Senin, 12 Juli 2021

Perjalanan Menyusui Ibu Bekerja

 


Sebelum jadi ibu, saya pikir mengganti popok adalah pekerjaan paling berat saat punya bayi. Ternyata perjuangan menyusui menjadi pengalaman paling berat bagi saya. Pekerjaan mengganti popok masih dapat digantikan oleh ayah atau anggota keluarga lain. Tapi menyusui menjadi tugas/kodrat ibu yang tidak dapat digantikan.

“Adekku tetap menyusui dan memberikan ASI pada anaknya setelah selesai cuti melahirkan”, cerita seorang teman kantor.

“Caranya gimana mba?. Ada penitipan anak di kantor dan dia dapat menyusui setiap beberapa jam?”, tanya saya.

“ASInya dia perah, disimpan di kulkas. Dia sampai sewa kulkas buat ASIP. Padahal awal menyusui putingnya datar”, jelas teman sekantor.

Cerita tersebut menginspirasi saya untuk bertekad memberikan ASI untuk anak-anak saya kelak. Makanya saat hamil, saya giat mencari informasi tentang menyusui untuk persiapan saat bayi sudah lahir. Cari yang terpercaya, salah satunya bisa cek ibupedia misalnya artikel 9 Tips Ampuh Melancarkan ASI untuk Ibu Menyusui

Bergabung di Komunitas Ibu Menyusui

Facebook merupakan salah satu tempat saya memperoleh informasi menyusui. Awalnya saya membaca postingan beberapa teman tentang menyusui. Informasi itu kemudian saya telusuri hingga akhirnya saya bertemu dan memutuskan untuk bergabung di beberapa komunitas menyusui.

Keputusan saya tepat, dari komunitas tersebut saya memperoleh informasi yang tepat mulai dari IMD (Inisiasi Menyusui Dini), pelekatan saat menyusui, indikasi kecukupan asi, growth spurt, manajeman ASIP, LDR atau Let-down reflex dan informasi lainnya, termasuk informasi MPASI atau makanan pendamping asi. 

Anggota komunitas juga dapat berbagi cerita di sana dengan mengikuti aturan group. Cerita dan pengalaman tersebut memberi gambaran tentang lika liku menyusui.

Meminta Dukungan Keluarga

Tugas atau kodrat ibu selain melahirkan adalah menyusui, namun keberhasilan menyusui diperoleh juga dari dukungan keluarga, terutama untuk ibu bekerja. Makanya, saat saya memutuskan untuk memilih ASI untuk anak saya, keputusan itu saya sampaikan kepada suami dan kedua orang tua. Saat itu saya memang masih serumah dengan orang tua, dan suami pun memang bekerja di luar kota dan pulang seminggu 2 kali.

“Kalau ayah terserah mama saja. Kan mama yang tugasnya menyusui Fatih. Kesuksesan itu bergantung mama” jawab suami mendengar keputusan saya.

Wow, tidak semudah itu Ferguso. Kodrat ibu memang menyusui, tapi tidak otomatis setiap ibu dapat menyusui. Ibu butuh belajar, waktu dan tenaga untuk kesuksesan itu. Selain itu, ibu bekerja membutuhkan bantuan orang lain saat memberikan ASIP.

Dukungan keluarga juga dibutuhkan agar memiliki visi dan misi yang sama, sehingga kedepannya tidak timbul pertanyaan dan konflik mengenai pengasuhan bayi.

Menyiapkan Peralatan Tempur

Saat keluarga sudah meng’iya’kan keputusan saya, menyiapkan peralatan tempur menjadi langkah selanjutnya. Peralatan tempur itu diantaranya alat steril botol, botol kaca untuk menyimpan ASIP serta cooler bag atau tas penyimpan ASI. Saya memutuskan untuk menggunakan tangan sebagai pemerah ASI. Cerita teman kantor kalau adiknya tidak cocok menggunakan alat pompa ASI menjadi alasan terkuat, selain lebih praktis dan higenis saat menggunakan tangan. Cukup mencuci tangan dengan sabun sebelum dan sesudahnya.

