Sabtu, 31 Mei 2014

MINTALAH APA SAJA KEPADA YANG MAHA KAYA

Gegara pernah baca status adik tentang alexa rank, saya beberapa kali kerap memantau perkembangan rank blog saya. Loh kok, seminggu ini menurun terus, padahal saya baru saja posting lanjutan cerita menyusui. Usut punya usut, di telaah lebih mendalam, akhirnya berkesimpulan sementara bahwa, mungkin saya tidak konsisten dalam menulis. Saya bisa membuat tulisan 2 hari sekali, kadang sampai hampir 1 bulan baru nulis. Lebih lagi, mungkin saya jarang silaturrahmi alias jarang blogwalking hehehe.

Nah, berkaitan dengan konsisten dan silaturrahmi, saya jadi ingat materi pengajian yang kemarin sempat saya simak.

Rabu, 27 Mei 2014 kemarin kan bertepatan dengan peringatan Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW. Sehari setelahnya kantor tempat saya bekerja mengadakan Tabligh Akbar untuk memperingati Isra’ Mi’raj. Temanya tentang Tahajud dengan narasumber Prof. Dr. Moh. Sholeh.

Saya dan seorang teman kantor berniat, setor muka, tanda tangan dan mencari snack di masjid tempat terselenggaranya pengajian hehehe. Tapi duduk di masjid dan mendengarkan pengajian sekitar 30 menit lumayan lah dapat ilmu dan pencerahan.

Narasumber bercerita, awal beliau berhaji, sama sekali tidak punya dana untuk mendatangi rumah ALLAH SWT. Beliau berdoa, meminta agar bisa mengunjungi rumah ALLAH meskipun tidak punya uang. Doanya kemudian terkabul, ada yang menawari beliau berhaji dengan gratis bahkan istrinya pun dapat ikut serta berangkat. Sesampainya di sana, beliau tidak berani kemana-mana selain mengkhatamkan qur’an dan beribadah, takut ditegur ALLAH, wis digratisi kok rak rumongso hihihi.

Inti dari cerita tersebut, mintalah kepada YANG MAHA KAYA. Tidak ada yang tidak mungkin baginya, meskipun bagi logika matematis kita sangat tidak mungkin, contohnya ya cerita di atas. Ternyata pintu untuk ke rumah ALLAH tetap terbuka dari sisi yang lain.

(Fatih berdoa, moga mama dan ayah diberi mobil, biar Fatih sering jalan-jalan)

Setelah mendengar ucapan beliau, saya berdoa dalam hati, semoga rumah yang sedang kami bangun cepat selesai dan lunas. Amiin.

Saya memang tidak mendengarkan secara utuh pengajian kemarin, soalnya ada janjian dengan alumni dan teman saya juga mau mengurus atm yang hilang *cari kambing hitam. Namun sebelum menyelesaikan tulisan ini, saya sempatkan buka portal umk.ac. id mencari ulasan tentang pengajian kemarin.

Ulasan yang saya dapatkan, ternyata Prof.Dr. Moh. Sholeh pernah divonis mengidap penyakit kanker *pantas saya perhatikan kulitnya dari jauh agak berbeda, maklum mendengar pengajian dari ujung pintu masjid. Setelah berobat kemana-mana tak kunjung sembuh, beliau memasrahkan diri dengan tahajjud dan berdoa di setiap malam. Akhirnya pinta beliau dikabulkan ALLAH.

Saya sangat setuju dengan ucapan dan pengalaman beliau. Saya dulu juga sempat konsisten bersilaturrahmi dengan tahajjud dan berdoa. Hasilnya, ketenangan jiwa saya dapatkan dan status pengangguran akhirnya berakhir.

Dulu sempat konsisten, sekarang? Hadeh. Saya akui, konsisten memang bagian tersulit, terlebih untuk silaturrahmi. Kadang saya berpikir dimana rasa terima kasih saya, kalau sudah ditegur, kita manusia sering berujar, mungkin sedang diuji. Jadi ingat sebuah ucapan, wong sekolah *baca beribadah aja gak pernah kok ngaku sedang ikut ujian *baca diuji.


