Senin, 30 Maret 2015

TAHU BAXO IBU PUDJI : RESTO DAN OLEH-OLEH

Tahu Baxo + Teh Anget

Di sepanjang jalan raya Ungaran – Bawen Jawa Tengah, banyak ditemui jajanan tahu baxo. Salah satunya adalah Tahu Baxo Ibu Pudji. Pertama kali mencicipi saat masih kuliah Magister Profesi di Unika. Saat jalan-jalan dengan duo sobat dekat Tius dan Okta, saya diajak makan siang di sana. Bukan tahu baxo sih, tapi makan mie bakso. Eh, saya baru tahu kalau di sana justru yang terkenal tahu baxonya.

Kedua kali saya mengajak keluarga makan di sana saat akan mengunjungi teman kuliah dan teman seangkatan Telkom Papa di Ungaran. Saat menginjak semester akhir kuliah S1, saya baru tahu kalau ada teman sekelas yang Bapaknya teman seangkatan Papa masuk Telkom.

Saat kunjungan kedua, bangunannya sudah berubah. Lantai bawah tempat menjual oleh-oleh termasuk tahu baxo sedang lantai atas tempat makan bakso. Bakso yang disediakan juga bermacam-macam variasinya. Tidak hanya bakso bundar, tetapi ada yang berbentuk kotak, ada yang dibalut tahu dan sebagainya.

Kunjungan yang ketiga, Sabtu tanggal 21 Maret 2015, pas hari libur. Sepanjang jalan Ungaran- Bawen, ada dua Tahu Baxo Ibu Pudji, sebelah kiri dan kanan jalan. Jadi kalau dari Semarang, sebelah kiri jalan setelah gedung DPR sedang sebelah kanan masih agak jauh dan saya lupa tepatnya..hihihi.
Kunjungan ketiga kali ini bukan hanya bangunan yang berubah, tapi lokasinya juga sudah pindah. Sekarang lokasinya tepat dipinggir jalan raya Ungaran- Bawen, dulu masuk gang lagi ke kiri ke arah jalan tol.

Tahu baxo Ibu Pudji sekarang menampati lahan yang lebih luas. Restonya berada di bangunan tersendiri. Menu yang ditawarkan juga tidak hanya bakso, ada mie goreng, nasi goreng dan ada es krim juga. Selain itu, lagi-lagi saya lupa. Hadeh gak cocok banget jadi reporter. Harap maklum, saat itu saya tengah lapar dan capai menggendong Fattah seharian *membela diri.

Pegawai yang melayaninya pun ramah-ramah. Memasuki halaman, melihat kami yang kebingungan, petugas parkir menanyakan, “ada yang bisa dibantu bu?”. Saya agak kebingungan, karena tulisan tempat makannya sekarang resto dan di depan resto gambarnya bukan bakso. Tujuan saya ke sana kan buat makan bakso, makanan yang paling mudah untuk masuk ke perutnya Fatih.

Memasuki resto kami disambut oleh pegawainya, ditanyakan berapa orang yang akan makan. Saya menghitung 5 dewasa dan 2 anak. Fatih dan Thifa kan sudah makan dan duduk sendiri.  Pegawai kemudian mengantarkan kami dan menyiapkan 2 meja yang dijadikan satu dan kursi berjumlah 8 buah. Pelayananannya saya acungkan jempol. Pegawainya tersedia cukup, d tengah-tengah makan kalau membutuhkan sesuatu, kita bisa memanggil dan meminta tolong.

Ada kolam ikan di tengah-tengah resto, Fatih dan Thifa menyebrangi jembatan dan melihat ikan. Saya agak ketar-ketir juga, takut mereka nyemplung. Sayang bakso yang ditawarkan sudah paketan. Pelanggan tidak lagi mengambil bakso seperti dulu, kami memesan menu dan diantarkan ke meja. Menu baksonya ada beberapa, saya pilih yang biasa untuk Fatih dan yang ada tahu baxonya untuk saya hahaha.

