atau wajan panas. Pernah sih, tapi dia gak kapok hihihi.

Fatih juga saya beri sapu kecil dan lap, saat saya menyapu dan mengepel rumah. Kala saya mencuci baju, dia juga ingin mencuci bajunya sendiri. Begitu pula ketika anggota keluarga lain mengerjakan tugas rumah tangga. Saya meminta kesediaan mereka agar mengijinkan Fatih terlibat.

Proses keterlibatan Fatih dalam tugas rumah tangga membutuhkan kesabaran. Ya, pekerjaan yang seharusnya lebih cepat selesai, terpaksa molor karena menunggu Fatih. Tambahan lagi, harus ekstra pengawasan.

Tidak hanya itu, Fatih juga saya sejak usianya mendekati 2 tahun, sudah saya minta untuk bertanggungjawab terhadap mainannya. Berkali-kali saya ingatkan untuk membereskan mainannya. Prinsip yang saya tekankan ke Fatih, boleh mainan apa saja, asal tidak berbahaya dan setelah selesai bermain dibereskan.

Kedua, yang paling penting adalah contoh nyata. Saya pernah meminta Fatih untuk memungut daun-daun di halaman sementara saya sendiri duduk di teras. Sekali dua kali Fatih mau mengambil daun, setelah itu dia mengambil sapu dan menyerahkan kepada saya sambil menunjuk dedaunan..hihihi. Intinya Fatih menyuruh saya menyapu halaman. Eh, tapi dia juga ambil sapu kecil dan membantu saya menyapu halaman.

Contoh nyata juga sangat membutuhkan peran Ayah untuk berbagi tugas. Kalau dia melihat Ibu saja yang mengerjakan tugas rumah tangga, sementara Ayah leyeh-leyeh, dia akan berfikir bahwa tugas rumah tangga adalah tugas ibu atau perempuan.

Alhamdulillah Ayah terbiasa juga mengerjakan tugas rumah tangga. Saat ini tugas Ayah adalah mencuci baju Fattah, Fatih dan pakaian dalam Ayah dan saya. Kalau si Bude kebetulan tidak datang dan setrikaan menumpuk, tanpa diminta Ayah menyetrika *saya emoh pegang setrika. Kadang mencuci piring juga saat melihat saya lelah.

Lah terus tugas saya apa? Mengurusi kebutuhan Fatih dan Fattah, mulai memandikan, menyuapi dan menyusui dan menemani.  Wow, momong duo bocah butuh tenaga dan kesabaran yang besar lho.

Bagi saya, yang terpenting adalah budaya di keluarga. Mudah-mudahan dengan cara seperti itu, Fatih dan Fattah terbiasa mengerjakan tugas rumah tangga. Saya dan Ayah tidak kewalahan menyelesaikan tugas rumah tangga yang tiada habisnya hehehe.

Membersihkan mobilnya

Senin, 29 Desember 2014

PSIKOLOGI UNTUK ANDA


Jaman kuliah S1 dulu, saya teringat sekali dengan slogan PSIKOLOGI UNTUK ANDA. Slogan ini pernah juga saya lihat di spanduk besar pas SAPAMABA. Kurang lebih artinya sih, psikologi hadir untuk membantu permasalahan anda. Anda yang dimaksudkan bisa jadi klien, sebutan untuk pemakai jasa psikologi atau lebih luas manusia.

Para lulusan psikologi seharusnya tidak perlu kuatir kehabisan lahan selama masih ada manusia. Ya, subyek ilmu kami kan manusia, selama belum kiamat, psikologi masih bisa berperan. Memang sih, tidak semuanya mampu menangkap peluang. Alasannya, ada yang bergantung dari para pemakai tenaga kerja lulusan psikologi. Perguruan tinggi banyak yang membuka program studi psikologi, otomatis lulusan bertambah banyak sementara daya serap pasar masih sama.

Kembali lagi ke topik, gegara slogan yang sempat membahana ini, kami para lulusan psikologi menggunakan untuk berkelit. Berkelit dari apa? Berkelit dari kesalahan yang kami buat. Maksudnya sebagai manusia *Psikolog juga manusia ala Candil, sebagian dari kami juga berbuat kesalahan dalam berhubungan dengan manusia lain, terutama dengan anak. Nah, slogan itu kami buat ngeles. Kan Psikologi Untuk Anda, bukan buat kami, para psikolog..hihihi.

Praktek tidak semudah teori berlaku juga buat sebagian dari kami *halah malah buka kartu. Misal saja, saya mengetahui resiko membentak anak, tapi kadang kalau kesabaran yang seharusnya tidak pernah habis itu tiba-tiba habis, keluar deh suara bernada tinggi. Saya juga tahu bahwa mbah saya yang sudah tua *lho semua mbah kan tua, eh saya belum lulus kuliah sudah punya cucu lho*mengalami dimensia. Seharusnya saya tidak perlu jengkel menghadapinya.

Mungkin ada yang bertanya, ini blog punyanya psikolog kok ga jarang membahas masalah pengasuhan anak ya. Alasannya sederhana, kalau saya sendiri merasa masih belum mampu melakukannya, saya malu menuliskannya. Jangan-jangan tulisan saya berisi kegagalan sebagai orang tua dalam mengendalikan emosi. Memang banyak juga hal yang belum sempat saya tulis, karena keterbatasan waktu dan kemalasan *jujur lebih baik kan.

Hm, tapi tulisan saya hampir semua berkaitan dengan manusia *ngeles lagi. Iya, selama masih membahas tentang manusia kan masih psikologis..hihihi. Tulisan yang kental psikologisnya akan saya tambah jumlahnya di tahun 2015. Saya masukkan sebagai salah satu resolusi.