Tapi saya tetap yakin, doa saya dalam hati didengar dan dikabulkan ALLAH SWT. Amiin.

Minggu, 25 Mei 2014

PERJUANGAN MENYUSUI : GROWTH SPURT (BAGIAN 3)

Cerita menyusui berlanjut lagi setelah tertunda beberapa hari. Yup tepat di tanggal lahir saya, 20 Mei 2014 (siapa tahu ada yang mau member bingkisan hihihi) ada berita duka di kantor. Rektor dan rekan kerja yang dulu seunit, meninggal dunia. Saya dan teman-teman kantor agak syok juga, karena sehari sebelumnya masih bertemu di kantor. Umur memang tak bisa ditebak, semua milik-NYA.

Tapi tetap, alasan ceritanya belum ditulis, apalagi kalau bukan malas *penyakit bawaan.

Langsung aja lah. Setelah keberhasilan menyusui Fatih secara langsung, perjuangan saya untuk menyusui masih berlanjut. Ya iyalah, wong saya bertekad menyusui Fatih hingga 2 tahun atau sampai berhasil disapih.
Saat itu hati saya senang bukan kepalang, berhasil mengenyahkan sufor, meskipun masih terasa kaku ketika menyusui, apalagi untuk payudara sebelah kanan, belum bisa sama sekali.

Saya bertekad, dalam seminggu sudah berhasil menyusui yang sebelah kanan. Ternyata tekad menyusui dicoba juga dengan peristiwa growth spurt (GS) yang dialami Fatih.

sumber di sini
Apa sih GS?  GS adalah sebuah masa penting dalam tumbuh kembang bayi. Pertumbuhan bayi akan menjadi lebih cepat dari biasanya. Selama masa GS, bayi akan lebih sering dan lebih lama menyusu dari biasanya. Tidak jarang bayi juga akan menjadi sangat rewel meski sudah disusui. Pola tidur juga dapat berubah, bisa jadi semalaman tidak mau tidur karena ingin menyusu, sedangkan di siang hari, tidur menjadi lebih lama.

Fatih dulu juga seperti itu. Setelah lepas sufor, sore hari menjelang atau setelah magrib, dia tidur hingga jam 9-10 malam. Setelah itu inginnya menyusu terus hingga jam 3-4 pagi. Setiap saya susui dan dia tertidur, pelan-pelan mulutnya saya lepaskan dari puting, kemudian saya letakkan ke kasur dengan sangat hati-hati. Eh, baru diletakkan kadang tidak sampai 5 menit, dia sudah bangun dan menangis minta disusui lagi # hadeh.

Otomatis, saya terpaksa mengubah jam tidur. Rasanya sangat berat. Kadang saya menyusui di tengah malam setengah jengkel, “Fatih, tidur ya Nak, Mama juga capek pengen tidur” atau “ Fatih, maunya apa sih, dari tadi kan sudah Mama susuin”. Nah kalau jengkelnya tingkat tinggi “Wes, karepmu lah. Mama mau tidur” hihihi. Eits, tapi saya ga sampai banting atau melakukan kekerasan ke Fatih kok.

Fatih sering mengalami GS dan rekor terlamanya sampai seminggu. Setiap menjelang jam 9, saya merasa terteror, apakah GSnya Fatih di periode ini sudah selesai atau belum. Konon bayi bisa mengalami GS pada usia 7-10 hari, 2-3 minggu, 4-6 minggu, 3 bulan, 6 bulan, 9 bulan atau lebih bahkan hingga remaja.