Pas makan tahu baxonya, rasanya kok biasa saja. Sedikit di bawah harapan saya. Tapi usai makan, saya tetap belanja oleh-oleh tahu baxo yang belum digoreng. Satu pak isi 10 biji dengan harga Rp. 28.000,-. Sampai di rumah, ternyata tahu baxonya enak. Tahunya tidak hambar, terasa gurih. Entahlah, kenapa pas makan bakso, tahu baxonya terasa biasa saja ya.

Bagi yang sedang jalan-jalan dan melewati Ungaran, bisalah mampir ke Tahu Baxo Ibu Pudji. Restonya lumayan, es krimnya juga enak. Saat itu pelayanannya juga cukup memuaskan. Setelah itu bisa belanja oleh-oleh tahu baxo dan ada juga jenis makanan lain, termasuk jenang kudus *promosi terselubung

Rabu, 25 Maret 2015

MENGEJAR KERETA DI MUSEUM KERETA API AMBARAWA

Tulisan ambarawa

Lagi-lagi acara week end saya beserta keluarga mengejar kereta api. Ya, demi Fatih yang suka dengan kereta api.  Jadilah Sabtu, 21 Maret 2015 saya dan suami memutuskan untuk jalan-jalan ke Museum Kereta Api Ambarawa.

Suami mendapatkan info, untuk naik kereta api di Ambarawa, tidak harus membayar 1 paket perjalanan yang konon harganya jutaan rupiah. Cukup dengan membayar  Rp. 50.000/orang, kita akan menikmati perjalanan kurang lebih 1 jam hingga ke Tuntang.

Berbekal informasi jadwal keberangkatan kereta api pukul  9.00, 11.00 dan 13.00 WIB, kami putuskan berangkat pukul 7 pagi setelah asisten rumah tangga datang. Seperti biasa, kami tak jalan-jalan berempat. Yangti dan yangkung turut serta dan minta sekalian menjenguk suami dari sepupu saya yang sakit.

Setelah menyiapkan ini itu, keberangkatan molor 30 menit hihihi. Sebelum berangkat, kami mendapatkan kabar, cucu dari sepupu saya meninggal dunia. Jadi acara mengejar kereta api kali ini sekaligus melayat, menjemput adik dan anak-anaknya dan menjenguk orang sakit baru mengejar kereta. Hasilnya kami tiba di Ambarawa pukul 12.30 WIB.

Tiba di parkiran saya masih berharap bisa mendapatkan tiket untuk jadwal pukul 13.00. Sayang sampai di loket masuk, tiket kereta sudah habis sejak sejam yang lalu, hiks. “Dua tiket kereta saja lah Mbak, masih ada gak?” tanya saya berharap sekali. Ternyata jadwal kereta pukul 11.00 dan pukul 14.00 WIB.

Akhirnya Fatih harus puas dengan melihat dan menaiki kereta yang dipajang di museum kereta api Ambarawa. Lumayan lah ada sekitar 5 kepala kereta dan lebih dari 5 gerbong kereta yang bisa kami naiki dan berpose di sana. Sayang, Fatih rupanya tengah enggan diambil gambarnya. Dia sibuk turun naik kereta.

Museum ini cukup luas. Setelah membayar tiket masuk Rp. 10.000/orang kami disuguhkan pemandangan kepala kereta api yang mengeluarkan asap. Relnya pun sangat panjang ke belakang. Kira-kira 300-400 meter kami berjalan menuju stasiun di belakang. Melewati rel dan beberapa kepala kereta serta gerbongnya yang terpisah. Ada juga tempat memperbaiki kereta.

Fatih menikmati gambar
Di depan stasiun ada tulisan besar ‘ambarawa’ berwarna putih dan kuning. Kursi tunggu dan beberapa gerbong kereta ada di sana. Ada juga ruang pameran miniatur kereta dan stasiun serta mesin kereta api. Fatih asik ditemani Yangkung melihat gambar kereta api dan menaiki gerbong. Sementara saya bak ibu kangguru menggendong Fattah yang terus bersandar di dada dan bahu saya, mungkin kepanasan dan kehausan.

