Selasa, 30 September 2014

PRIA SEMPURNA

Ada 3 hal yang menjadi rahasia ALLAH, salah satunya yaitu jodoh. Sebelum bertemu dengan ayah a.k.a mas bojo, saya tidak pernah menduga akan memiliki pasangan hidup yang satu daerah dan memiliki profesi sebagai jurnalis. Terlebih lagi kisah pertemuan hingga ke pelaminan kami penuh dengan rasa deg-degan seperti yang pernah saya ceritakan di sini.

Usia saya ketika bertemu dengan ayah, sudah cukup matang sekitar 27 tahun dan akhirnya kami menikah saat usia saya 29 tahun. Sebelum bertemu dengan ayah, saya sempat ‘dekat’ dengan beberapa pria. Bahkan saat sudah terungkap perasaan kami berdua, saya masih sempat ditraktir oleh teman pria saya. Tanggapan ayah saat itu, boleh katanya. Tapi ya cuma boleh sekali itu, setelah itu dia pasti akan uring-uringan kalau saya dekat dengan teman-teman pria hehehe.

Selama masa pencarian, saya belum merasakan adanya kecocokan dengan pria-pria tersebut. Apakah mereka kurang ideal atau saya yang mencari pria yang sempurna? Rata-rata dari mereka sudah bekerja dan kemungkinan memang berniat menjalin hubungan yang serius. Kok kemungkinan? Ya, karena ada juga yang tidak langsung berterus terang dengan keseriusan mereka. Misalnya nih, ada temannya yang malah bertanya tentang perasaan dan keseriusan saya dengan teman prianya. Lah kok ga bertanya langsung?. Alasannya, dia ingin membantu temannya, tapi dia menjamin kalau temannya memang menyukai dan berniat serius dengan saya.

Ada lagi yang menyatakan perasaannya di depan teman saya atau kalau gak memakai pengandaian. Misalnya kalau saya di suruh memilih temanmu atau kamu, saya pilih kamu saja. Lah?? Maksude piye?

Bagi pria semacam itu, saya tidak menganggap serius, kan memang sikap mereka terlihat belum serius.

Eits, tapi ada juga yang setelah pertemuan pertama berniat serius dengan masa perkenalan 3 bulan yang kemudian dilanjut dengan keputusan menikah atau tidak. Pria yang satu ini, dari segi bibit, bebet dan bobotnya cukup bagus. Menurut teman saya, mendekati sempurna lah. Berdasarkan informasi dari teman kuliah yang kebetulan pernah menjadi adik kelasnya di SMA, ia berasal dari keluarga yang terpandang dan paling kaya di daerahnya..wow. Saat itui, dia sudah bekerja di sebuah perusahaan, meski masih staf biasa dan memiliki sampingan berwiraswasta. Yang bikin wow lagi, menurut informasi teman, dia adalah mantan ketua OSIS yang cukup popular dan sarat dengan prestasi. Piala dan piagam berjejer di rumah.

Bak ketiban durian runtuh donk. Saya kebetulan suka durian, tapi kalau ketiban kan rasanya sakit kena durinya. Akhirnya saya malah ketakutan sendiri. Iya, dia begitu wow, sedang saya profil yang biasa-biasa saja. Pertemuan pertama dan kedua, dia banyak berbicara tentang dirinya dan pengetahuan psikologi yang merupakan bidang saya. Batin saya, ini orang terlalu wow, saya merasa tidak punya nilai apa-apa.

Sholat istikharah yang dijalani tidak menghasilkan apapun. Saya tidak bermimpi apa-apa, tidak ada kemantapan hati hingga membuat saya merasa ketakutan sendiri. Untunglah, si pria memutuskan untuk tidak melanjutkan, saya lupa alasannya apa. Mungkin dia menemukan ketidakcocokan atau melihat muka saya yang cemas ketika bertemu dengannya..hehehe..

Setelah peristiwa itu, doa saya untuk masalah jodoh berubah redaksinya menjadi “Ya ALLAH, segerakan, mudahkan dan dekatkanlah aku dan jodohku. Getarkanlah hatiku bila ia memang jodohku”.

Ya, saya meminta agar hati bergetar saat menemukan jodoh yang dimaksud. Saya tidak memberikan kriteria apapun, karena kesempurnaan itu relatif.

Sampai saya bertemu dengan ayah, dan seperti doa saya, bergetarlah hati saya setiap bertemu atau mengingatnya. Saat bertemu, dia masih berstatus mahasiswa dan dari keluarga yang biasa, tidak sekaya keluarga pria yang saya ceritakan di atas. Pembicaraan kami di awal pun santai, mengalir dan bukan hal yang berat.


Entah mengapa saya merasa cocok, padahal usianya lebih muda dari saya. Menurut saya, ayah pria yang sempurna. Segi fisik, sempurna lah untuk memperbaiki keturunan, kan ayah orangnya tinggi besar..hihihi. Passionnya pun jelas di bidang jurnalistik, bisa melengkapi wawasan saya yang kurang. Lumayan, saya ga perlu baca koran atau nonton berita dengan intensif hahaha.

Apakah ayah tidak memiliki kekurangan? Ada donk, setidaknya saya memiliki pengetahuan di bidang psikologi lebih dari ayah. Jadi saya merasa memiliki nilai yang berbeda darinya.