Seingat saya sih Fatih bisa dikatakan “monster” eh malaikat ASI. Setiap matanya melek, pasti minta mimik. Sekali menyusu atau mimik bisa berjam-jam. Saya sampai tidak punya waktu untuk kepentingan pribadi, makan, minum, mandi di kejar-kejar tangisan Fatih yang minta disusui. Saat itu hampir terpikirkan oleh saya untuk minta disuapi dan tayamum aja, biar Fatih bisa segera disusui hihihi.

Nah, ibu-ibu, biasanya faktor GS ini, membuat ibu dan keluarga berfikir bahwa ASI yang ada pada ibu tidak mencukupi kebutuhan bayi.  Saya dulu juga sempat ditawari suami dan keluarga, melihat kondisi saya yang letih dan kurang tidur.  Tapi Alhamdulillah, saya yakin kalau ASI saya cukup, karena  frekuensi BAK lebih dari 6x dalam 24 jam. Kenaikan berat badan Fatih setiap bulannya juga saya pantau. Kalau tidak salah ingat, antara usia 1-3 bulan kenaikannya 1 kg setiap bulannya.

Periode setelah melahirkan ini, seorang ibu sangat butuh dukungan keluarga terutama suaminya. Dukungan ini, sangat berperan dalam kesuksesan menyusui. Suami saya, tidak memaksa saya untuk memberikan ASI secara ekslusif. Namun dia mendukung keinginan saya untuk menyusui hingga 2 tahun dengan tidak menyarankan untuk memberikan sufor. Ada lho, suami yang menyarankan bahkan memaksa anaknya diberikan sufor, alasannya supaya anaknya terlihat besar dan gemuk.

Dukungan juga diberikan Papa dan Ibu saya. Ibu saya membantu memandikan dan menggantikan popok Fatih kalau saya benar-benar sudah lelah. Ibu mertua pun mendukung, beliau tidak ‘merecoki’ saya dengan cara bagaimana saya membesarkan Fatih. Bahkan kalau ada yang bertanya minumnya susu apa, ibu mertua dengan bangga mengatakan kalau cucunya hanya diberi ASI.

O, ya saya ingat sekali, ada saudara sepupu dari suami yang heran, “wah, dadanya kecil sekali kok air susunya banyak ya” komentarnya ketika tahu bahwa Fatih hanya minum ASI. Jadi ukuran payudara sama sekali tidak mempengaruhi produksi ASI, karena sifatnya kan supply on demand, artinya ASI akan semakin banyak diproduksi kalau semakin banyak dihisap bayi.

Lain lagi, dengan komentar saudara sepupu yang lain dari suami *hihihi, dari tadi kok saudara suami ya, “Wah, kuat ya nyusuin ga pakai sufor” komentarnya.

“Lah memang kenapa mbak?”tanya saya dan ibu mertua.

“Kan nyusuin itu sakit” jelasnya.


Saya hanya tersenyum sambil batin, kalau sakit, pasti perlekatannya tidak tepat dan saya malah lebih sakit lagi kalau Fatih menolak disusui, berasa ditolak sebagai ibu.

Sumber : http://jatim.aimi-asi.org/berkenalan-dengan-growth-spurts/

Rabu, 14 Mei 2014

PERJUANGAN MENYUSUI : HUSBAND BLUE SYNDROME (BAGIAN 2)

Selamat pagi ibu-ibu muda dan calon ibu!. Masih menunggu cerita perjuangan menyusui? Hihihi *berasa artis.

Cerita menyusui memang saya bagi menjadi 4. Perjuangan 2 tahun, mana bisa diceritakan hanya dengan 1-2 halaman. Ini saja, banyak yang tidak diceritakan. Saya hanya menceritakan hal-hal yang mungkin akan dialami dan dirasakan oleh ibu-ibu yang lain.

Sepulang dari rumah sakit, perjuangan saya masih cukup berat. Fatih belum mau disusui, ia menangis dengan kencang sehingga terpaksa kami masih memberikan sufor yang dibeli sejak di rumah sakit.