Nah, balik lagi ke psikologi untuk anda, boleh kok teman-teman yang membutuhkan jasa psikologi menghubungi saya via email. Nanti saya akan memberi nomor kontak *ujung-ujungnya promosi. Saya juga mungkin akan minta ijin untuk menuliskan cerita teman-teman untuk dibagi, tentu dengan kode etik yang berlaku. Semisal tidak diijinkan, tentu saya tidak berani menuliskannya. Misal kami sebagai psikolog pernah menceritakan sebuah permasalahan klien, dalam kode etik kami diperbolehkan untuk keperluan keilmuan tanpa identitas klien.

Terus kabar slogannya gimana? Tidak dipakai lagi, ya karena malah dipakai kami buat ngeles hehehe. Jadi slogannya diganti PSIKOLOGI UNTUK SEMUA, termasuk kami ini.

Minggu, 28 Desember 2014

SIOMAY AYAM-UDANG-SAYURAN

Siomay merupakan salah satu makanan favorit bagi saya. Sudah beberapa kali saya googling resep untuk membuat siomay. Eksekusi juga sudah beberapa kali, mulai dari siomay ikan tenggiri-udang, hingga akhirnya saya mencoba membuat siomay-ayam-udang-sayuran.

Resep pernah saya coba mulai blog ordinary kitchen hingga postingan salah satu member NCC. Tentu saja resepnya dimodifikasi sesuai dengan ketersediaan bahan. Selain itu, saya menambahkan jagung manis untuk menemani wortel, biar lengkap gitu. Jadi di siomay yang saya buat, ada protein, karbohidrat dan sayuran.

Satu lagi, untuk tampilan lebih cantik, seharusnya siomay dibungkus kulit pangsit, berhubung lagi susah cari kulit pangsit, jadi ya seadanya. Hasilnya, bentuknya geje tapi rasanya enak kok. Yang penting Fatih doyan..hehehe.

Sebenarnya resepnya juga agak kira-kira, ga saklek lah. Boleh kok resep dari saya ini diutak atik, nanti saya diberi tahu hasilnya. Sejujurnya saya ini, sama sekali ga pintar masak. Wong prestasi masak saya, bisa goreng telur ceplok di usia 26 tahun hehehe.

Jadi inilah resepnya. 300-400 gr daging ayam dicincang kecil-kecil, 200 gr daging udang dicincang kecil-kecil, 4 butir putih telur saja, 8-10 sdm tepung sagu, 1 buah wortel diparut, 1 buah jagung manis disisir, 2 batang bawang daun, 6 siung bawang putih ukuran agak besar dicincang halus, 1 sdt garam, 1 sdt gula pasir, 1 sdt merica, 2 sdm kecap ikan, 1 sdm minyak wijen (saya skip). Semua dicampur jadi satu. Kukus selama 20-30 menit. Jangan lupa tutup pancinya dibungkus dengan serbet/kain agar air kukusan tidak jatuh ke siomaynya.

Selain itu saya juga menyertakan tahu dan kentang sebagai pelengkap. Untuk bumbunya, pakai bumbu pecel buatan ibu. Saya ga sempat lah bikin bumbu sendiri *padahal cari yang instan alias malas.

Hasilnya..tara. Bisa dilihat dibawah ini. Mohon jangan dilihat bentuknya. Selain amatir fotografi , sekali lagi, tanpa kulit pangsit sih..hihihihi

Rabu, 24 Desember 2014

LDR (LET DOWN REFLEX) YANG DICARI


Jatah cuti melahirkan tinggal 40 hari lagi. Saya tengah mempersiapkan ASI Perah (ASIP) untuk Fattah. Alhamdulillah, stok ASIP di freezer sudah penuh, bahkan saya beberapa kali sudah membuang ASIP. Kok dibuang? Ya, karena botol kacanya buat menyimpan ASIP sudah habis. Saya hanya menyediakan 60 botol kaca ASIP. Apa cukup? Mudah-mudahan cukup, dulu pas Fatih saja saya Cuma punya 20an botol kaca.

Saya juga sedang mencari LDR supaya proses memerah payudara lebih cepat dan lancar. LDR apa tuh? LDR ini bukan Long Distance Reletionship tapi Let Down Reflex. Jadi biasanya kalau ibu sedang menyusui, tiba-tiba ada sensasi nyeri atau geli yang dirasakan itulah yang dinamakan LDR. Berdasarkan file yang saya baca di AIMI, sensasi lainnya ada yang berupa mual, pusing atau sakit kepala. Saya sendiri sih biasanya merasakan nyeri di bagian atas payudara.

LDR ini dipengaruhi oleh kinerja hormon Oksitosin yang efeknya pada kelenjar payudara adalah menyemburkan ASI. Hormon Oktsitosin menyebabkan kontraksi otot di sekeliling kantong-kantong penyimpan susu sehingga ASI mengalir ke saluran ASI dan akhirnya keluar melalui pori-pori yang ada pada putting.

Biasanya kalau saya tengah menyusui, payudara lain ikut mengeluarkan ASI sehingga baju menjadi basah. Ini juga salah satu tanda LDR. Nah, kalau saya merasakan payudara penuh dan bagian atas nyeri, daripada terbuang percuma, payudara yang lain diperah. Wah kok bisa sambil menyusui dan memerah payudara? Bisa donk, Fattah saya sangga dengan kaki, dan dua tangan saya bisa bebas memegang botol dan memerah hehehe.

LDR memudahkan saya untuk memerah, karena payudara menjadi sangat gampang diperah dan ASI yang keluar sangat lancar. Irit tenaga dan waktu kan. Biasanya LDR mudah didapatkan saat sesi menyusui, karena isapan bayi memancing LDR. Nah, yang agak sulit adalah saat memerah tanpa menyusui.

Dulu saat menyusui Fatih, teknik yang saya pakai adalah menstimuli putting, kadang LDR muncul, kadang juga harus ekstra tenaga untuk memerah. Nah, beberapa hari ini tanpa sengaja saya menemukan cara gampang mendapat LDR.