Satu peristiwa penting melengkapi kesempurnaan itu. Usai membaca salah satu koleksi buku saya yang bercerita tentang pengalaman penderita schizophrenia dari luar negeri, ayah berujar “Eh Mah, ternyata penderita schizophrenia di luar negeri mengalami delusi dan halusinasi ya?”

Mendengar ucapannya saya bengong “Maksudnya?”.

“Iya, kalau yang di Indonesia kan ga mengalami delusi dan halusinasi kan?” jelas ayah lagi.

“Hahaha” tawa saya sambil membatin sungguh pria yang sempurna bisa membuat saya tertawa.

Selamat Milad Ayah...

Selasa, 23 September 2014

SUSUNYA APA?

Sebenarnya saya pengen bikin tulisan untuk GAnya Mak Airin. Sudah semenjak berminggu-minggu memikirkan apa yang ingin dituliskan. Lirik-lirik tulisan yang lain kok semuanya tentang pengalaman sekolah yang dulu atau sekolah anaknya. Saya? Kayaknya nothing special dengan sekolah yang dulu, atau saya memang bukan anak yang special ya hihihi, jenis pelajar biasa-biasa saja, bahkan nyaris tenggelam.

Akhirnya daripada pusing belum dapat ide dan nyari bahan, balik lagi ke cerita Fatih. Cerita ini bermula dari pertanyaan seorang ibu saat kami, saya dan Fatih naik angkutan.

Mungkin mendengar saya dan Fatih bercakap-cakap, seorang ibu mengajak saya mengobrol.

“Umur berapa anaknya Mbak? tanya ibu memulai percakapan

“27 bulan bu” jawab saya sambil tersenyum

“Susunya apa? tanya si ibu.

Sampai di sini saya agak bingung juga mau jawab apa. Fatih sudah berhasil dan menyapih di usia 25 bulan 12 hari, artinya sekarang sudah tidak minum ASI lagi, sementara saya juga tidak mengharuskan dan melatih Fatih minum susu pertumbuhan. Hanya susu UHT coklat yang tersedia di kulkas untuk diminum saya, ayahnya dan Fatih kalau dia mau. Itupun tidak setiap hari tersedia.

Akhirnya saya memilih untuk mengatakan apa adanya saja.

“Dulunya sih minum ASI bu, tapi sekarang sudah disapih, sesekali paling minum susu UHT coklat kalau dia memang mau” jawab saya.

“O, makannya banyak mbak?”tanya si ibu lagi.

“Alhamdulillah, makannya lumayan, sesekali kadang ya ga mau makan nasi sehari 3x” jawab saya.

Ujungnya si Ibu cerita kalau cucunya maunya minum susu formula saja, makannya susah. Memang dari dulu sudah di kasih susu formula, karena ASI  anaknya tidak keluar, sekarang malah nagih susu formula trus, ga mau makan nasi. Kalau permintaan susu ditolak, si cucu mengamuk.

Saya sih cuma senyum aja, masak mau konsultasi di angkutan. Tambahan lagi si ibu sudah sampai di tempat tujuan.

Cerita soal susu apa, saya termasuk kaum minoritas soal tidak mengharuskan pemberian susu. Teman-teman kantor saya, biasanya setelah anak tidak minum ASI memberikan pengganti susu formula, ada juga yang memberikan ASI dan tambahan susu formula.

Beberapa teman sudah menyarankan untuk memberikan tambahan susu, mungkin melihat anak saya kurus, padahal makannya Fatih ya sudah cukup banyak. Memang ketika usia Fatih setahun, berat badannya seret banget. Timbangan dari bulan ke bulan naik turun, hingga akhirnya saya memutuskan dan berkonsultasi dengan dokter untuk cek ADB, hasilnya memang HBnya rendah dan harus terapi zat besi. Setelah HB normal barulah terapi dihentikan.

Fatih yang gendut cuma pipinya

Hasilnya berat badan Fatih sih naik, cuma ya masih terlihat kurus dibanding anak-anak teman kantor. Sampai saat ini sih saya masih anteng-anteng saja, tidak tergiur membiasakan dan memaksa Fatih minum susu atau memberi vitamin penambah nafsu makan atau minyak ikan.

Alasan saya sebenarnya simple, susu itu bukan yang utama, justru akan merusak selera makan bila terlalu banyak.  Vitamin yang paling baik ya dari sumbernya langsung, justru kalau diberikan tanpa konsultasi dengan dokter jangan-jangan malah over dosis.

Alasan yang utama ada sih, NGIRIT hihihi. Ya iyalah, ngapain juga kasih tambahan ini itu kalau memang tidak dibutuhkan. Kebanyakan susu malah bikin obesitas dan kecanduan. Yang ada malah bingung mengurangi kecanduan dan bikin program diet buat anak kalau saat beranjak besar. Saat masih kecil memang lucu kalau lihat anak gemuk, tapi kalau sudah besar kan wegahi.