Hati saya remuk redam. Setiap kali mencoba disusui, Fatih lebih sering menangis, mungkin dia lapar, sementara dia dan saya belum mahir dengan proses menyusui.

Saya berupaya untuk menjaga produksi ASI dengan mengompres, memijat dan memerah. Hasil perahan, saya masukkan botol dan diberikan ke Fatih. Bila suami di rumah, maka suami yang memberikan susu buat Fatih. Saya sebisa mungkin tidak memberikan susu buat Fatih, saya sakit hati sama botol, kok ya Fatih lebih memilih botol dari pada saya.

Semua gaya saya coba untuk menyusui Fatih, saya tidak perduli lagi dengan kondisi tubuh saya pasca caesar. Seringkali suami yang mengingatkan saya untuk berhati-hati dan beristirahat.

“Mama, tidur. Jangan memerah trus” atau “Kok merahnya sampai nafasnya ngos-ngosan?” atau “Mama, kakinya tidak boleh di tekuk. Awas nanti jahitannya bermasalah” dan masih banyak lagi.

Saya jadi tambah stres. Puncaknya akhirnya saya marah dan menangis dengan larangan-larangan suami.

“Ayah, cukup. Biarkan Mama berbuat apa saja, yang penting usaha Mama untuk membuat Fatih mau disusui Mama. Mama stress, kalau Ayah melarang-larang trus. Kalau ibu lain mungkin setelah melahirkan ada yang baby blue syndrome , Mama malah kena husband blue syndrome” dengan suara keras dan linangan air mata.

Soal baby blue syndrome, beberapa teman saya merasakannya. Apa sih baby blue syndrome? Dan apa yang dirasakan teman-teman saya?. Kapan-kapan lah akan saya bahas nanti hehehe. Nah, kalau husband blue syndrome, saya ngarang abis, saking jengkelnya  dengan larangan suami.

Selama hamil saya sudah bergabung di AIMI (Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia). Saya menimba ilmu di sana tentang menyusui dan tumbuh kembang anak. Dukungan juga saya dapatkan dari anggota AIMI lain, termasuk permasalahan menyusui.

Saya sudah cukup banyak membaca kasus kesulitan menyusui dari anggota AIMI lain. Selama mencoba menyusui Fatih, saya juga membaca file-file di AIMI.  File dan gambar perlekatan yang benar, saya hafalkan hingga di luar kepala.


Sumber klik di sini

Gambar di atas adalah contoh perlekatan yang benar dan perlekatan yang salah saat bayi menyusui. Intinya adalah :
  • Dagu bayi menempel pada payudara ibu
  • Mulut bayi terbuka lebar
  • Bibir bawah membuka
  • Mulut bayi menutupi areola atau daerah hitam, sehingga tidak hanya putting saja yang masuk ke mulut bayi.

Bagaimana prakteknya? Ternyata tidak mudah. Berulangkali saya mencoba perlekatran yang benar, namun seringkali puting terlepas dari mulut Fatih dan saya harus mengulang dari awal lagi, sementara Fatih sudah kelaparan.

Saya menjadi kesulitan menyusui, karena puting saya terlepas dari mulut Fatih, atau Fatih melekatkan lidahnya ke langit-langit sehingga putting saya berada di lidahnya. Seringkali juga Fatih membuka mulut kurang lebar, sehingga putting saya yang lemas tidak seperti dot yang agak kaku terlepas lagi.

Teknik yang saya coba adalah, saya meletakkan jari di bawah puting untuk membantu memasukkan puting di atas lidah dan di bawah langit-langit.  Saya juga sambil sounding dengan Fatih, “Mas, ayo buka mulut yang lebar. Fatih kan anak mama, mimiknya ya sama mama, jangan mau sufor. Kita belajar bersama ya Nak”.

Kadang-kadang Fatih mau ngenyot sebentar, namun terlepas lagi. Begitu pun saya sudah senang sekali, setidaknya sudah ada kemajuan. Meski tenaga saya terkuras habis dengan upaya menyusui dan merawat Fatih, namun akhirnya semua terbayar.