Sekitar 1 jam kami mengitari museum. Mendengar Fatih yang sudah minta makan, saya memanggil suami untuk segera pulang dan mampir makan. Sebelum pulang, adik menyempatkan mewawancarai salah seorang petugas. Ternyata kereta dengan tiket Rp. 50.000/orang hanya ada saat week end atau tanggal merah. Hari lainnya, kalau mau naik kareta harus menyewa kereta sebesar Rp. 7.500.000 untuk bahan bakar diesel dan Rp. 10.000.000 untuk bahan bakar kayu jati..wow..

Foto-foto duyu..

Kamis, 19 Maret 2015

BEHIND THE SCENE : CIUM TANGAN


“Hahaha…” itu adalah ucapan terakhir saya sebelum melirik HP yang bergetar.

Seketika saya menghentikan tawa, jantung pun berdegup kencang. Mata saya yang sipit terbelalak melihat sebaris info sms di layar HP. Ya, dilayar HP saya tertulis, “Mba sy ratna femina…”

Teman-teman saya juga ikut berhenti bergurau melihat gelagat saya yang kaget. Kaget bercampur senang.

Hati saya saat itu tak karuan. Tak karuan SENANGnya..hihihi. Bak remaja yang disms oleh gebetanya. Berbulan-bulan saya menanti kabar dari Femina, akhirnya setelah mencoba 3x mengirim tulisan di rubrik gado-gado, tulisan ke-3 saya dimuat di Femina.

Sungguh bukan main senangnya. Impian saya di tahun ini memang tulisan dimuat di media cetak, terutama majalah favorit saya, Femina. Saya menuliskannya di resolusi 2015, bahkan impian ini saya ikutkan dalam GA, wujudkan impianmu, sayangnya gak menang *tear.

Niat saya menuliskan impian, agar saya termotivasi, masak baru beberapa kali kirim sudah menyerah. Saya gak mau kalah sama kegigihan Thomas Alva Edison..hehehe.

Tulisan dengan judul cium tangan, saya ambil dari kejadian di sekitar. Saya bahkan sempat menggali informasi rekan kerja soal cium tangan. Semenjak belajar menulis, saya sering mengorek cerita teman-teman. Selain belajar membaca, saya juga belajar mendengarkan orang lain. Gara-gara itu, teman saya parno, “Eh, jangan-jangan dijadikan bahan tulisan ya” hahaha.

Sms tadi bak hujan di musim kemarau panjang. Ya, setelah banyak kalah di lomba blog, akhirnya impian saya terwujud. Sst, bocoran lagi, menurut berita yang beredar honornya paling cepat cairnya. Tak sampai 10 hari sejak dimuatnya tulisan saya, rekening saya sudah bertambah.

Bagi yang berminat melihat versi aslinya bisa berkunjung ke sini.

CIUM TANGAN (FEMINA NO. 10/XLIII)


Alhamdulillah, setelah 3x mencoba mengirimkan tulisan di rubrik gado-gado, tulisan ke -3 dengan judul CIUM TANGAN dimuat. Tulisan saya kirim 18 Nopember 2014 dan dimuat 7 Maret 2015. Lama ya?.

Silakan yang berminat bisa mengirimkan tulisan ke kontak@femina.co.id. Format tulisan arial, ukuran 12, spasi 2. Naskah sekitar 3 halaman atau 500 kata. Jangan lupa sertakan nama, alamat, no. kontak dan no. rekening. Mau lebih lengkap, bisa nyontek di sini

CIUM TANGAN
Entah apa latar belakang tersebut mempengaruhi kebiasaan cium tangan yang dilakukan mahasiswa di tempat saya bekerja. Sebagian mahasiswanya seusai perkuliahan, atau konsultasi dengan dosen melakukan ritual mencium tangan dosen.