Untuk peralatan itu semua, saya hanya mengeluarkan uang kurang lebih seratus ribu rupiah. Semua itu, karena alat steril botol pinjam dari adik dan cooler bag hadiah dari teman hahaha. Jadi hanya perlu membeli botol kaca sejumlah 30 buah.

Untuk pemberian ASIP saya belum mampu mengikuti saran dari WHO dan AIMI, tidak menggunakan media dot. Dot dapat meningkatkan resiko bingung puting untuk bayi. Kejadian bingung puting dialami oleh Fatih saat baru lahir hingga usia 11 hari dan Fattah, saat usia 8 bulan. Namun menggunakan media lain belum berhasil dilakukan.

Mencari Rumah Sakit Pro ASI

Kala itu, tidak semua rumah sakit pro ASI. Poster berisi gambar dan informasi tentang pentingnya ASI yang terpampang di dinding rumah sakit, tidak serta menjadikan rumah sakit tersebut pro ASI. Rawat gabung ibu dan bayi harus berdasarkan permintaan ibu dan keluarga. Saat ASI belum keluar di hari pertama sampai ketiga, pemberian susu formula melalui media dot. Bahkan beberapa kali perawat menawarkan untuk bayi berada di ruang perawatan, alih-alih satu kamar dengan ibunya.

“Ibu gak capek dan sakit menyusui sambil miring seperti itu?”, tanya seorang perawat saat melihat saya menyusui setelah operasi sesar.

“Memangnya kenapa mba?” tanya saya.

“Maksud saya biar adeknya di ruang perawatan saja, jadi ibu bisa beristirahat” jelasnya.

“Ah, gak dibuat menyusui saja, bekas jahitannya sakit mba. Sama saja” jawab saya sambil tersenyum.

Rawat gabung mengharuskan pendamping ibu untuk mandiri mengurus bayi. Kelahiran anak pertama, saya gagal rawat gabung dan ASI Eksklusif, karena suami masih takut memegang bayi dan saya pun belum luwes menyusui. Sedang anak kedua, saya berhasil rawat gabung dan ASI Ekslusif, karena suami sudah percaya diri dan saya sudah pengalaman menyusui.

Ilmu dan Praktik Kadang Tak Sejalan

Sebelum buah hati lahir, saya sudah tahu bahwa menyusui itu tidak gampang. Setelah anak pertama lahir, ternyata menyusui terasa sangat berat. Saya sudah baca informasi tentang pelekatan saat menyusui, growth spurt, mengurut payudara, mastitis dan lainnya. Tapi pengalaman yang minim membuat saya baru berhasil menyusui Fatih di hari ke 11.

Kurangnya ilmu juga menyebabkan payudara saya membengkak di hari kedua setelah melahirkan. Saya mengalami nightmare saat Fatih growth spurt dan mengajak begadang hingga seminggu. Saya berkejaran dengan persedian ASIP di kulkas karena supply dan demand tidak sebanding. Hingga Fattah, anak kedua mengalami bingung puting di usia 8 bulan karena penggunaan dot.

Untuk semua rintangan yang saya hadapi, slogan saya “menjadi ibu bekerja dan tetap menyusui merupakan pilihan saya”. Pilihan ini membuat saya tetap bersikukuh untuk menyusui meski harus belajar dan bekerja keras untuk menyelesaikan rintangannya.

Meski harus menangis, menahan sakit dan lelahnya, saya berusaha agar Fatih mau menyusui dan terbayar di hari ke 11. Saya tetap memerah ASI meski di kantor atau pun di rumah saat malam dan dini hari demi persediaan ASIP untuk buah hati. Saya tetap berusaha menahan kantuk, lelah dan emosi saat mereka growth spurt. Saya kembali berjuang saat Fattah mengalami bingung puting dengan memilih siang hari pulang ke rumah untuk menyusui demi mendapatkan bonding menyusui. Terakhir saya abaikan omongan negatif orang melihat perilaku keras kepala saya agar tetap memberikan ASI.

Alhamdulillah, meski bekerja, saya tetap dapat memberikan ASI untuk kedua buah hati saya hingga usia 2 tahun lebih dan menyapihnya dengan cinta. Pengalaman menyusui ini saya ikutkan lomba Share Your Parenting Story yang diadakan Ibupedia. Yuk ikutan dan ceritakan kisahmu.



Blog Design by Handdriati