 Pas malam hari di saat Fattah sudah tertidur pulas, saya merasakan payudara belum kosong sepenuhnya. Mumpung mata melek, saya mencoba memerah. Iseng saya mencoba menstimuli payudara, beberapa saat LDR belum saya rasakan. Di tengah usaha itu, saya menengok ke belakang, memandangi wajah Fattah, loh si LDR datang. Ya saya merasakan sensasi nyeri di atas payudara, putting yang membesar dan keluar ASI dari kedua payudara. Segera saja saya memerah payudara dengan mudah dan cepat, karena keduanya meneteskan ASI.

Memang salah satu cara mendatangkan LDR memandangi atau membayangkan buah hati. Sayangnya dulu waktu menyusui Fatih kurang berhasil. Saya mencoba membayangkan wajah Fatih, mungkin karena daya imajinasi saya lemah, jadi kurang berhasil. Rencana ke depan, saya mau mengambil gambar Fattah dan disimpan di HP. Besok kalau memerah di tempat kerja, saya akan memandangi beberapa foto Fattah :).

Selasa, 23 Desember 2014

BODOH MENUJU PANDAI

“Kalau mbaknya kan pintar ngomong, jadi gampang saja jadi moderator atau trainer” ungkap salah seorang peserta pelatihan Training of Trainer.

“Lah emang saya tiba-tiba bisa ngomong seperti ini? Ya, ada prosesnya dulu dek” jawab saya sambil tersenyum lebar.

Itu tadi sepenggal percakapan saya saat menjadi master of trainer di acara Training of Trainer yang diadakan oleh organisasi mahasiswa. Saya pun kemudian berkisah bagaimana proses saya dari yang belum mampu berbicara di muka umum hingga saya percaya diri berdiri di tengah-tengah mereka.

Awal masuk kuliah, saya menetapkan tujuan yang salah satunya adalah mampu berbicara di muka umum. Untuk mewujudkannya, saya membuat beberapa langkah bertahap dimulai dari langkah kecil hingga besar. Saya mulai dari berani bertanya saat perkuliahan, mengikuti kegiatan kemahasiswaan, mengambil kesempatan sebagai moderator hingga bergabung sebagai trainer di klub training yang diasuh oleh dosen. Semua saya tuliskan di buku harian secara bertahap setiap awal semester.

Kenangan saat mencoba bertanya diperkuliahan Psikilogi Umum masih terekam jelas. Suara yang keluar dari tenggorokan terbata dan badan saya pun gemetar. Mungkin saat itu, dalam hati bapak dosen heran dengan tingkah saya. Ya saya sangat grogi saat itu. Takut kalau salah ucap atau pertanyaan saya terdengar konyol, tapi saya teringat dengan tekad dan catatan di buku harian.

Kejadian lainnya, pengalaman perdana sebagai moderator. Meski sehari sebelumnya saya sudah latihan di depan cermin, saya tetap membuat catatan terperinci yang berisi ucapan apa yang akan saya katakan sebagai moderator. Di akhir acara setelah narasumber selesai berbicara, catatan saya jatuh di bawah meja. Guguplah saya saat menutup acara, hilang semua persiapan sebagai moderator, bahkan saya sempat melihat senyum geli teman yang mendampingi saya.

Menutup kisah perjalanan ketrampilan berbicara, saya sampaikan bahwa orang pandai atau terampil pasti dimulai dari bodoh atau belum mampu. Itulah yang saya tanamkan terus untuk memulai dan menjaga api dalam perjalanan hidup saya.

Sebelum pulang pelatihan, foto dulu.

Senin, 22 Desember 2014

IBUMU, IBUKU JUGA TEMAN

Hidup jauh dari orang tua, saya alami mulai kelas 2 SMP. Papa dan Ibu tinggal di Makassar, sementara saya sekolah di Kudus dan tinggal bersama Kakek dan Nenek hingga lulus SMA. Jaman dulu mana ada hape, adanya telepon rumah atau wartel yang biaya telponnya masih selangit. Saya cukup sering bercakap-cakap dengan Papa, tapi dengan Ibu jarang sekali. Kok bisa? Ya bisa, karena Papa telponnya dari kantor sedang Ibu dari rumah..hihihi.

Seiring dengan waktu, akhirnya saya mulai terbiasa dengan hubungan jarak jauh dengan anggota keluarga. Jadi kalau ABG sekarang banyak yang mengalami Long Distance Relationship (LDR), saya sudah mengalaminya di jaman yang cukup jadul. Bagi saya, kami tuh hanya terpisahkan oleh jarak, kalau mau berkomunikasi kan bisa lewat telepon.

“Kok lemes? Homesick ya?” tanya mbak kos, di awal saya kuliah.

“Eh, gak kok Mbak. Emang lagi capek dan agak kurang enak badan saja” jawab saja.

Jujur, saya dulu jarang homesick. Ya karena sudah terbiasa terpisah dengan orang tua. Paling kalau kangen ya tinggal telpon. Apalagi pas saya sudah kuliah, orang tua saya sudah pindah ke Denpasar, semakin dekat kan. Saya bisa setiap tahun pulang, kalau mau..hihihi. Emang saya yang jarang pulang, tiap liburan pasti ada kegiatan, sampai diprotes Papa dan Ibu.

Biar saya jarang homesick dan terlihat santai. Tapi kalau sakit ya tetap senang dan butuh didampingi terutama oleh Ibu. Tapi ga mungkin kan. Bahkan saat saya operasi tumor payudara dulu, Ibu tidak saya minta mendampingi. Saya berpikir adik terkecil pasti tidak mau berpisah dari Ibu. Saya juga minta agar saudara-saudara tidak perlu datang ke Solo, cukup lah saya didampingi teman-teman.