Saya masih ingat ketika duduk di bangku TK dan SD setiap pulang sekolah pasti ada ritual mencium tangan bapak atau ibu guru. Ritual ini mungkin dimaksudkan sebagai penghormatan kepada bapak atau ibu guru yang dianggap sebagai pengganti orang tua selama di sekolah.

Beranjak ke jenjang pendidikan SMP, SMA dan Perguruan Tinggi ritual ini tidak pernah lagi dilakukan. Mungkin siswa dianggap sudah terlalu besar untuk melakukannya.

Saat ini saya bekerja di sebuah instansi pendidikan, sebuah perguruan tinggi di kota yang terkenal dengan sebutan kota kretek. Ternyata ritual mencium tangan dosen atau karyawan yang dianggap sebagai orang tua masih dilakukan.

Daerah tempat saya bekerja memang masih sangat kental suasana agamisnya. Satu-satunya daerah yang memililiki dua Sunan sekaligus, Sunan Muria dan Sunan Kudus.

Entah apa latar belakang tersebut mempengaruhi kebiasaan cium tangan yang dilakukan mahasiswa di tempat saya bekerja. Sebagian mahasiswanya seusai perkuliahan, atau konsultasi dengan dosen melakukan ritual mencium tangan dosen. Biasanya ini dilakukan oleh sebagian mahasiswi dan hanya beberapa oleh mahasiswa.

Awal bekerja, belum ada mahasiswi yang mencium tangan saya. Mungkin usia saya dan mereka hanya bertaut beberapa tahun bahkan ada yang lebih tua dari saya. Setelah bekerja 3 tahun, mulailah saya mengalami kejadian cium tangan.

“Eh, mau ngapain” tanya saya saat mereka mengulurkan tangan seusai perkuliahan.

“Mau salaman bu” jawab mereka,

“Ga usah cium tangan segala ya. Kayak pengajian saja” ujar saya menolak dicium tangan.

“Wong saya mau kok bu. Masak ga boleh” jawab mereka setengah memaksa yang membuat saya mengikhlaskan meski jengah.

Kejadian cium tangan ini tak hanya usai perkuliahan. Saat mendapat tugas menjaga ruang ujian masuk calon mahasiswa baru, saya tak luput dari acara cium tangan.

Saya mulai sedikit terbiasa dengan ritual cium tangan. Kalaupun ingin menghindar, biasanya saya pura-pura sibuk dan tidak melihat mereka.

Ritual cium tangan juga pernah saya alami saat memberikan jasa layanan psikologi. Selain mengajar, profesi sebagai psikolog melibatkan saya dalam pelayanan jasa psikologi di biro tempat bekerja Salah satunya adalah layanan psikotes, mulai bertindak selaku tester, pewawancara hingga psikolog.

Suatu hari, biro tempat saya bekerja melakukan proses seleksi karyawan atas permintaan sebuah perusahaan yang bergerak di bidang kecantikan. Peserta atau calon karyawan dua orang wanita muda yang baru lulus dari perguruan tinggi. Usai melakukan wawancara, saya menutup proses seleksi dengan mengatakan hasil akan diserahkan ke perusahaan dan perusahaan yang akan mengabari.

Ketika mereka pamit pulang, saya masih berpikiran positif saat kedua peserta mengulurkan tangan. Kejadian selanjutnya tanpa saya duga ternyata mereka menundukkan kepala dan meletakkan tangan yang tengah menggenggam tangan saya ke wajah mereka.

Waduh, saya terkejut dan tidak siap ketika mereka mencium tangan saya. Perasaan saya antara, apa segitunya penghormatan yang diberikan atau wajah saya tampak terlalu tua sehingga sangat pantas dihormati.

Setelah diselidiki, memang sebagian besar dari mereka sekolah di MA (Madrasah Aliyah). Mungkin di sana kebiasaan mencium tangan guru masih dilakukan dan terbawa hingga mereka menjadi mahasiswi.

