Selasa, 01 September 2015

Es Teler Cinderella Menghapus Keraguan

Patungnya hampir seperti orang beneran

Sekali Mendayung Dua Tiga Pulau Terlampaui

Peribahasa ini sering saya gunakan di waktu yang sempit. Seperti minggu lalu, sekitar jam 9, pak Dekan mengajak,”Riz, melu neng Sendang Sani yo. Ketemu pak Warek I”.

Mungkin kalau kerja di dunia industri, senang ya diajak pimpinan. Kalau di dunia pendidikan ya senang juga..hihihi..Tapi saya tahu kok, ajakan pak Dekan ini mengandung modus. Iya, setelah diajak pak Dekan, saya langsung ngecek uang yang tersimpan di lemari kerja saya. Cukup gak ya, bawa uang 300 ribu buat nemani pak Dekan? Lho, kok saya yang bayari?Ya, karena saya yang pegang kasnya Biro Fakultas Psikologi.

Singkat kata pergilah saya dan pak Dekan yang juga ditemani para bidadari yang ada di kantor. Teman-teman setipe lah dengan saya. Memandang ajakan pak Dekan sebagai kesempatan jalan-jalan keluar dan bisa icip-icip di resto baru.

Sendang Sani memang resto baru di Pati. Tepatnya kalau berangkat dari Kudus, Sendang Sani berada di sebelah kiri jalan, tepat setelah gerbang masuk Pati. Dulunya sih tempat makan yang banyak disinggahi truk yang melintas di jalan pantura.

Rombongan kami sampai sekitar jam 10 di Sendang Sani. Begitu memasuki resto, saya melihat tempat parkir yang cukup luas. Tempat duduk yang disediakan pun cukup banyak. Saat itu sih resto tidak begitu ramai, bisa dikatakan sepi. Tapi masih ada ruangan khusus yang disediakan untuk pertemuan. Nah, pak Warek I memang lagi menghadiri pertemuan membahas kurikulum di Sendang Sani. Ruangannya tertutup, jadi saya gak bisa inguk-inguk.

Begitu masuk ruangan resto, kami disambut mbak-mbak,”Ibu datang dengan keperluan apa?”. Pasti bingung kan kalau ditanya seperti itu, wong datang ke resto kok ditanya keperluannya. Tapi kami maklum sih, soalnya baju kami sama dengan teman-teman yang menghadiri pertemuan dengan pak Warek I. Jawab saya sih datang atas keperluan sendiri, tidak ada sangkut pautnya dengan pertemuan di dalam.

Begitu pak Warek I keluar, pak Dekan langsung menyambut dan menyalami. Kami sih sudah duduk manis dan tersenyum. Ya, biarlah pak Dekan yang menghadapi sendiri. Kami cukup mensupport sambil icip-icip *bawahan durhaka hahaha.

Melihat pak Dekan asik dengan pak Warek I, teman-teman langsung berkeliling melihat menu makanan, Saya sih asik ambil foto, takut kelupaan. Model pelayanan di Sendang Sani adalah Pokwe alias Jipok Dewe. Jadi kita ambil makanan yang tersaji kemudian membayar baru boleh dimakan. Khusus minuman sih memesan dan membayar dulu, kemudian diantar ke meja.

Pokwe : Jipok Dewe
Sayangnya setelah melihat menu, teman-teman kurang tertarik. Menunya beragam sih, ada Nasi Hainan hingga Ikan Bakar, tapi penyajiannya kurang menggugah selera. Mereka memilih menunggu pak Dekan dan merancang makan siangnya bakso atau mie ayam *balik ke selera asal.

10 menit menunggu pak Dekan, perut saya sudah kukuruyuk. Hampir jam 11 dan sejak sarapan belum ngemil sesuatu, rasanya berat *beuh. Akhirnya saya dan seorang teman berinisiatif cari menu snack dan memilih mendoan. Sayang mendoannya sudah dingin, padahal paling enak dinikmati saat masih hangat. Tapi lumayan lah dicocol sambel kecap, buat ganjel perut ibu menyusui.

Eh, tapi setelah menikmati mendoan kok haus ya, apalagi udara lagi panas. Karena gak mau rugi sudah digeret ke Sendang Sani, saya berinisiatif lagi dengan seorang teman memesan minum. Lihat menu minuman kok isinya sebagian besar minuman sehat. Sehat karena ada campuran brokolinya. Kemudian pilihan jatuh ke Es Teler Cinderella, gak mungkin kan dicampur brokoli.

Pas Es Teler datang, penampilannya langsung menggoda. Udara panas gini melihat Es Teler di dalam gelas berkaki dengan dihiasi daun pandan, beuh kok menggoda. Saat dicicipi dugaan saya tidak salah. Esnya terasa segar dan manis. Manisnya pun manis gula asli bercampur aroma pandan. Isinya pun menyegarkan, nangka, alpukat, kolang-kaling dan kelapa. Tak banyak ragam, tapi bahasanya Fatih sedap..sedap.
Sedap..sedap..sedap..
Dugaan teman saya, langsung mulai sirna. Ternyata rasanya tak sejelek penampilan makanan tadi. Kalau boleh kasih masukan sih, mendingan makanan disajikan pas hangat. Jadi aroma dan tampilannya menggoda.

O, ya harga di resto ini standart kok. Mendoan per biji 2 ribu rupiah, sedang untuk menikmati es teller cukup 15 ribu. Pas kan pengalaman saya dengan peribahasa di atas? Sekalian nemani pak Dekan, sekalian icip-icip dan buat postingan di blog. Teman-teman saya sampai hapal dengan kelakuan saya hehehe.

Blog Design by Handdriati