Sabtu, 13 September 2014

MENGEJAR KERETA

Dulu, pas umur Fatih setahunan, dia paling suka dengan mobil. Bukan mobil mainan, tapi mobil beneran, mobilnya yangkung hehehe..Tiap ayahnya pegang setir, pasti pengen ikut duduk dipangku ayahnya sambil nyetir. Kalau mobil mainan, saya cuma membelikan 1 mobil. Pas usia 2 tahun, dapat kado dari sepupunya mobil dengan remote control, itupun dia masih takut. Tiap mobil dimainkan Fatih atau orang lain, dia langsung naik ke kursi untuk menyelamatkan diri, takut tertabrak.

Menjelang 1,5 tahun, Fatih mengenal kereta api melalui acara televisi. Semenjak itu, Fatih menyenangi kereta api. Sering sekali Fatih menyebutkan tutut *panggilan kereta. Akhirnya saya dan ayahnya berinisiatif mencarikan video kereta api.

Tak lama kemudian, ayahnya membelikan mainan kereta api yang berjalan di atas rel. Awalnya Fatih takut, dia memang tidak begitu menyukai mainan yang bisa berjalan sendiri. Lama kelamaan dia mulai terbiasa bahkan bisa memainkan sendiri.

Kesukaan Fatih akan kereta api, sudah setengah tahun lebih masih tetap bertahan. Setiap membeli mainan, pasti dia minta kereta api, eh tapi dia juga ga sering membeli mainan kok. Dia cuma punya kereta api 4 buah. Satu dibelikan ayahnya, satu lagi dikasih sepupunya, 1 beli dari duitnya sendiri dan yang 1 rencana buat hiasan kue ulang tahunnya malah ketauan duluan, ga jadi deh.

Fatih juga tertarik dengan buku yang ada gambar kereta apinya. Saat ini sih dia baru punya 1, tapi sudah minta buku Thomas si kereta api yang masih dalam pemesanan. Saya memang ingin memperkenalkan buku melalui kesukaan Fatih akan kereta.

Saat bepergian, Fatih juga selalu menyebutkan soal kereta. “Naik kereta Ma” katanya. Padahal kalau sudah ketemu kereta, seringkali dia takut dan ga mau naik kereta. Seringkali saat bepergian berakhir dengan cerita mengejar kereta.

Saat di Semarang, sudah ke stasiun Tawang, eh sayangnya ga boleh masuk ke jalur kereta kalau ga bawa tiket. Alhasil untuk mengobati keinginan Fatih lihat kereta di ajak ke Lawang Sewu, habis Fatih dah ribut aja minta lihat kereta.

Pernah juga ngajak Fatih lihat kereta di Pabrik Gula. Sayangnya Fatih punya sifat pengen tapi takut, jadi ga mau naik keretanya.

Terakhir mengejar kereta di Purwodadi setelah menghadiri kondangan Tante Lani. Kondangan ga ada setengah jam, ngejar keretanya berjam-jam. Awalnya, kami mengejar kereta ke Ngrombo daerah Toroh, eh ternyata lagi ada perbaikan jalan, jadi kesulitan untuk masuk stasiun. Perjalanan di lanjut ke stasiun Gundi. Sampai di Gundi, sepi banget dan keretanya baru saja lewat menuju Solo. Hadeh, Fatih semakin ribut mau lihat kereta. Akhirnya balik lagi ke Ngrombo, beruntung setelah memarkir mobil, ada pemberitahuan kereta akan lewat. Langsung saja, saya suruh Ayah menggendong Fatih untuk segera menuju stasiun. Alhamdulillah setelah perjalanan hampir 2 jam mengejar kereta, Fatih diberi kesempatan melihat kereta barang..hihihi..

Mengunjungi Rumah Kereta di PG Rendeng

Jumat, 12 September 2014

PAPA CONTOH BIJAK MENGELOLA KEUANGAN KELUARGA


“Gajimu sekarang berapa?” tanya Papa saat santap malam bersama.

“Sekitar X” jawab saya.

“Punya tabungan kan?” tanya Papa lagi

“Ada lah. Kenapa to Pa?” tanya saya sambil membereskan piring.

“Dulu waktu Papa masih kerja, Papa suka heran dengan teman-teman kantor. Baru saja minggu lalu terima gaji, kok masih menunggu bonus dari kantor. Alasannya gaji yang kemarin sudah dipakai buat nyicil mobil dan  bayar kuliah anaknya. Gaji Papa saja masih utuh. Apa mereka gak punya tabungan ya?” jelas Papa.

"Papa rasa seberapa besar gaji seseorang itu, ga akan pernah cukup kalau pengeluarannya melebihi pemasukan. Kalau memang belum mampu membeli sesuatu, ya jangan dipaksakan apalagi demi gengsi. Misal mobil, sekarang kan bisa mencicil, tapi biaya perawatan mobil juga kan tidak murah. Sekarang memang mudah kalau mau mencari pinjaman, tapi tetap harus diperhitungkan kemampuan. Mobil kan harganya akan semakin turun dari tahun ke tahun, tidak cocok dijadikan investasi. Beda dengan membeli rumah atau tanah, semakin tahun, harga semakin naik" lanjut Papa.



Cerita di meja makan itu, terjadi juga di kantor saya. Seorang teman perempuan, sebut saja namanya A, belum menikah namun menjadi tulang punggung keluarga menghidupi kedua orang tua dan seorang adik. Saat ini sih, kedua orang tua sudah meninggal dan adiknya sudah berkeluarga. Yang menjadi perhatian saya adalah kebiasaannya mengambil hutang baik di Koperasi maupun di Bank yang bekerjasama dengan kantor. 