Di hari ke 11, Fatih mau menyusui selama 1 sesi, hingga ia kenyang. Aaaahh, bahagianya saya sebagai ibu. Berasa keberadaan saya diterima oleh anak. Saya kemudian memutuskan untuk full menyusui Fatih dan meninggalkan sufor, padahal suami sudah membelikan 1 kotak untuk persediaan. Harganya lumayan juga 100 ribu hehehe. Ah, biarlah rugi dikit.


Selanjutnya, berjalan lancar dan bahagia terus kah, setelah bisa mengenyahkan sufor?Nantikan cerita selanjutnya ya..:D 

Selasa, 13 Mei 2014

PERJUANGAN MENYUSUI (BAGIAN 1)

Selamat pagi saudara. Apa kabarmu? Hihihi, tiba-tiba teringat sapaan Didot di Stand Up Comedy. Eits, tapi postingan kali ini, bukan mau membahas Didot ataupun Stand Up Comedy.

Kembali ke ingatan, mumpung lagi hamil, saya ingin mendokumentasikan beberapa cerita mengenai kehamilan, kelahiran, menyusui hingga MPASI. Postingan sebelumnya tentang persiapan menjadi ibu, untuk postingan selanjutnya saya pengen cerita tentang MENYUSUI.

Kok menyusui? Ga urut banget ya. Ada beberapa alasan mengapa tema menyusui yang didokumentasikan, diantaranya :

Saya jenis orang yang kurang tertib dan bergantung mood. Saat ini moodnya lagi membahas soal menyusui..hihihi

Kedua, saya sering menjadi tempat mencari informasi mengenai proses menyusui, terutama untuk ibu-ibu yang bekerja. Harapannya,  cerita menyusui ini dibaca oleh teman-teman saya yang berkomitmen untuk ASI meskipun bekerja.

Terakhir, bagi saya proses menyusui adalah proses yang terberat dan paling lama untuk bertahan, artinya butuh komitmen yang tinggi untuk tetap keras kepala memberikan ASI buat Fatih. Ada banyak suka dan duka dalam proses ini.

Langsung saja ceritanya ya. Trimester pertama kehamilan, saya sudah mencari informasi tentang menyusui, meskipun masih minim. Cerita adik seorang teman yang tetap menyusui meskipun bekerja dan cerita adik ketiga saya, rahmi, tentang menyusui membulatkan tekad saya untuk memberikan ASI untuk Fatih.

Menjelang kelahiran, saya sudah memesan botol kaca sebanyak 20 botol kepada seorang teman yang berasal dari Solo. Saat itu di Kudus masih susah cari botol kaca bekas dan harganya 3 kali lipat lebih mahal.

Selain itu, saya juga berkonsultasi dengan DSOG bahwa saya ingin IMD dan rawat gabung. Lagi-lagi, rumah sakit di Kudus kala itu, belum ada yang pro ASI, jadi kalau mau IMD dan rawat gabung harus tanda tangan kesiapan keluarga dalam hal ini yang tanda tangan suami untuk mengurus bayinya sendiri selama rawat gabung.

Singkat cerita, saya gagal IMD. Bagaimana ceritanya? Kapan-kapan lah saya buat cerita khusus hihihi. Bayi saya pun baru dikirim ke kamar saya, setelah kunjungan DSOG, itupun karena permintaan DSOG untuk segera memberikan bayi kepada ibunya.

Fatih usia 2 hari

Hari pertama setelah melahirkan, efek obat bius masih terasa. Maklum, saya melahirkan dengan proses caesar sehingga butuh waktu untuk pemulihan. Ternyata upaya saya untuk menyusui kala itu sangat susah. Air susu masih sedikit dan saya belum terampil menyusui terlebih dengan kondisi gerak yang terbatas.