Terlihat tegar ya saya. Terus sosok Ibu, selama saya kos dapat darimana? Beruntungnya, saya punya teman dekat yang domisilinya di Solo. Ada dua teman dekat saya. Satu orang tinggal di daerah belakang keraton Solo, yang satunya cukup dekat dari Solo, di daerah Klaten.

Hubungannya dengan mereka apa? Saking dekatnya sama mereka, saya dekat juga dengan ibu-ibu mereka. Gayatri, nama teman saya yang rumahnya di belakang keraton Solo. Saya dan Gayatri sering kemana-mana berdua. Kalau saya bosan atau di kos lagi sepi, saya main bahkan menginap di rumahnya. Pas sakit, saya juga memilih untuk beristirahat di rumahnya. Ibunya pun welcome, bahkan mengantarkan makanan dan minuman ke kamar atas untuk saya. Saat saya mau balik ke kos, sempat dilarang, tapi masak saya mau nginap di sana terus, malu ah ngerepotin.

Teman saya yang di Klaten namanya Ardiani. Saya beberapa kali main ke rumahnya, bahkan pernah sekali nginap di rumahnya saat mau membantu KKN almarhum suaminya. Sambutan mereka juga baik. Saya biasa cerita dengan ibunya, bahkan sering menggosipin teman-teman saya.

Bagi saya Ibu mereka menjadi Ibu saya juga. Selamat Hari Ibu.

Minggu, 21 Desember 2014

RAHASIA BONI

Cerita ini sih ga penting banget. Hanya saja sebagai pecinta kucing, sesekali pengen mendokumentasikan cerita kucing yang unik.

Sejak kecil keluarga kami memelihara kucing. Meski kerap berpindah rumah, kami pasti memelihara kucing. Kucingnya pun silih berganti. Ya, karena kucing kan setia dengan rumah, bukan dengan majikan.

Pernah sekali saya memaksa kucing untuk ikut pindah rumah, eh keesokan harinya kucingnya hilang. Memang kucingnya dibiarkan di dalam gudang yang tidak ada pintunya. Tidak boleh masuk rumah oleh Ibu. Ibu memang yang paling tidak suka dengan kucing. Kalau bukan karena semua suka kucing, niscaya Ibu akan membuang semua kucing yang dipelihara.

Boni adalah satu-satunya kucing jenis angora yang kami miliki. Wah, kok punya angora? Beli dimana? Beli? Masak keluarga Hagemaru beli kucing?hihihi. Kami dapat Boni, karena kucing anggoranya sepupu punya anak. Boni adalah satu anaknya yang diberikan pada kami.

Terbiasa punya kucing kampung, akhirnya Boni jadi salah didik. Iya salahnya kami sebagai orang tua yang mendidiknya hihihi. Kami tidak mendidiknya bak seekor kucing angora. Biasanya kucing angora memiliki kandang khusus, tempat BAB dan BAK khusus. Boni tidak punya, dia kami biarkan keluar masuk sesukanya. Bukan tidak pernah kami menyediakan kandang. Hanya saja Boni tidak menyukainya. Dia malah mengeong keras di kandangnya minta dikeluarkan. Kasian..kasian..kasian *gaya upin ipin. Akhirnya kami menyerah, lagian hewan kan butuh kebebasan, menyayanginya tidak dengan mengurungnya *tssah, bak aktivis hewan.

Sudah dua bulan ini Boni melahirkan. Ibu tidak ingin anak-anak Boni berada di dalam rumah. Akhirnya Boni melahirkan dan membesarkan anaknya di gudang belakang rumah. Nah, sekarang anaknya sudah mengikuti Boni kemana-mana. Boni beberapa kali berusaha memasukkan anaknya ke rumah, tapi kami semua melarangnya.

Setelah punya anak, perilaku Boni semakin bebas. Beberapa kali kepergok mengambil makanan di atas meja makan. Mungkin karena menyusui ketiga anak, bawaan Boni lapar terus. Wong majikannya menyusui satu anak saja, makan terus *tunjuk diri sendiri.

Akhirnya Boni hanya diperbolehkan masuk rumah ketika jam makan. Boni semakin kesa, dia mencari berbagai cara masuk ke dalam rumah. Saat pintu belakang terbuka, dia langsung melesat ke dalam rumah. Bahkan dia bisa melompati jendela dapur yang cukup tinggi, hampir setinggi saya *ini memang Boni yang pandai melompat atau saya yang pendek ya.

Suatu ketika, Papa heboh. Kok Boni bisa ada di dalam rumah padahal jendela dan pintu luar tertutup semua. Akhirnya hari ini saya tahu RAHASIA BONI.

Ketika hanya saya, Fattah dan Mbah yang di rumah, Boni berusaha keras mendobrak pintu belakang rumah. Pintu belakang rumah sebagian dibuat dari kawat, tujuannya agar udara luar bisa masuk. Ada juga sih pintu kayunya. Tapi hanya ditutup kalau menjelang maghrib hingga subuh. Tak berhasil mendobrak pintu belakang, Boni menaiki pintu berkawat.

“Bon, ngapain sih manjat-manjat” respon saya saat itu.

Eh, tapi kok saya lihat Boni manjat hingga ke atas dan naik kea tap pintu. Di belakang memang ada ruangan bekas ruang makan. Rupanya Boni naik ke pintu dan masuk ke bolongan di atas pintu ruang makan. Selanjutnya setelah berhasil memasuki bekas ruang makan, dengan cantik dia menaiki jendela kamar yang terbuka dan berada tepat di sebelah bekas ruang makan. Yeay..akhirnya Boni berhasil masuk ke dalam rumah.

Waduh, ternyata itulah rahasia Boni yang tidak terpikir oleh saya.