Hampir seluruh gajinya habis untuk membayar tagihan hutang. Bahkan dia meminjam nama rekan kantor untuk mengambil hutang dan sempat juga meminjam nama saya. Untung segera dilunasi, sempat mau pinjam nama lagi, tapi saya tolak dengan alasan mau saya pakai buat ambil hutang.

Lain lagi dengan cerita teman pria, sebut saja namanya B. Dia sudah berkeluarga dengan 3 orang anak yang bersekolah dari tingkat SD hingga SMA. Istrinya tidak bekerja, fokus mengurus keluarga. Dengan jumlah gaji yang sama dengan teman perempuan A, dia masih bisa menyisihkan tabungan 1 juta/bulan.

Wah, kok bisa berbeda ya. Gaji sama tetapi berbeda kecukupannya. A selalu merasa kurang dan menambah beban dengan mengambil hutang terus menerus, sedang B meskipun memiliki tanggungan istri dan 3 orang anak namun masih mampu menabung sebesar 1 juta/bulan.

Saya kemudian tertarik mencari tahu soal pengelolaan keuangan. Ternyata perbedaannya adalah kemampuan melek finansial. Apa itu melek finansial? Melek finansial adalah kemampuan membaca dan memahami laporan keuangan. Orang yang melek finansial minimal memahami 2 bentuk laporan keuangan, yakni arus kas dan aktiva/harta. Kas terdiri dari pemasukan dan pengeluaran, sedang aktiva terdiri dari aset dan liabilitas.

Pemasukan meliputi semua penghasilan yang didapat dengan menukarkan waktu secara langsung maupun tidak langsung. Sedang pengeluaran meliputi semua biaya hidup termasuk cicilan aset baik yang bergerak maupun tidak bergerak.

Aset adalah semua hal yang menyebabkan pemasukan kas, meliputi diri kita sendiri, pasangan atau anggota keluarga yang ikut mencari nafkah, rumah/mobil yang disewakan dan sebagainya. Liabilitas adalah semua kewajiban yang masih menjadi beban dan menyebabkan pengeluaran kas.

Kemampuan melek finansial membuat seseorang bersikap secara bijak dalam mengelola keuangan keluarga. Mengelola keuangan bukan menyeimbangkan antara pemasukan dan pengeluaran namun meningkatkan aset yang kita miliki. Ada beberapa langkah untuk mengelola keuangan keluarga secara bijak :

  • Pastikan gaji dan nilai kita sesuai
Kita bekerja tentu mengharapkan penghasilan yang sepadan dengan nilai kita. Penghasilan yang sepadan yang artinya cukup menjadi modal kita untuk mengelelola keuangan. Bila kita digaji atau berpenghasilan rendah, sudah saatnya kita mulai berfikir melamar pekerjaan baru atau memiliki pekerjaan sampingan untuk menambah penghasilan.

Di kantor saya bekerja, beberapa teman memiliki pekerjaan sampingan untuk menambah penghasilan. Ada yang menjadi tenaga honorer, ada yang memiliki wirausaha. Saya sendiri menambah penghasilan dengan menjadi psikolog, narasumber, merintis usaha dan menjadi blogger.

  • Pengeluaran lebih kecil daripada pemasukan.
Berdasarkan literature yang saya baca, besaran pengeluaran berkisar antara 40% - 60% dari penghasilan, sedang sisanya untuk tabungan, investasi dan sedekah atau berbagi.

Ada beberapa tips untuk bisa meminimalkan pengeluaran, diantaranya :

- Bila hanya bepergian sendirian atau berdua dan di dalam kota, kita bisa menghemat bensin dengan memilih menggunakan motor daripada mobil.

- Mengurangi frekuensi makan di luar dengan lebih sering memasak atau membawa bekal masakan dari rumah ketika akan bepergian.

- Menghemat penggunaan air dan listrik dengan menggunakan secara efisien. Jangan membiarkan air keran menyala saat menyabuni piring atau menggosok gigi, mematikan lampu, alat elektronik ketika tidak digunakan.

  • Setia kepada anggaran
Jika telah membuat rencana anggaran, maka berusahalah setia dan hindari pengeluaran di luar anggaran. Saya ingat, di masa kecil ketika masih sekolah di tingkat dasar, untuk bisa membeli segelas teh, saya memilih pulang sekolah dengan berjalan kaki. Jarak antara sekolah dan rumah sekitar 1 km, cukup jauh untuk anak seusia saya. Nyatanya kedua orang tua saya tetap setia pada anggaran, tidak mau menambah uang saku yang artinya menambah pengeluaran..hihihi.

  • Bayarlah hutang kartu kredit atau pinjaman bank
Gunakan kartu kredit sebagai pilihan terakhir. Bila kita terpaksa menggunakan kartu kredit, maka segeralah lunasi. Usahakanlah untuk tidak menambah beban hutang. Teman saya, A selalu terbelit hutang, karena dia selalu menambah plafon atau besaran hutangnya. Bila ada tawaran dari bank atau koperasi untuk meminjam uang, dia segera memanfaatkan kesempatan itu. Dia menutup hutang yang lalu dengan menambah plafon yang lebih besar, sehingga dia mendapat kelebihan uang tunai.