Hari pertama saya berhasil menahan upaya pemberian sufor (susu formula), namun di hari kedua akhirnya saya merelakan bayi saya diberi sufor. Sebelumnya saya sudah pernah membaca bahwa bayi akan bertahan tanpa susu sampai hari ketiga karena masih memiliki cadangan makanan dalam tubuhnya. Namun, saya juga tidak mau ambil resiko, karena tenaga kesehatan juga menyarankan untuk pemberian sufor dan keluarga juga mengkhawatirkan kondisi bayi dan saya yang masih butuh pemulihan.

Saat itu, saya menangis diam-diam, hanya suami yang tahu bahwa suara dan air mata saya sudah berubah. Saya sedih harus merelakan Fatih diberi sufor dan berpisah karena rawat gabung gagal. Suami saya masih takut untuk memegang bayi. Ada cerita di hari pertama perawat mencoba memberikan sufor, saya berdoa dan berteriak dalam hati “jangan mau sufor ya Fatih, mama ga rela, ayo ditolak”. Ajaib, Fatih ga mau minum sufor, namun suami saya mengingatkan “jangan begitu Ma, kondisi Mama kan belum memungkinkan. Kasihan Fatih”.

Hari ketiga, tiba-tiba saat mau disusui, Fatih menolak dan menangis dengan keras. Jantung saya langsung berdegub kencang, dan air mata meleleh. Saya merasa ditolak sebagai ibu dan kuatir kalau Fatih bingung puting karena sudah menggunakan dot sebagai media pemberian susu. Selama di rumah sakit, payudara saya perah dan hasil perahan saya berikan untuk Fatih melalui perawat. Sayangnya media pemberian ASIP melalui dot, padahal resikonya besar, salah satunya menyebabkan bingung putting sehingga bayi tidak mau menyusui langsung.

Di hari itu, kemudian perawat bayi datang, mendengar bahwa Fatih menolak disusui. Perawat bayi kemudian melihat payudara saya yang mengeras. Memang semalam, payudara saya mengeras dan terasa sakit hingga di ketiak. Saya pikir wajar, artinya air susu saya mulai banyak.

“Makanya bu, rajin diperah dan dipjat. Kalau payudara dibiarkan mengeras, bayinya malah susah mendapat air susu. Dia kesulitan ngenyot. Harusnya ibu ke ruangan bayi saja, nanti kan saya ajarkan caranya” ujar perawat melihat kondisi saya. Lah, mana saya tahu kalau selama ini frekuensi  dan memerah harus berapa kali sehari.

Sebenarnya saya sudah mengompres, memijat dan memerah payudara 2 x sehari, hasilnya cuma sedikit dan tenaga yang dikeluarkan cukup besar. Aturannya, payudara jangan dibiarkan mengeras, kalau sudah terasa kencang harus diperah. Memerah dijadwalkan 2-3 jam sekali dengan durasi maksimal 15 menit.

Pada hari keempat menjelang kepulangan, saya sempat didatangi petugas rumah sakit dan diminta mengisi angket tentang pelayanan di rumah sakit. Saya sampaikan saja, kalau harapan saya rumah sakit ini pro asi. Saya berharap IMD ditawarkan dan disarankan kepada ibu yang mau melahirkan, tidak memberikan susu menggunakan dot dan mendampingi ibu untuk sukses menyusui.

Apakah sepulang dari rumah sakit, saya langsung bisa menyusui Fatih? Apakah sufor langsung saya enyahkan? Tunggu bagian ke-2, ceritanya masih panjang dan lama., ngos-ngosan saya ngetiknya hehehe.

Senin, 12 Mei 2014

HP YANG BIKIN HEBOH

Bismillah, ini pertama kalinya ikut Give Away. Apapun yang namanya pertama, tentu merupakan kenangan yang sangat membekas, termasuk Hape Pertama yang merupakan tema GAnya Mak Istiadzah Rohyati.