Kejadian cium tangan yang cukup menggelikan juga pernah terjadi ketika biro tempat kami melaksanakan evaluasi pegawai di sebuah perusahaan BUMD. Pelaksanaan dilakukan di kantor perusahaan tersebut. Kami datang dengan dibantu asisten yaitu mahasiswa yang magang di biro kami.

Saat peserta memasuki ruangan psikotes, mereka menyalami kami satu persatu hingga tiba giliran asisten yang bersalaman dan kami dibuat tercengang.

“Wid, kok kamu pake cium tangan sama ibu peserta tes?” tanya saya dan seorang rekan.

“Kan ibunya kelihatan lebih tua Bu. Ga apa-apa” jawab Widya dengan polosnya.

Waduh ternyata bukan dosen saja yang dicium tangannya.

Senin, 16 Maret 2015

FATIH DAN KERETA FAVORITNYA (BEHIND THE SCENE)


Selasa sore,  10 Maret 2015 menjelang pulang kantor, tiba-tiba ada inbox di fb dari Mbak Haya Aliya Zaki, “Assalamu’alaikum Mbak. Tulisannya di Leisure hari ini”.

Mendapat kabar seperti itu, saya setengah tidak percaya. Tulisan buah hati saya kirimkan 31 Oktober 2014 lalu, berarti hampir 5 bulan baru dimuat, lama bener ya. Selain itu, saya agak sangsi juga, pertemanan saya dan Mbak Haya baru sekitar 2 hari di fb, apa iya Mbak Haya mengenali saya?.

Saya coba ubek-ubek di republika on line, tidak ketemu tulisan saya. Akhirnya saya mencoba mencari koran republika di agen koran, ternyata tulisan saya dimuat..duh senangnya.

Jujur, saya sudah melepas harapan tulisan ini akan dimuat. Lihat postingan teman-teman dan adik yang tulisannya dimuat tidak perlu menunggu lama, tidak sampai sebulan lah. Jadi setelah lewat sebulan tidak ada yang mengabari saya *loh emang ada yang mau mengabari, saya berhenti berharap seperti lagunya Sheila On7.

Di benak saya muncul pikiran, sepertinya saya gak punya bakat menulis. Seperti biasa, harus berusaha lebih keras lagi. Lah, teman-teman lain, baru menulis sekali langsung dimuat, saya? Belum ada satu pun yang dimuat hiks.

Nah, mari melepas mellow. Saya dan suami sih punya dua asumsi mengenai waktu tunggu dimuatnya artikel buah hati. Pertama, menurut suami, mungkin yang kirim leisure saat itu banyak, jadi daftar tunggunya panjang. Kalau saya, mungkin stok leisure lagi habis, makanya tulisan saya dimuat…hahaha..negatif banget ya.

Kedua, menurut suami, sebenarnya tulisan saya dinilai cukup bagus. Setelah membaca beberapa paragraph tulisan saya, komentar suami, “tulisannya bagus Ma, psikologis banget”. Ya, iyalah dunia saya kan psikologi dan memang rubrik buah hati psikologis banget.

Sampai di situ, kerah baju saya agak terangkat. Selesai membaca secara keseluruhan, komentar suami, “Akhir ceritanya juga bagus Ma, Editornya pintar ya”. Jadi EDITORnya lah yang membuat bagus tulisan saya dan mungkin dia butuh waktu yang cukup lama mengedit tulisan saya hahaha..

Ya sudahlah, yang penting saya bisa belajar dari Ibu Reny Dwinanada, bagaimana membuat tulisan yang menarik. Termasuk mengubah judul, yang awalnya Mengejar Kereta menjadi Fatih dan Kereta Favoritnya. Silakan berkunjung ke sini untuk melihat tulisan aslinya. Yang ini mah, cuma curhat saja hahaha..