  • Tabung minimal 10% dari penghasilan
Menabung dilakukan saat pertama menerima penghasilan, bukan sisa dari pengeluaran. Teman saya, B, menabung di awal menerima gaji. Tabungan dipotong langsung dari gaji dan dimasukkan ke koperasi kantor.

Selain itu tabungan juga diperlukan untuk menyiapkan dana darurat. Dana darurat digunakan misalnya bila ada pemutusan hubungan kerja, sehingga membutuhkan waktu untuk mencari kerja yang baru atau kondisi yang sangat membutuhkan dana dengan segera. Besarnya dana darurat menyesuaikan struktur dalam keluarga. Suami istri yang belum memiliki anak harus memiliki dana darurat minimal 6 kali jumlah pengeluaran dalam sebulan, sedang yang sudah memiliki 1 anak minimal 9 kali pengeluaran dalam sebulan.

Belajar menabung

  • Maksimalkan tunjangan kantor

Gunakan tunjangan kantor untuk menghemat pengeluaran. Misalnya untuk biaya kesehatan atau penggantian uang untuk hari cuti yang tak sempat diambil. Ada lho, teman saya yang orang tuanya memilih berobat di luar daripada di dokter yang ditunjuk kantor, mungkin uangnya berlebih kali ya.

  • Ikut dana pensiun

Tidak semua perusahaan menyediakan dana pensiun yang memadai untuk pegawainya. Kita bisa menambah mengikuti program dana pensiun di luar program pensiun perusahaan untuk menambah tabungan pensiun.

  • Investasi

Jika masih memiliki dana berlebih, kita bisa menginvestasikan uang yang dimiliki. Konsultasikan kepada ahlinya atau lembaga keuangan terkemuka. Salah satu lembaga keuangan yang menyediakan jasa konsultasi keuangan serta solusi masalah finansial adalah Sunlife Financial.

Produk finansial yang ditawarkan oleh Sunlife mulai dari produk asuransi pendidikan dan kesehatan, hingga perencanaan masa pensiun hingga investasi. Semua produk tersebut menjawab tiga kebutuhan mendasar : kebutuhan akan perlindungan, kebutuhan akan tabungan dan kebutuhan akan investasi.

Papa saya adalah salah satu contoh orang yang melek finansial. Memang latar belakang beliau di bidang ekonomi, tapi seharusnya dengan latar belakang apapun semua orang harus melek finansial sehingga mampu bersikap bijak mengelola keuangan keluarga.

Papa dan para cucu

Papa adalah pensiunan pegawai BUMN. Sewaktu masih bekerja, masih terekam dalam memori saya, bahwa gaya hidup kami dari tahun ke tahun tidak lah berubah, meski penghasilan Papa semakin meningkat. Hidup hemat dan secukupnya selalu ditekankan dalam keluarga kami.

Saat rekan-rekan lain sudah memiliki mobil, Papa tetap setia berangkat ke kantor dengan motor atau angkutan. Akhirnya memutuskan untuk membeli mobil karena prasyarat sebuah jabatan yang diembannya.

Saat ini Papa menikmati masa pensiunan dengan tenang. Meski masih memiliki tanggungan 1 adik yang masih kuliah, tetapi karena uang tabungan yang dimiliki cukup besar, rasanya Papa tidak mengalami kesulitan ekonomi di masa pensiun.

Selain uang pensiun yang diterima setiap bulan, Papa menginvestasikan sejumlah uang untuk dikelola oleh teman kepercayaannya. Dua rumah lain yang dimiliki juga disewakan untuk menambah penghasilan.

Ketika membangun rumah untuk ditempati di masa pensiun Papa memilih untuk membangun rumah dengan luas dan biaya yang secukupnya. Pandangan Papa, meski mampu membangun rumah mewah, namun akan menambah pengeluaran untuk perawatan. Jelas Papa memandang rumah mewah untuk ditempati bukanlah aset, namun liabilitas atau harta yang menyebabkan pengeluaran.

Sikap bijak Papa mengelola keuangan keluarga memberikan perlindungan untuk keluarga. Setidaknya kami tidak pernah merasakan hidup yang sulit hingga tak mampu makan. Otomatis kesejahteraan keluarga dapat dipertahankan dan ditingkatkan.

Papa generasi jaman dulu saja, melek finansial dan mampu bersikap bijak mengelola keuangan keluarga, bagaimana kita generasi muda yang sangat mudah mengakses beragam informasi dan ilmu?

Daftar Pustaka :

Senin, 08 September 2014

DAFTAR KEGIATAN FATIH BELAJAR DI RUMAH 1

Kemarin saya menceritakan tentang pencarian jalur pendidikan untuk Fatih, kemudian terfikirkan oleh saya untuk memposting jadwal kegiatan yang sudah dibuat sebulan yang lalu.

Jadwal ini saya buat berdasarkan beberapa sumber yaitu di rumah ispirasi milikinya Mas Aar dan mbak Lala dan kuesioner pra skrining perkembangan (KPSP) di klinik tumbuh kembang.