Rabu, 17 Desember 2014

KEDUA HARUS LEBIH BAIK

Royyan Al Fattah

Keledai tak kan jatuh di lubang yang sama untuk kedua kalinya. Pernah dengar bunyi pepatah itu?Nah, hamil kedua membuat saya berencana untuk memperbaiki hal yang kurang di kehamilan dan melahirkan pertama.

Di kehamilan pertama, trimester pertama saya mabuk berat bahkan sempat muntah-muntah cukup hebat hingga dokter menyarankan opname. Tentu saja saya tolak hehehe..siapa yang mau menunggui di rumah sakit, wong mas bojo kerjanya di luar kota.

Hingga pecah ketuban, kondisi bayi masih sungsang. Terpaksa metode melahirkan harus dengan sesar. Rentetan berikutnya, kondisi tidak memungkinkan untuk IMD dan disusul kegagalan rawat gabung. Parahnya, entah bayi yang memang bingung putting atau saya yang masih kurang luwes menyusui di 9 hari pertama saya harus menyerah dengan pemberian susu formula.

Pengalaman itulah membuat saya bertekad yang kedua harus lebih baik. Begitu mengetahui positif hamil, saya mensugesti diri untuk lebih rileks dan tidak ada mabuk di trimester pertama. Hasilnya, masih tetap mabuk, namun tak separah yang pertama, berkurang 30 % lah..hihihi.

Kondisi hamil kedua tidak bisa sama dengan yang pertama, kan saya sudah punya tanggungan Fatih *anak pertama. Kalau dulu bisa tidur semaunya karena badan ga enak, sekarang mau tidur, mata saya dibuka paksa dan kepala diangkat sama Fatih. Ya, Fatih belum paham kalau mamanya mabuk. Untunglah suami sudah ditempatkan di kudus, jadi beberapa pekerjaan bisa didelegasikan.

Saat usia kandungan 5-6 bulan, kondisi bayi masih sungsang. Saya langsung melakukan gerakan sujud agar kepala bayi bisa berputar ke bawah. Dokter kandungan berujar memungkinkan untuk saya melahirkan normal dengan syarat tertentu. Proses melahirkan ini di sebut VBAC (Vaginal Birth After Caesarean). Alhamdulillah akhirnya kepala bayi berputar ke bawah.

Keinginan saya untuk melahirkan secara normal, agar kemungkinan IMD lebih besar dan memudahkan rawat gabung. Proses pemulihan pasca sesar lebih lama daripada normal, butuh waktu lebih dari 1 hari, itupun perut rasanya sakit banget.

Sayangnya saya gagal melahirkan secara normal. Saya pikir dulu kontraksi tidaklah sakit, karena pengalaman yang pertama hingga bukaan 4 saya tidak merasakan mules, mungkin karena air ketuban sudah pecah. Eh, yang kedua baru bukaan 4 rasanya luar biasa. Jadilah untuk melepaskan rasa sakit saya mengatur nafas sambil menjerit.

“Jangan berteriak bu, ga boleh ngeden. Diatur nafasnya” ujar dokter kandungan.

“Teorinya memang seperti itu dok, tapi prakteknya ga mudah” balas saya disambut dokternya dengan meringis.

Mungkin mendengar saya menjerit, dokter menjadi kuatir juga. Jangan-jangan rahimnya ga kuat, atau si Ibu ga kuat di tengah jalan. Rupanya dokter lupa, kalau pas melahirkan yang pertama saya juga menjerit, padahal ya ga terasa sakit, cuma mau melepaskan ketegangan saja *dilempar jarum suntik.

IMD pun gagal sudah, karena saya pas operasi ketiduran saking kecapekan dan kelaparan *belum sempat sarapan.

Untunglah saya keukeh untuk rawat gabung dan mas bojo juga sudah lebih percaya diri menggendong dan mengganti popok. Betul, dukungan suami sangat berperan dalam kesuksesan menyusui.

Satu poin sudah bisa saya perbaiki, yaitu rawat gabung dan perjalanan menuju ASIX. Sayangnya saya masih belum bisa menata kecemasan selain dengan menjerit hehehe..Apakah saya lebih buruk dari keledai?


Senin, 15 Desember 2014

KKL BROMO ALA BACKPACKER

Ada yang pernah Kuliah Kerja Lapangan(KKL)? Hampir semua yang pasti menjawab pernah. Jaman saya SMP, pas libur kenaikan kelas 3, saya KKL atau disebut karya wisata ke Jakarta. Seingat saya dulu nginap semalam di daerah TMII. Lokasi wisatanya di Monas, Dufan dan TMII.

Jaman SMA agak lebih jauh lagi, ke Bali. Lokasi kunjungan seingat saya ke Tanah Lot, Kuta, Sangeh, Bedugul dan masih ada beberapa tempat lagi. Pas kuliah S1 malah tidak ada KKL, kuliah S2 ada KKL ke Surabaya dan Bali, tapi saya absen, wes bosen ke Bali..hehehe.. orang tua saya kan pernah tinggal di Bali.

Semua acara karya wisata atau KKL yang saya ikuti ditangani oleh agen tour dan travel, jadi pendamping, yaitu guru atau dosen tinggal duduk manis selama perjalanan. Malah pas SMA ada guidenya yang bisa dikecengin..hehehe..Bagaimana kalau ditangani sendiri tanpa agen tour dan travel? Capek deh…Iya capeknya tiga kali lipat, tapi seru juga lho.

Nah, ditempat saya bekerja, pada tahun 2005 hingga 2010. KKL kami tangani sendiri. Mulai dari mencari lokasi KKL, masalah transportasi, konsumsi dan akomodasi hingga membuat anggaran biaya KKL. Kok ditangani sendiri? Ngirit ya. Itu memang menjadi salah satu poin, karena kita bisa menentukan sendiri harga yang kita mau, meski istilah ada harga ada rupa tetap berlaku.