FATIH DAN KERETA FAVORITNYA (TERBIT DI REPUBLIKA)

Alhamdulillah, ini adalah tulisan kedua yang dimuat di media cetak. Jarak antara mengirim dan dimuatnya tulisan hampir 5 bulan *lama bener ya.  Jadi buat teman-teman yang tulisannya tak kunjung ada kabarnya, sabar saja ya. Mungkin memang daftar tunggunya yang panjang.

Bagi yang berminat mengirimkan tulisan, silakan kirim ke leisure@rol.republika.co.id. Naskah sekitar 2500 karakter. Jangan lupa sertakan foto diri beserta anak yang diceritakan. Pixel fotonya yang bagus ya, biar gambarnya tidak pecah. Di akhir tulisan disertakan nama, alamat, nomor telepon dan nomor rekening, O, ya jangan berharap dikabari bila tulisan dimuat. Monggo, ini versi aslinya.

MENGEJAR KERETA
“Itu namanya kereta api mas” jelas saya kepada Fatih sambil menunjuk tayangan kereta api di salah satu TV swasta.

Itulah perkenalan pertama Fatih, anak sulung saya dengan kereta api di usia menjelang 1,5 tahun. Responnya saat itu hanya mengangguk, namun rupanya di sore hari, dia kembali menanyakan kereta api yang lebih sering dia sebut dengan ‘tutut’.

Rengekan Fatih menanyakan kereta api terus berulang sehingga saya dan ayahnya mencari video tentang kereta api. Video ini kemudian diputar di laptop suami atau netbook saya di sore hari. Tak lama kemudian ayahnya berinisiatif membelikan mainan kereta api yang menggunakan baterai dan berjalan di atas rel.

“Ndak, ndak” itulah respon pertama Fatih dengan hadiah kereta api dari ayahnya.

“Gak apa-apa sayang, kan keretanya di rel. Gak akan nabrak Fatih” jawab saya.

Fatih memang takut dengan benda yang bisa bergerak sendiri. Awalnya dia hanya berani melihat kereta api dari jauh. Kami pun selalu memompa keberaniannya dengan pelan-pelan, hingga akhirnya dia mau mendekati mainannya bahkan ikut memasang keretanya.

Ketertarikan dengan kereta api tidak hanya melalui mainan, Fatih juga tertarik dan diperkenalkan kereta api melalui buku ensiklopedia dan buku dengan gambar tempel atau sticker. Saya memang sengaja memanfaatkan ketertarikannya dengan kereta api untuk memperkenalkan buku dan aktifitas menempel.

“Ini tutut apa Ma?” tanya Fatih sambil menunjuk gambar kereta api yang mengeluarkan asap di salah satu buku.

“Ini yang mengeluarkan asap, namanya kereta uap Nak. Kalau yang ini kereta listrik dan yang ini kereta cepat” jawab saya menjelaskan satu persatu gambar kereta api lain.

Fatih juga belajar bagian-bagian dari kereta api, seperti rel, roda dan masinis yang mengemudikan kereta api. Seringkali gambar atau tayangan kereta api yang dilihat menampilkan gambar-gambar lain, misal sapi, rumah, pohon, laut, terowongan dan sebagainya sehingga menambah wawasan yang lain. Ia juga mulai belajar mengenal warna melalui warna gerbong kereta.

Bermain kereta api juga mengembangkan kreatifitas Fatih. Tidak hanya belajar memasang rel dan kereta api, Fatih juga belajar membuat terowongan dengan media lego. Semula dia hanya bisa melepas lego, kemudian berkembang dengan bisa memasangkan lego meski masih dibimbing oleh ayahnya.

Setiap perjalanan ke luar rumah, Fatih sering bertanya tentang kereta api. Dia ingin melihat kereta api secara langsung. Akhirnya kami pun mengejar kereta api di beberapa perjalanan ke luar rumah. Kami pernah mendatangi pabrik gula rendeng dekat dengan rumah kami. Di sana Fatih melihat kepala kereta yang biasanya digunakan untuk membawa tebu ke pabrik.