Saya buat mungkin agak detil sesuai dengan sifat saya yang katanya teman-teman bak serse, kepo dan terlalu mendetail hihihi. Semoga daftar kegiatan ini bisa terlaksana dan sesuai dengan tahapan perkembangan usia Fatih.




No
NAMA KEGIATAN
1
Menyebut nama ALLAH

2
Shalat dzuhur, ashar, magrib dan isya berjamaah

3
Mengucapkan bismillah dan alhamdulillah

4
Wudhu sebelum shalat

5
Mendengarkan dan menirukan bunyi surat Al- Fatihah dan Al-Ikhlas

6
Mendengarkan dan menirukan huruf hijaiyah

7
Mengucapkan salam ketika memasuki dan meninggalkan rumah

8
Memeluk dan membelai untuk menunjukkan rasa sayang

9
Memberi makan Boni dan Ikan

10
Menyiram dan merawat tanaman

11
Membantu dan menolong keluarga atau teman

12
Mengucapkan terima kasih, meminta ijin dan meminta pertolongan

13
Merespon sapaan dengan ramah

14
Bersosialisasi seminggu 2-3 kali dengan teman atau saudara

15
Mengajak berkenalan dan menghafal nama teman atau saudara

16
Menyapa teman atau saudara

17
Diberi pilihan dan dipersilahkan untuk memilih

18
Diberi tahu barang miliknya dan milik orang lain

19
Diberi kebebasan untuk mempertahankan barang miliknya dengan cara yang baik

20
Belajar membersihkan diri, misal cuci tangan, membasuh setelah BAK dan BAB

21
Belajar makan dan minum sendiri

22
Belajar untuk bergabung dengan keluarga tanpa orang tua

23
Belajar mengekspresikan marah dengan wajar

24
Belajar merapikan dan menyimpan mainan

25
Belajar bersabar

26
Mendengarkan cerita dan dongeng (misal dari buku atau laptop)

27
Mendengarkan dan menyanyikan lagu-lagu

28
Belajar melaksanakan perintah

29
Mengucapkan kalimat 2-3 kata

30
Menjawab pertanyaan : apa, siapa dan di mana

31
Menggunakan kata ganti aku

32
Menyebutkan nama lengkap

33
Bercerita pengalaman dari kegiatan yang dilakukan

34
Menggambar cerita dengan berbagai alat gambar (dibantu dengan menuliskan cerita tentang gambar)

35
Belajar membedakan warna (merah, kuning, biru) dengan bermain cat air atau permainan lain

36
Bermain lego, puzzle dan balok kayu

37
Mendengarkan dan mengikuti bunyi huruf latin

38
Berhitung dari 1-10 dengan benar, dan membedakan bilangan 1 dan 2

39
Belajar melompat turun dari ketinggian 10-20 cm, melompat ke depan dengan dua kaki

40
Memanjat, merayap, merangkak dan masuk ke dalam kolong meja dan kursi.

41
Bermain bola sambil belajar menggulirkan, melempar, menangkap dan menendang bola serta memasukkan bola dalam keranjang.


42
Membantu pekerjaan rumah dan memasak, sambil belajar mengaduk cairan, menuang air dan biji-bijian dan meraup pasir dan biji-bijian

43
Merobek dan meremas kertas

43
Melipat dan menggunting kertas

44
Bermain playdough

45
Bermain meronce

46
Naik turun tangga dengan pegangan

47
Mandi dan menggosok gigi saat mandi dan ketika mau tidur

48
Menggunakan benda sebagai alat musik

49
Menari dan senam sederhana

50
Belajar mengenal jenis kelamin

Jumat, 05 September 2014

BELAJAR DI RUMAH

Semenjak usia Fatih 1,5 tahun, saya sudah mulai tertarik dengan homeschooling. Hampir serupa dengan cara mencari ilmu tentang menyusui, MPASI dan kesehatan anak, demikian pun tentang pendidikan, saya memanfaatkan media sosial fesbuk untuk menimba ilmu.

Awal mula, saya bergabung  di group Indonesia Homeschoolers, kemudian mengikuti blog rumah inspirasi punyanya mas Aar dan mbak Lala, setelah itu mengetahui adanya Komunitas Charlotte Manson Indonesia dan terakhir Komunitas Homeschooling Keluarga Muslim. Meskipun saya member pasif, tapi hanya dengan menyimak diskusi dalam komunitas, banyak ilmu yang didapat.

Bermain peran memasak

Satu hal yang mendasari mengapa saya tertarik dengan homeschooling, karena tanggungjawab pendidikan itu ada di tangan orang tua. Sekalipun kita memutuskan untuk memasukkan anak di sebuah sekolah, apapun yang terjadi pada anak kemudian adalah tanggungjawab kita. Seandainya ada permasalahan di sekolah, entah itu berkaitan dengan guru, pembelajaran ataupun sesama pelajar, kita tetap tidak bisa menyalahkan pihak sekolah sepenuhnya, karena kitalah yang memutuskan anak untuk belajar di sana.

Sampai saat ini, saya masih belum memutuskan apakah kelak akan teguh menjalani homeschooling ataukah kelak ketika TK atau SD akan memasukkan anak untuk belajar di sekolah formil. Beberapa teman yang sudah mengetahui ketertarikan saya akan homeschooling bertanya keseriusan saya. Jawaban saya sementara, untuk saat ini Fatih memang menjalani homeschooling dan di usianya 2 tahun saya belum tertarik untuk memasukkan di TPA atau Kelompok Bermain.