Hape pertama saya Nokia 3330. Saya dapatkan waktu kuliah semester VI, di bulan Mei, berdekatan dengan tanggal lahir saya. Wuih, jaman dulu, hape termasuk barang mewah, bisa dihitung lah mahasiswa yang pegang hape. Di kos saya saja, yang jumlah penghuninya sekitar 50 orang, baru 3 orang yang memiliki hape termasuk saya. Saya dikasih dana sekitar 1-1,5 juta buat beli hape, termasuk nomornya. Saya kemudian minta tolong teman dekat saya untuk mencarikan hape sekaligus nomornya, second. Kenapa second ? Karena dananya dibagi buat beli nomor yang harganya juga masih selangit.

Nokia 3330 pictures
sumber gambar klik dari sini

Beberapa hari memiliki hape, banyak kejadian yang membekas. Menjelang 3 hari ultah, saya di telpon pihak bank. “Apa dapat undian ya?” pikir saya, sudah setengah girang. Maklum, saya termasuk orang yang belum pernah sekalipun menang undian bank.

“Ini dengan mbak Rizka? Begini mbak, tabungan atas nama Mbak, sudah minus 700 ribu rupiah” ujar petugas Bank Pemerintah.

What? Kok bisa?. Ternyata waktu Papa mengirim uang sistem bank sedang offline, sehingga jaringan atm bermasalah. Papa saya sudah kirim uang buat membeli hape, keesokannya saya cek di ATM, uang sudah masuk. Saya ambil untuk beli hape dan nomornya. Ga taunya, kiriman uang nyangkut entah di mana, data di atm berubah lagi, jadinya saya terhitung utang. Aneh kan? Sistem jaman saya dulu memang aneh, banyak kasus seperti saya alami.

Usai kasus hutang beres, ada kasus di kos. Gara-gara hape baru, saya disirikin beberapa warga kos lantai atas. Saat mengangkat hape yang tengah berbunyi, mereka menyindir “ih, hapeku bunyi” atau “hape kok dibawa-bawa”. Lah, namanya juga hand phone, telepon  tangan, ya digenggam tangan dan dibawa kemana pun saya pergi.

Bingung juga, salah saya apa punya hape. Kok ya, cuma saya yang disirikin. Saya jadi merasa tidak nyaman mau angkat hape, kadang saya masuk kamar dengan korden yang tertutup. Usut punya usut teman-teman lantai bawah menyimpulkan bahwa  selain sifat mereka yang usil dengan urusan orang lain, saya dipandang sebagai OKB, Orang Kaya Baru.

Kronologis kejadiannya seperti ini. Sebelum beli hape, saya terlebih dahulu dibelikan komputer beserta printer. Tak lama kemudian, Papa memutuskan untuk mengganti motor lama. Selang satu bulan, karena jarak yang terbentang antara Solo-Denpasar, ditambah telepon di kos kalau ga susah masuk, ya ga diangkat-angkat, hehehe, maklum anak kos pada malas angkat telepon, akhirnya Papa memberikan fasilitas untuk anaknya yang kuliah disediakan hape. Yee, lah orang tua saya baru punya uangnya sekarang buat memberikan fasilitas.

Dua cerita di atas, merupakan kenangan yang gak bakal saya lupa. Gara-gara hape pertama, seumur hidup, baru kali ini saya dikejar-kejar pihak bank, bahkan beberapa teman kuliah sampai menawarkan pinjaman, takut saya ga bisa makan hihihi. Saya juga baru menyadari, bahwa ada yang namanya kecemburuan sosial di dalam kos. Trus kemana hape pertama saya? Akhirnya setelah lulus kuliah saya jual, karena batereinya sudah mulai drop. Bagaimana, kisah hape pertamamu?

Kamis, 08 Mei 2014

PERSIAPAN MENJADI IBU

Alhamdulillah, saya diberi kepercayaan lagi,mengandung calon bayi yang berusia hampir 3 bulan. Kehamilan kedua ini, lebih cepat dari yang direncanakan. 