Di Semarang kami berupaya mendatangi stasiun, namun urung karena untuk masuk ke stasiun melihat kereta harus memiliki karcis kereta. Alhamdulillah keinginan melihat kereta di stasiun terbayar ketika perjalanan ke Grobogan, meski hanya melihat kereta barang.

“Ma, naik kereta ini Ma” ujar Fatih yang kini berusia 28 bulan setiap kali melihat gambar atau video kereta api.

“Iya sayang, kereta ini adanya di luar negeri. Fatih jadi anak pintar dulu ya, biar bisa ke luar negeri dan naik kereta ini. Jangan lupa, kalau sudah di luar negeri ajak Mama ya” jawab saya sekaligus sebagai doa.  


Rabu, 11 Maret 2015

TIPS SUKSES MENYUSUI IBU BEKERJA


Usai melahirkan, tugas dan kodrat wanita selanjutnya adalah menyusui. Ini adalah pengalaman menyusui yang kedua bagi saya. Alhamdulillah, pada pengalaman pertama, saat menyusui Fatih saya mampu menyapih Fatih dengan cinta di usia 25 bulan 12 hari, meski Fatih sempat diberi formula hingga usia 9 hari *Gak ASIX hiks. Sedangkan perjalanan saya menyusui Fattah hingga lulus S3 masih panjang.

Menyusui bagi ibu bekerja, tentu bukanlah hal mudah, namun sangat memungkinkan. Berdasarkan pengalaman saya menyusui Fatih dan sekarang menyusui Fattah, ada beberapa tips sukses menyusui untuk ibu bekerja.

1.       NIAT

Tujuan apapun pasti diawali dengan niat. Niat dapat membentuk tekad yang kuat. Saat saya  berniat dan bertekad hanya memberikan ASI buat Fatih, sebagian besar teman kantor meragukannya. Namun niat dan tekad saya sudah bulat, alhamdulillah saya berhasil membuktikan kepada diri sendiri, bahwa saya mampu menyusui Fatih hingga 25 bulan 12 hari.

2.       KOMUNITAS DAN ILMU

Jauh sebelum melahirkan, saya bergabung dengan Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI), di sana saya mendapatkan dukungan dan ilmu untuk sukses menyusui. Dukungan sangat diperlukan, saat kita merasa lelah ada teman-teman yang mendukung sehingga kita tidak merasa sendirian. Komunitas juga tempat saya menimba ilmu. Sebagai ibu baru, informasi tentang menyusui dan mengasuh anak masih sangat minim. Meskipun saya lulusan psikologi, tapi informasi menyusui tidak pernah saya peroleh di sana.

3.       DISIPLIN

Pengalaman saya, ketika saya tidak disiplin menjalankan manajemen ASIP, maka tunggu saja, dalam beberapa hari produksi ASI menurun. Disiplin manajemen ASIP meliputi waktu memerah, mencuci dan mensteril botol penyimpan ASIP, memasukkan ASIP ke dalam kulkas dan freezer dan mengeluarkan ASIP  yang beku dari freezer. Langkah-langkah tersebut membutuhkan kedisiplinan yang tinggi.

Kok bisa produksi ASI menurun? Kalau kita malas melaksanakan hal di atas, biasanya kita cenderung malas memerah. Beberapa kali melewatkan jadwal memerah, produksi ASI dalam payudara menurun. Pernah beberapa malam saya malas memerah karena capek dan mengantuk, akibatnya payudara saya tidak lagi penuh saat tengah malam.

4.       HINDARI PEMAKAIAN DOT

IDAI tidak menyarankan penggunaan dot. Dot bisa menyebabkan bingung putting dan penurunan produksi ASI. Beberapa orang yang saya kenal, saat anak ditinggal kerja dan mulai menggunakan dot, produksi ASInya menurun. Umumnya setelah beberapa bulan, ASIP mereka tidak mencukupi kebutuhan anak.  Bahkan ada teman saya yang anaknya tidak mau menyusui secara langsung.