Aktifitas coret-coret

Apa yang membuat saya masih belum yakin sanggup menjalani homeschooling?

Saya adalah ibu rumah tangga yang bekerja dari pukul 8,00 hingga 15.00 WIB. Praktis keseharian saya berada di kantor dan hanya memiliki waktu di pagi dan sore hari bersama Fatih. Selama saya bekerja, Fatih dipantau dan dimomong oleh kedua eyangnya. Tapi tentu saja, tidak etis kalau saya membebani eyangnya dengan tanggungjawab yang besar untuk mendidik Fatih. 

Setiap pulang bekerja, saya pasti menanyakan aktifitas Fatih seharian, juga berusaha untuk menjelaskan tugas perkembangan Fatih dan meminta eyangnya untuk menstimulasi dan mendampinginya. Namun tentu saja, saya harus berbesar hati jika semua tidak bisa terlaksana dengan ideal, karena tugas itu seharusnya adalah tanggungjawab saya.

Kondisi saya yang masih menumpang di rumah orang tua membuat saya juga tidak bisa menetapkan aturan seenaknya. Terutama mengenai tontonan televisi. Saya memilih, kalau bisa tidak ada televisi di rumah, terutama sinetron atau tontonan yang tidak mendidik, namun televisi merupakan sebuah hiburan terutama untuk eyang yang aktifitas di luar rumah banyak berkurang. Rasanya kurang adil kalau eyangnya hanya boleh nonton upin ipin saja hihihi.

Selama ini yang sudah saya lakukan adalah berdiskusi dengan ayahnya Fatih soal homeschooling. Sejauh ini, ayahnya menyerahkan semua kepada saya sebagai ibunya.  Sebenarnya saya ingin ayah juga mencari tahu tentang homeschooling, kalau perlu membuat juga daftar kegiatan dan evaluasi kegiatan yang dilakukan Fatih per semester. Tapi saya sudah cukup senang lah, ketika diingatkan soal sikap yang harus diambil dalam menghadapi Fatih, selama itu mendasar, pasti ayah bersedi melakukannya. Ayah bahkan sudah berfikir untuk memasukkan sekolah formil di tingkat sekolah dasar, artinya TK di rumah saja.

Mengunjungi kereta di Pabrik Gula

Tinggal proses dan waktu yang akan menjawabnya, semoga setelah rumah kami bisa ditempati dan adik Fatih lahir, kami sudah memutuskan jalur pendidikan apa yang kami ambil. Bukankah apapun bentuk pendidikannya, kami tetap bertanggungjawab? 

Senin, 01 September 2014

MIMPI MEMBANGUN RUMAH BELAJAR

Saya termasuk orang yang sering bermimpi. Hampir setiap malam, saya bermimpi. Mimpi yang dialami pun ada beberapa yang unik. Saya pernah mimpi yang berlapis-lapis, saya mimpi sedang bermimpi, dan di dalam mimpi saya bermimpi lagi, berapa lapis? ratusan..hihihi seperti iklan makanan.

Seringnya bermimpi membuat saya tidak terlalu memikirkan dan hanya menganggap sebagai bunga tidur. Namun tidak hanya bermimpi di kala tidur, saya pun seringkali membuat impian di saat saya tersadar.


Sewaktu SMP, saya punya mimpi, nilai NEM bahasa Inggris tidak mengecewakan. Memang saya sangat lemah dalam bahasa Inggris, sehingga nilai mata pelajaran bahasa Inggris saya minim. Demi mewujudkan mimpi, 3 bulan sebelum EBTANAS, saya sudah mempelajari kembali bahasa Inggris. Mulai buku kelas 1 hingga kelas 3 saya pelajari dengan seksama, buku bahasa Inggris pun bertebaran di kamar saya. Hasilnya, nilai EBTANAS bahasa Inggris tidak mengecewakan, bahkan lebih bagus daripada nilai bahasa Indonesia *kipas-kipas pakai buku.

Memasuki bangku kuliah saya bermimpi untuk percaya diri dan terampil berbicara. Sungguh, bagi saya ini tidak mudah. Semenjak SD hingga SMA saya hanya ikut kegiatan ekskul dan itupun sekedar menjadi anggota. Usaha dimulai dengan memberanikan diri untuk mengajukan pertanyaan di perkuliahan. Masih membekas dalam ingatan saya, saat pertama mengajukan pertanyaan, suara saya gemetar saking groginya. 

Saya pun menambah usaha dengan mengikuti organisasi dan kegiatan ekstra kampus. Saat itu, saya diberi kesempatan untuk menjadi moderator dalam acara sapamaba. Wuih, saya mempersiapkan diri dengan maksimal. Mulai dari belajar berbicara di depan kaca hingga membuat catatan yang lengkap untuk bahan berbicara. Awal membuka pembicaraan cukup lancar, sayangnya di akhir acara, contekan eh catatan saya jatuh ke bawah meja. Waduh, tidak mungkin saya untuk mengambilnya, terpaksalah menutup acara dengan belepotan *sambil melirik teman yang menahan tawa.