Alasan utamanya, agak memalukan, karena jumlah mahasiswa yang ikut KKL cuma sedikit, paling sekitar 30an. Prinsip utama memakai tour dan travel, semakin banyak peserta KKL maka jatuhnya harga tiap orang menjadi lebih murah, karena ditanggung banyak orang. Kalau jumlah peserta KKL sedikit ya jatuhnya semakin mahal.

Tahun 2008, saya kebagian jatah jadi ketua panitia KKL. Lokasi KKL sudah ditentukan seputar Jawa Timur. Mulai dari membuat anggaran, mencari lokasi yang akan dikunjungi, penginapan hingga surat menyurat saya tangani sendiri. Ada sih yang membantu, sebatas pimpinan yang mengarahkan serta staf TU yang membantu masalah transportasi dan konsumsi.

Waktu itu berdasarkan arahan dari sekretaris fakultas, lokasi kunjungan diantaranya RSJ Malang, Bromo dan terakhir Dolly Surabaya. Untunglah ada si Mbah yang membantu saya. Mbah Google, jadi saya googling informasi mengenai RSJ Malang, Bromo dan LSM yang yang konsen di Dolly.

Langkah awal saya mencari PO bis yang akan disewa dengan bantuan staf TU. Kalau tidak salah dulu sewa seharinya hampir dua juta. Selanjutnya saya mencari informasi nomor kontak yang dihubungi. Setelah mendapatkan nomor kontak, saya menghubungi RSJ Malang dan menanyakan prosedur dan biaya administrasi untuk berkunjung ke sana sekalian minta dipesankan makan siang nasi dus.

Lokasi menginap diputuskan di Bromo. Anggaran yang terbatas membuat saya memutuskan untuk mencari informasi dengan kata kunci penginapan murah di Bromo. Dapatlah saya nomor kontak orang yang menyewakan rumah di sana. Seingat saya semalam 250 ribu rupiah dan bisa ditempati 10 hingga 15 orang. Murah kan, tapi jangan dibayangkan fasilitas hotel ya, tidurnya bak dendeng. Satu kasur ditempati 3-4 orang, ada juga yang tidur di sofa. Tidur berdempatan seperti itu ada untungnya, bikin badan hangat. Wong di Bromo dinginnya ga juamak *keluar logat entah dari mana.

Kesulitan saya temui ketika harus mencari LSM di Dolly. Gak mungkin kan kita kunjungan ke Dolly begitu saja, entar dikira pelanggan. Fungsi LSM juga sebagai narasumber yang lebih paham tentang kondisi Dolly dan isi di dalamnya. Setelah perjuangan yang cukup berat, mencari perijinan ke dinas terkait yang tak kunjung turun, akhirnya mendapat kontak pengurus LSM di sana.

Persiapan sudah beres, puncaknya capek ya saat pelaksanaan KKL. Kami berangkat jam 9 malam. Sesampai di RSJ saya duluan yang turun dan menyelesaikan administrasi. Selanjutnya perjalanan di teruskan ke Bromo. Sebelum tiba di Bromo, saya sudah menghubungi orang di sana yang mau menyewakan rumahnya. Saya dibantu sewa dua colt menuju lokasi Bromo. Bis besar hanya sampai di terminal, selanjutnya menuju kawasan Bromo, kami naik colt.

Kami tiba di penginapan menjelang magrib, atas saran pimpinan, kami menyewa guide untuk melihat matahari terbit di puncak Bromo. Sewa guide dulu sih 80 ribu, ada juga sewa kuda dan mobil menuju puncak, tapi ongkosnya jelas lebih mahal. Jam 2 dinihari kami sudah dijemput guide penduduk lokal. Bbbrrr, dinginnya bukan main, untunglah pas tidur cukup hangat, bukan karena tidurnya bak dendeng, tapi saya bawa sleeping bag..hehehe..

Setelah perjuangan yang cukup berat. Udara dingin yang membuat badan sampai sakit, kondisi yang gelap gulita dengan berbekal senter sampailah kami di puncak Bromo sebelum matahari terbit. Saya kemudian menyempatkan sholat subuh di tengah perjalanan menaiki tangga. Perjalanan pulang menuju penginapan. Kami sempat berfoto dengan bule *weleh kayak ga pernah ketemu bule.

Usai puas di Bromo, perjalanan dilanjutkan ke Dolly. Kami sempat muter-muter mencari alamat LSM. Maklumlah bukan orang  Surabaya.  Selepas magrib, kami baru diantar mengunjungi Dolly dan Jarak. Beberapa mahasiswa kemudian menyewa PSK di sana untuk diwawancarai.

Acara di Dolly sudah selesai, tibalah saatnya pulang. Sebelumnya kami sempat antarkan mahasiswa ke Mall untuk berbelanja. Kudus sih punya Mall, tapi pesona belanja di luar kota tetap menarik bagi mereka.

Kami tiba di Kudus keesokan pagi, dengan badan yang cuapeknya luar biasa. Seru kan, dan sesampai di rumah saya lanjut tidur lagi.

Senin, 08 Desember 2014

REFLEKSI TULISAN 2014 : PAPA CONTOH BIJAK MENGELOLA KEUANGAN KELUARGA

logo1
Waktu sungguh cepat berlari. Bulan Januari rasanya baru kemarin, eh sekarang sudah Desember. Penghujung tahun memang saat paling tepat kalau kita melakukan refleksi diri sebelum menetapkan resolusi tahun depan.

Pas banget nih dengan GAnya om NhHer Self Reflection : Lomba Tengok-tengok Blog Sendiri Berhadiah *emang baik nih si Om. Blog saya sendiri dibuat di tahun 2011 oleh mas Bojo, tapi saya baru berikrar untuk serius ngeblog di awal tahun 2014. Pas setahunan lah keaktifan saya ngeblog.