Lantas menggunakan media apa? Pemberian ASIP bisa menggunakan gelas sloki, sedotan atau sendok. Saya sendiri bagaimana? Saya masih melakukan “DOSA” yang satu ini. Menitipkan anak bukan perkara mudah. Saya tidak bisa memaksakan orang rumah yang merasa tidak sanggup menggunakan media selain dot. Namun ada teman saya yang berhasil menggunakan sendok dan sloki untuk memberikan ASIP.

Semoga 4 tips ala saya ini bermanfaat buat ibu menyusui yang bekerja. Bekerja bukan halangan bagi kita untuk memberikan ASI. Mari belajar dan terus belajar menjadi ibu yang lebih baik untuk buah hati. Salam ASI :)

Kamis, 05 Maret 2015

REVIEW PARFUM PETAL QUARTZ EDP BY ORIFLAME (PART 1)

“Jangan menilai seseorang hanya berdasarkan fisik semata”



Kurang lebih itu adalah ungkapan yang sering kita dengarkan. Sebagai seorang psikolog, pernyataan tersebut selalu kami pegang. Tapi tidak bisa dipungkiri, penampilan lah yang pertama akan dilihat dan dinilai oleh orang lain.

Mulai dari make up wajah, pakaian yang melekat di badan hingga wangi yang tercium. Kalau saya, make up yang sehari-hari dipakai hanyalah bedak, lipbalm dan lipstick. Poin penting, wajah tidak terlihat kucel atau pucat. Pakaian pun demikian, kira-kira yang nyaman saya kenakan dan terlihat pas di tubuh kecil.

Wangi yang melekat di tubuh yang menjadi perhatian saya. Saya sangat suka mencium bau wangi. Barang yang menarik saat berbelanja di Mall, ya parfum.  Botol parfum di kamar sampai berderet, kadang mau saya buang kok eman, bentuknya unik-unik sih. Tapi pada akhirnya dibuang suami saya *hiks.

Harga parfum menurut saya tidaklah murah. Ada sih, parfum under 100 ribu, tapi jangan ditanyalah kualitas wanginya seperti apa. Bukan saya tidak suka barang murah, tapi ada benarnya pernyataan “ada rupa, ada harga”. Akhirnya parfum yang kualitasnya (wangi dan ketahanan) kurang, baru beberapa kali semprot, hanya tergeletak di meja rias.

Salah satu parfum yang sering saya pakai adalah produk dari oriflame. Eh, ini bukan modus promosi ya. Saya belinya juga kalau pas diskon aja, kebetulan saya juga member hahaha. Member pasif sih.

Parfum yang paling saya sukai adalah petal quartz eau de parfume. Seingat saya, sudah 2-3x membeli parfum ini. Dominasi parfum ini adalah wangi bunga mawar, diikuti musk, white floral, fresh spicy dan vanilla. Saya sih merasa baunya enak dan tidak membuat pusing. Ada sedikit wangi bedak.  Terpenting wanginya tidak terlalu berat, seperti wewangian orang tua *apa ya bahasanya.

Ketahanan parfum petal quartz sih tidak sampai 8 jam. Paling 4 jam wanginya sudah mulai menghilang. Kalau disemprot di kulit, misal leher, kuping atau dada sedikit panas, entah apa kulit saya yang sensitive.

Soal harga relatif, tergantung kemampuan kocek orang. Bagi saya Rp. 349.000,- saat ini, bukanlah harga yang murah. Saya sih belinya sudah lama, dan pas diskon 50% ditambah diskon member hehehe. Saya coba cek di website oriflame, sepertinya di katalog sudah tidak ada. Wah, bakalan ganti parfum kesukaan lagi. Mudah-mudahan masih ada, hanya tidak ditampilkan di katalog.

Bagaimana parfum favorite teman-teman? Ada rekomendasi?

Blog Design by Handdriati