Selanjutnya, perjalanan saya belajar berbicara terasa lebih mudah. Mendekati akhir masa perkuliahan, saya menyadari, bahwa kemampuan menulis sangat rendah. Sayang, saya hanya belajar menulis skripsi hihihi, itupun rasanya hanya copy paste. Aturan penulisan ilmiah sekarang, mengutip tulisan seseorang tanpa dibahasakan kembali dengan kalimat kita sendiri dianggap plagiat.

Saya baru benar-benar berkomiten di awal tahun 2014 ini. Latihan menulis dimulai dengan mengaktifkan blog yang dibuatkan suami sejak tahun 2012. Sampai saat ini sudah ada 30an tulisan yang saya buat.

Selain itu, ada hobi kesukaan lain yang masih saya gandrungi. Saya sangat suka melihat rumah. Dulu, Papa saya pikir, saya akan memilih jurusan arsitek saat kuliah. Nyatanya sama memilih psikologi dan desain interior. Saya pikir, arsitek pasti tugasnya berat, pilih yang agak ringan ya desain interior. Sayang, saya tidak tau kalau ada tes gambarnya. Setelah menjalani kuliah di psikologi, mau tambah ambil kuliah desain interior, kok melihat teman yang kuliahnya double  keteteran membuat saya urung. Apalagi, kegiatan di luar kuliah saya sudah cukup banyak.


Meski saya urung mengambil kuliah desain interior, tetapi kesukaan melihat rumah tidak pernah surut. Jika punya uang lebih, saya akan membeli majalah atau buku tentang rumah, atau kalau sekarang search via internet gambar-gambar rumah. Saya sampai punya angan dapat suami arsitek, sayangnya malah kecantol dengan wartawan hihihi.

Meski suami saya wartawan, mimpi tentang rumah tak pernah surut. Setelah menikah, kami pun mencari rumah yang kelak akan kami tempati. Padahal saat itu, tabungan menipis, karena terpakai untuk biaya nikah. Akhirnya setelah pencarian kami yang tak kunjung berjodoh dengan rumah yang sudah kami datangi, kami memutuskan untuk membeli sebidah tanah yang cukup murah dan lebih luas daripada ukuran tanah rumah perumahan.

Alasan kami memilih tanah, agar kami bisa mendesain rumah sesuai mimpi kami. Setelah urusan tanah kelar meski masih berhutang hihihi. Kami meminta pertolongan teman arsitek untuk mendesain rumah sesuai konsep yang diinginkan. Saat itu, konsep yang kami sampaikan, rumah masih memiliki ruang hijau baik di depan maupun belakang rumah. Rumah memiliki penerangan yang baik dan banyak bukaan, agar hemat listrik dan terasa sejuk tanpa AC.

Kami menginginkan rumah yang terdiri dengan ruang tamu, ruang keluarga, ruang makan, dapur, perpustakaan sekaligus ruang kerja dan belajar, mushola, 2 kamar mandi dan 3 kamar tidur. Kamar tidur kami inginkan cukup untuk tempat tidur dan lemari. Bagi kami aktifitas di kamar tidur untuk beristirahat dan berganti pakaian sedangkan aktifitas yang lainnya dapat dilakukan di ruang bersama. Kami ingin melihat, belajar dan beraktifitas bersama antar anggota keluarga sehingga kami bisa memantau perkembangan anak kami.

 Desain Lt.1 rumah kami

Kami, terlebih saya menginginkan rumah yang layak untuk anak kami belajar namun juga cukup realistis dengan kondisi yang sekarang. Siapa sih yang tidak ingin rumah dengan tanah yang luas sehingga bisa berfungsi dan menampung aktifitas yang dilakukan di rumah lebih banyak. Namun untuk mewujudkan itu butuh biaya yang cukup besar dan waktu yang lebih lama.

Saya masih sangat memimpikan bisa mewujudkan homeschooling  untuk anak-anak kami kelak. Oleh karena itulah rumah kami bangun dengan ruang perpustakaan dan ruang belajar agar kelak kami nyaman belajar di rumah.

Desain Lt. 2 rumah kami


Setelah desain rumah selesai, kami tak langsung membangunya, butuh waktu setahun bagi kami untuk mengumpulkan uang, itupun kembali lagi, masih dengan bantuan pinjaman. Saya dan suami percaya bahwa pasti ada jalannya dan kalkulator TUHAN tidak sama dengan kalkulator hamba-NYA. Nyatanya seiring kami membangun, kami seakan tak percaya, bahwa kami bisa membangun rumah rumah hingga 75%. Artinya kalau dihitung, gaji kami berdua dikurangi pengeluaran kok masih bisa menyisihkan uang untuk membangun rumah hingga saat ini.

 Alhamdulillah tengah dibangun

Saat ini, pekerja bangunan masih memasang lantai keramik dan masih ada sebagian pekerjaan pembangunan yang kami tunda dulu hingga biaya kami terkumpul kembali. Seperti mimpi yang sudah saya raih, mimpi membangun rumah untuk belajar bertumbuh dan berkembang kami kelak memang membutuhkan usaha dan waktu untuk mewujudkannya.

Bagaimana dengan mimpi kalian, teman? Bagikan mimpimu di Blog Mimpi Properti yuk.


banner250x300 

Blog Design by Handdriati