Tidak mudah disuruh memilih satu tulisan yang dianggap paling berkesan. Semuanya saya buat dengan hati sih. Tapi karena syaratnya mang harus memilih satu tulisan, maka saya pilih tulisan Papa Contoh Bijak Mengelola Keuangan Keluarga.

Kenapa saya pilih tulisan itu? Ada beberapa alasan untuk newbie di dunia blog seperti saya.

Pertama, tulisan itu merupakan tulisan untuk lomba blog. Saya memang hanya mendapat penghargaan sebagai juara harapan. Namun bagi saya yang baru aktif ngeblog setahun, gaptek dan baru mulai aktif mengikuti lomba dan GA ini merupakan sebuah kebanggaan bahwa tulisan saya dianggap cukup baik. Tentunya ini membuat semangat untuk ngeblog bertambah.

Kedua, karena lomba ini saya jadi belajar tentang materi melek finansial. Kemampuan melek finansial memang diperlukan terutama bagi ibu yang memiliki peran sebagai keuangan keluarga. Saya menjadi paham bahwa sedekah, menabung dan membayar hutang adalah prioritas pertama pengelolaan keuangan.

Ketiga, setelah membaca informasi melek finansial, saya tersadar, lho ini kan sudah diajarkan Papa sejak kecil. Ajaran Papa, kalau memang belum mampu, jangan diada-adakan, kalau belum butuh tak usah diadakan, hidup secukupnya tak perlu berlebihan. Bisa dibilang, keluarga saya termasuk keluarga sederhana, bahkan bisa dibilang irit hehehe. Kami sering lho berjalan kaki kemana-mana, bukan karena tak mampu bayar ongkos angkutan atau taksi, tapi sekalian olahraga dan belajar lingkungan sekitar. Biasanya iming-iming Papa saat jalan kaki, ongkos angkutan dibelikan es krim atau buku.

Keempat, tulisan ini saya dedikasikan untuk Papa. Meskipun saya belum mampu menerapkan hidup sesederhana Papa, tapi setidaknya saya menjadi lebih bisa mengerem hidup berlebihan dan menyia-nyiakan barang atau uang. Tulisan ini sedikitnya membuat Papa saya bangga, karena kisahnya saya dokumentasikan dan mengantarkan saya meraih juara harapan.

Tulisan ini membutuhkan waktu sekitar dua minggu mulai dari niat, mencari materi tulisan hingga merangkai alurnya. Kekurangan tulisan ini menurut saya kurang kreatif seenggaknya masih kalah dengan para juara di atas saya hehehe. Kelebihannya karena ini pengalaman hidup saya sendiri, jadi terasa lebih mudah menggambarkannya.

Mudah-mudahan setelah refleksi ini, tulisan saya berikutnya lebih baik kualitas dan bisa menembus media. Aaamin. Eh, ini resolusi tahun depan ding :D

"Postingan ini diikut sertakan dalam lomba tengok-tengok blog sendiri berhadiah, yang diselenggarakan oleh blog The Ordinary Trainer"

Kamis, 04 Desember 2014

CINCIN PUTIH MENJAWAB DALAM DIAM

pasang cincin

“Mbak, ancer-ancer gedung resepsinya di mana?” tanya seorang teman kuliah Magister Profesi melalui telepon.

“Dari terminal lurus terus sampai ketemu Matahari Mall belok kiri. Nanti melewati kuburan, masih terus sampai notok baru belok kanan. Ketemu perempatan besar, lurus terus kira0kira 300 m sebelah kanan di situ gedungnya” jelas saya.

“Oh, oke-oke. By the way, dirimu wes ijab kan?”tanya teman saya lagi

“Iyo uwis, baru aja acara selesai jam 11an tadi pagi. Emang kenapa?” tanya saya balik

“Kok ga ada bedanya. Suaramu ajeg, ga kayak wong wes nikah..hahaha” jelas teman saya disambung derai tawa.

Welah, emang suara orang yang sudah nikah itu seperti apa?

Ya, 4 tahun yang lalu tepatnya di hari Sabtu, 4 Desember 2014 sekitar pukul 09.00 WIB *kalau tidak salah ingat jamnya * adalah ijab kabul kami. Besok minggunya tanggal 5 Desember 2014 pukul 10-12.00 dilanjut acara resepsi.

Sama seperti acara ijab kabul yang lain, cincin merupakan barang yang selalu ada. Cincin yang dipasangkan Ayah merupakan mahar pernikahan. Papa saya tidak mau kalau mahar pernikahan seperangkat alat sholat. Mahar ya barang berharga, eits bukan berarti alat sholat  tidak berharga, hanya saja kok jadi semacam tren.

Saya sendiri mendapatkan dua cincin dari Ayah. Cincin pertama berwarna putih, diserahkan bulan Juli 2010 di acara perkenalan keluarga. Acara tersebut menanyakan apakah saya memang masih sendiri dan meminta kesediaan orang tua saya untuk menyerahkan anak gadisnya. Penutupnya pemberian cincin putih sebagai pengikat.

“Kalau nanti, adik ketemu orang yang lebih baik ya ga papa kalau mau sama dia. Tapi cincinnya harus dipakai, wong sudah dikasih” ujar si Ayah setelah acara keluarga.

Hm, kalimat yang sangat kontradiktif, maksudnya apa?Tapi akhirnya ya saya pakai si cincin putih. Cerita selanjutnya bisa ditebak setelah saya memakai cincin.

“Eh, mbak Rizka sudah lamaran ya?” tanya teman A kepada teman dekat saya.

“Ga tau ya Mbak. Kok mbak bisa bilang gitu?” tanya teman saya menutup-nutupi.

“Soalnya Mbak Rizka pakai cincin” jelas teman A.

“O, saya juga pakai cincin Mbak” jelas teman saya lagi.

“O, beda. Mbak Rizka itu ga pernah pakai perhiasan. Kalau pakai pondoasti ada apa-apanya” kesimpulan teman A dengan tepat.