Awalnya, saya ingin menunggu hingga Fatih selesai disapih. Tentu saja, saya ingin menyapih dengan cinta. Belum genap Fatih berusia 2 tahun, calon adiknya sudah berkembang dalam rahim. Akhirnya, setelah berkonsultasi dengan dokter, saya mantap untuk NWP (Nursing While Pregnant).

Kehamilan kedua ini membuat saya teringat dengan perjalanan kehamilan pertama. Saya menikah di usia yang cukup matang. Usia reproduktif saya semakin sempit. Saya berharap segera cepat diberi momongan. 

Sebulan, 2 bulan, 3 bulan, si “tamu” masih rutin berkunjung. Saya mulai gelisah, ditambah pertanyaan dari keluarga besar, terutama dari keluarga suami yang mulai sering bertanya, “kok belum hamil?”. Kadang saya pengen menjawab, “lah kok tanya saya, tanya sama ALLAH donk”, tapi cuma berani dalam hati hehehe.

 (Saat mengandung Fatih)

Akhirnya mendekati usia pernikahan 1 tahun, akhirnya ALLAH mempercayakan saya dan suami memiliki momongan. Kehamilan pertama, tentu saja kami sangat bahagia. 

Saya mengalami mual dan muntah hingga hampir di trisemester kedua. Hidung dan lidah pun menjadi lebih sensitif. Saya tidak suka bebauan yang menyengat, termasuk bau minyak wangi. Tidak suka masuk dapur, karena tidak tahan dengan bau masakan, serta meminta semua anggota keluarga untuk rajin mengganti baju, tidak tahan bau keringat hihihi.

Segala persiapan, sudah kami lakukan. Termasuk mempersiapkan IMD (Inisiasi Menyusui Dini), rawat gabung dan ASI Ekslusif dan diteruskan hingga 2 tahun. Namun apa daya, IMD tidak bisa dilaksanakan karena kondisi operasi caesar yang tidak memungkinkan. Rawat gabung tidak jadi dilaksanakan, karena saya belum bisa duduk dan suami juga masih kikuk memegang bayi. Asi ekslusif pun gagal terlaksana, karena saya masih belum terampil menyusui Fatih, sehingga pilihan member sufor terpaksa disetujui.

Alhamdulillah, saya tidak mau hanya terfokus pada kegagalan. Ketakutan saya kalau Fatih bingung puting dan keyakinan bahwa  Fatih belum mau menyusui karena saya masih belum terampil, akhirnya membuat saya berhasil mengenyahkan botol dan susu formula di usia Fatih 9 hari. Setelah berhasil, Fatih mengalami growth spurts. Fatih selalu minta mimik hingga berjam-jam, malam pun ngajak begadang. Aktivitas saya hanya menyusui dan mengganti popok, untuk makan, minum dan mandi saja dikejar-kejar oleh tangisan Fatih yang sudah minta disusui.


Ternyata, sungguh berat menjadi ibu, terutama untuk berkomitmen menyusui hingga 2 tahun. Saya sempat bertukar cerita dengan teman-teman sesama ibu muda. Semuanya menyetujui bahwa menjadi ibu perjuangannya besar. Mereka sempat ‘kaget’ bahwa memiliki bayi menguras pikiran dan tenaga. Beberapa teman juga ada yang mengalami baby blue syndrome. Ada yang merasa bahwa kelahiran anaknya membuat kondisi badan sakit dan tenaga terkuras.

Ternyata kebahagiaan yang dikatakan orang tentang menjadi ibu, tidak diiringi pemberian informasi persiapan mental dan fisik. Saya menjadi miris ketika anak-anak muda merasa bahwa dengan menikah dan punya anak, kebahagiaan akan datang sendiri, tanpa diusahakan. Mereka juga tidak paham, bahwa menjadi istri dan ibu tentu harus punya ilmu dan siap dengan konsekuensinya.

Blog Design by Handdriati