Kamis, 02 November 2017

MEMBANGUN RUMAH IMPIAN

 
Rumah "Mewah"


“Wah, lagi gambar rumah. Besok mau jadi arsitek Ka?” celetuk Papa saat melihat saya tengah asik mengerjakan tugas ketrampilan.

Dibanding adik-adik, saya memang yang paling terlihat senang menggambar dan membaca buku tebal. Sayangnya saya dulu gak suka menulis, sadar diri karena tulisan jelek..hihihi. Tugas ketrampilan, saya kerjakan dengan menggambar ruangan-ruangan dalam rumah beserta perabotnya.

Saat SD hingga SMP saya paling suka dengan pelajaran ketrampilan. Setiap ada tugas ketrampilan saya semangat. Beberapa kali saya memanfaatkan kain perca punya ibu. Membuat tas atau tempat majalah. Idenya, mencontek dari majalah wanita milik ibu. Ya ALLAH dulu saya keibuan.

Sayang, tidak saya eksplore secara maksimal. Mungkin saya orang malasan, sifat buruk yang susah dihilangkan. Bahkan, niat saya mengambil desain interior selain psikologi tidak kesampaian. Saya gak tahu kalau ada tes gambarnya.

HOBI MELIHAT GAMBAR DAN RUMAH NYATA

Namun kesukaan saya akan rumah hingga sekarang belum padam. Kalau ada kelebihan dana, membeli tabloid, majalah atau buku tentang rumah saya lakukan. Seneng aja, kalau lihat rumah cantik baik eksterior atau interior. Kalau tentang komposisi bangunan saya gak tertarik, njelimet je.

Jalan-jalan ke pemukiman rumah cantik, sering juga saya lakukan. Saat melanjutkan pendidikan di Semarang, dalam perjalanan saya sering melewati pemukiman tersebut. Semenjak bekerja dan satu persatu teman punya rumah, paling suka melihat rumah baru mereka. Atau ikut ke perumahan baru, hunting rumah, cari harga yang cocok.

Masih seadanya

YANG PENTING PUNYA

At least, saya memilih membeli tanah kaplingan yang murah. Alasan pertama, karena luas tanah perumahan yang semakin sempit. Alasan kedua, kalau mencari yang agak luas, harganya selangit dan sudah masuk kategori rumah mewah.

Yah, apa daya, saya hanya mampu membeli rumah mewah versi mepet sawah. Itu pun saya masih pinjam Papa, yang pada akhirnya dihibahkan. Dalam benak saya, yang penting punya tanah dulu. Toh harga tanah akan terus naik.

MEMBANGUN RUMAH IMPIAN

Membeli tanah di tahun 2011 dan memutuskan membangun di tahun 2013, bukanlah waktu yang singkat, meski hanya bermodal tekad. Setelah melihat beberapa perumahan, menimbang harga beserta kelebihan dan kekurangannya, akhirnya kami memutuskan membangun kaplingan tanah.

Lagi-lagi modalnya baru sak uprit, padahal RABnya jauh melebihi modal. Saya mendesak suami untuk segera merealisasikan rumah impian kami. Pokoknya, sebelum anak-anak sekolah, kita sudah punya rumah. Sebelum kebutuhan rumah meningkat hingga kami tak bisa menyisihkan dana untuk rumah.
Ruang Tengah Yang Khas Anak
Dengan modal BISMILLAH dan dukungan orang tua *perlu banget, alhamdulillah di tahun 2016 rumah siap ditempati. Lama banget ya, yah banyak ujian dalam perjalanannya. Sempat berganti pembangun hingga 3x dan masalah dana yang menunggu terkumpul. Meski 3 tahun lamanya, tapi saya dan suami pun merasa takjub banget, kok bisa kami membangun rumah yang sekarang.

IMPIAN BERLANJUT DI RUMAH TUMBUH

Meski sudah siap ditempati, perabotan, peralatan rumah tangga dan desainnya ala kadarnya. Saat menempati, kami sudah punya 3 kasur, kursi tamu, kulkas, tivi dan 1 karpet. Perabotan dapur pun ala kadarnya, yang penting bisa buat masak.

Perlahan, beberapa perabotan penting mulai terbeli. Sekarang bagaimana? Hingga sekarang masih banyak list perabotan, peralatan rumah tangga eksterior dan interior rumah yang diimpikan. Yah, manusia memang tidak ada cukupnya *toyor diri sendiri.

Beberapa impian itu diantaranya, menata ruangan-ruangan lebih cantik dengan wall paper, wal stiker, cat ulang dan melengkapi perabot yang kurang. Terutama ruang atas, yang sedianya akan digunakan sebagai perpustakaan merangkap ruang kerja dan ruang belajar serta ruang mushola.

Saya memang bermimpi punya perpustakaan pribadi yang bersanding dengan mushola. Di ruangan ini, kami bisa beraktifitas dan belajar bersama.

Ruang Perpustakaan dan Kerja yang Masih Melompong

RUMAH LAKSANA JODOH

“Yah, kamar belakang rembes lho. Sampai gypsumnya rontok” keluh saya, meski suami sudah sempat cerita kalau dinding kamar mulai rembes.

Gara-gara itu suami sempat stres, saya pun yang semula selow, ikutan stres. Meski stres, saya sempat menenangkan suami,” rumah itu seperti jodoh Yah. Meski jodoh kan tetap harus dirawat, tetap dapat ujian”.

Suami sempat pengen jual rumah dan membeli rumah baru. Saya yang males. Sungguh, proses menjual, memilih rumah baru hingga pindahan itu menambah stres. Wong saya cuma bawa barang pindahan 1 kasur, 1 lemari dan pakaian saja perlu waktu berminggu-minggu buat menata.

Saya sih berusaha mencintai rumah yang sudah dibangun, meski ada ketidakpuasaan dan sekelumit penyesalan. Melengkapi lagi rumah yang telah kami miliki dan membuat kenang-kenangan indah di sana.

PELAJARAN YANG DIPETIK

Saran saya buat yang berkeinginan membangun rumah, bermimpilah. Rejeki akan datang selama kita berusaha. Matematika ALLAH beda dengan milik kita.

Selanjutnya, carilah pembangun yang profesional dan punya track record yang baik. Hubungan kekeluargaan, terkadang malah menjadi boomerang. Jangan terkecoh harga murah. Sungguh melelahkan saat kita harus merenovasi rumah yang baru saja dibagun. Bukan hanya masalah uang, tapi lelah jiwa *halah.

Semoga cerita saya tentang rumah impian, menginspirasi teman-teman yang tengah bermimpi, merencanakan dan membangun rumah. Sekaligus sebagai setoran arisan Gandjel Rel ke 14 yang dimenangkan Mbak Archa dan Mbak Dian Nafi bertema RUMAH IMPIAN.

Belakang Rumah yang Masih Perlu Dibenahi

1 komentar:

Terima kasih sudah mengunjungi blog ini. Saya senang menerima komentar yang baik dan membangun. Harap tidak meninggalkan link hidup.

Blog Design by Handdriati