Ya, saya memang bukan penyuka perhiasan, paling perhiasan yang dipakai jam tangan. Jujur, yang saya suka seperangkat kunci. Kunci rumah, kunci mobil dan kunci brankas tempat menyimpan barang berharga hihihi.

Cerita hampir serupa juga terjadi saat acara buka puasa bersama teman SMA. Sebelumnya beberapa orang teman ada yang bertanya, apakah saya sudah memiliki calon suami. Berhubung calon suami saya satu almamater jaman SMA dan adik kelas, saya masih menutup-nutupi. Entahlah dulu saya malu kalau ketahuan sama adik kelas.

Usai acara buka puasa bersama, seorang teman, saya dengar menyeletuk, “terjawab sudah, tanyamu dengan cincin dijarinya” ujarnya kepada seorang teman saya. Sepertinya sih, ada seorang teman yang jomblo mau mendekati saya. Sepertinya lho, soalnya teman saya itu ga ngomong terus terang sih. Ke-GR-an saya saja yang menyimpulkan hihihi.

Cincin putih itu menceritakan dan menjawab semua dalam diam. Lantas kemana si cincin putih? Ya, dia juga menjawab kebutuhan saya. Kebutuhan saya di saat ini adalah menyelesaikan pembangunan rumah tinggal. Dengan sangat terpaksa bersama rekan-rekan perhiasan lain, cincin putih ikut saya jual hihihi.


Rabu, 03 Desember 2014

TAK CEMAS DENGAN TUMBUH KEMBANG FATIH

“Lho, kok mimik terus, kayak ga kenyang-kenyang, jangan-jangan ASInya sedikit?” tanya seorang ibu.

“Wah, kok anaknya kalau malam begadangan trus? Berarti waktu tidurnya kurang. Anak saya kalau malam ga begadangan” tanya dan cerita seorang ibu.

“Anakmu beratnya berapa? Anak saya baru 3 bulan beratnya sudah 6 kg. Coba ditambah susu formula biar lebih berisi” saran seorang ibu.

“Anak kakak saya umur belum setahun sudah jalan. Anakmu sudah jalan?” Ibu yang lain lagi menambahi.

Ucapan-ucapan serupa itu pasti pernah kita jumpai. Sebagai ibu baru kalau tak cukup ilmu tentu membuat kita kuatir. Kok anak si A sudah bisa ini ya, anak saya kok belum. Anak si B kok besar ya, anak saya kok kecil. Akhirnya kita terus membandingkan tumbuh kembang anak kita, padahal setiap anak itu unik dan berbeda.

Alhamdulillah, sebagai ibu yang baru memiliki 1 anak di kala itu, saya banyak mengikuti beberapa group di fesbuk. Mulai dari group menyusui AIMI (Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia), HHBF (Homemade Healthy Baby Food), RFC (Room For Children). Tak berakhir sampai di situ sih, saya masih terus mengikuti group-group keren lainnya.

Saat Fatih beberapa kali mengajak begadang disertai keinginan untuk mimik terus, saya sudah tidak kaget. Minimal saya paham bahwa Fatih mengalami Growth Spurt. Untuk mengetahui berat dan tinggi badan Fatih saya juga mendapatkan panduan growth chart dari group. Saya ga banding-bandingin lagi Fatih dengan anak lain. Yang penting masih kategori normal.

Mulai usia 8 bulan berat badan Fatih sulit naik, bahkan beberapa kali ga naik, tidak membuat saya serta merta mengikuti saran beberapa teman dan dokter untuk ditambahi susu formula. Saya tidak punya anak ambisi anak berbadan besar atau gendut. Lah wong bapak ibunya waktu kecil juga kurus. Yang terpikir waktu itu adalah skrining ADB. Akhirnya dokter menyetujui dan benar HBnya rendah.

Demikian juga saat Fatih tak jua mau merangkak. Saya dan si Ayah sudah mencoba beberapa cara agar Fatih mau merangkak, misalnya memberikan mainan di depannya. Hasilnya Fatih malah merayap kayak ulat hihihi. Kalau dipaksa dia malah rewel. Yo wis lah, saya mengikhlaskan Fatih melewati fase merangkak, karena ternyata beberapa anak melompati fase merangkak, dan tumbuh kembangnya tak bermasalah.

Cemas pun sebenarnya ada, tapi saya ayem saat sudah membaca informasi dan diskusi di group. Begitu pun di saat Fatih di usia setahun masih saja minta titahan. Kala itu badan saya kurus, capek nitah Fatih kemana-mana. Mana Fatih hobinya jalan-jalan, pindah sana pindah sini.

Ikhtiar saya dan si Ayah, Fatih diminta untuk berjalan saya dan ayah bergantian. Jadi saya dan Ayah saling berhadapan dengan jarak 2 meter. Fatih saya pegang dan menghadap Ayah. Kemudian Fatih diminta menghampiri Ayah. Sementara Ayah menunggu dengan tangan terentang. Selanjutnya posisi gantian dengan saya.

Hasilnya, di suatu malam saat usia Fatih menginjak 15 bulan, bel rumah berbunyi, “Ting tong, assalamu’alaikum”. Rupanya Ayah pulang dari Rembang *saat itu ayah masih kerja di rembang.

“Ayo Fatih, jalan ke tempat ayah” ujar saya menyambut kedatangan Ayah.

Dari jarak 4-5 meter, Fatih berjalan perlahan tanpa pegangan di sambut senyuman lebar Ayah.

Kenapa di usia itu saya tidak cemas Fatih belum bisa berjalan, karena batasan perkembangan motorik berjalan anak adalah 18 bulan. Lewat usia 18 bulan barulah kita perlu mewaspadai dan mengkonsultasikan tumbuh kembang anak.

Blog Design by Handdriati