Tampilkan postingan dengan label ASI. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label ASI. Tampilkan semua postingan

Selasa, 09 Juni 2015

Mari MengedukASI dengan Santun

Sumber
Beberapa minggu yang lalu, di group KEB (Kumpulan Emak Blogger) lagi rame war-waran. Katanya sih temanya basi, tentang ASI vs Sufor. Saya seperti biasanya, cuma senyum-senyum aja baca komentar dari para Emak. Singkat cerita, gara-gara topik itu, satu anggota keluar deh. Alasannya, merasa disudutkan atas postingannya. Komentar atas artikelnya memang cukup pedas.

Tanggapan atas keputusan keluarnya salah satu anggota bermacam-macam. Ada yang menyayangkan ada juga yang mengatakan mentalnya tak cukup kuat.

Tulisan saya ini sebenarnya agak telat. Istilahnya sudah kehilangan momen. Tapi saya sengaja menunggu redanya emosi para Emak *ngeles.

War-waran diantara para emak atau ibu, sepertinya sudah lama terjadi, jauh sebelum saya aktif berselancar di dumay, mencari informasi mengenai kehamilan, kelahiran dan pengasuhan anak. Komentar pedas dari para ibu pun sepertinya sulit dibendung.

Group menyusui  AIMI dan TATC yang saya ikuti, admin sudah sering mengingatkan untuk berkomentar yang baik, santun dan bila sudah ada yang berkomentar hal yang sama, anggota lain diminta untuk menahan diri, biar postingan lain tidak tenggelam. Tapi, mungkin rasanya seperti kulit yang gatal, sulit rasanya utuk tidak menggaruk. Menggaruk itu rasanya nikmat, meski setelah menggaruk kulit terasa sakit..iya kan?

Parahnya bukan masalah postingan yang tenggelam, tapi salah satu pihak menjadi tersudut. Akibatnya bukan solusi atau hal positif yang didapat, justru perasaan sakit diantara anggota yang muncul. Nah, tulisan saya kali ini menyoal cara berkomentar atau mengedukASI yang santun.

Saya, ibu bekerja yang pro ASI. Ilmu tentang persiapan ASI sejak kehamilan, kelahiran hingga menyusui selama 2 tahun, sudah saya baca dari file di group. Nyatanya, beberapa hal tidak bisa saya lakukan. Saya gagal IMD, baik yang pertama dan yang kedua. Saya gagal ASIX untuk anak pertama saya. Terakhir, saya memakai media dot untuk kedua anak saya selama ditinggal kerja.

Berdasarkan pengalaman saya menyusui beserta kegagalannya. Ada beberapa hal menjadi catatan, bahwa masalah ASI itu tidak hanya terkait oleh si Ibu, tapi juga dukungan lingkungan sekitarnya. Catatan lain, kondisi setiap Ibu dan lingkungannya juga berbeda.

Fatih
Kondisi Ibu Tidak Sama

Setiap ibu memiliki kondisi fisik dan mental yang tidak sama dan tidak bisa disamakan. Maksudnya bagaimana? Sudah menjadi kunci, bahwa seorang Ibu haruslah sehat untuk bisa menyusui dan mengasuh anaknya. Menyusui itu bukan perkara mudah, butuh fisik dan mental yang kuat dan sehat.

Saat menyusui Fatih, energi saya benar-benar terkuras. Fatih maunya mimik terus. Setelah tertidur saat mimik, pelan-pelan saya tidurkan di kasur, eh dia bangun lagi. Fatih pun sering mengajak begadang. Mulai jam 9 malam hingga jam 3 pagi, dia menyusu tak henti-henti, dilepas sebentar untuk sekedar minum, ngemil dan ke kamar mandi, eh, Fatih dah nangis kejer. Saya sampai uring-uringan dan merasa terteror dengan kondisi ini. Badan saya capek mengikuti ritme tidurnya. Pikiran saya terkuras, gara-gara memikirkan perilakunya. Belum lagi membaca komentar teman yang lain.
“Kok anaknya seperti itu. Anakku gak tuh, kalau malam mau tidur. Kalau seperti itu, bagaimana ASInya mau berkualitas”, kurang lebih seperti itulah komentar yang saya dapatkan *makjleb.

Teman dekat saya yang melahirkan 2 hari sebelum saya, tidak sanggup diajak anaknya begadang. Anak kami sama-sama laki-laki dan entah kenapa perilakunya juga sama. Akhirnya dia menyerah memberikan ASI diselingi sufor saat dia tidak bisa menyusui anaknya.

Ada lagi, teman dekat yang satu sekolah semasa SMA. Katanya ASInya sama sekali tidak keluar, padahal dia sudah mencoba berbagai macam cara. Sampai ketiga anaknya terpaksa diberi sufor semua.
Fattah

Kondisi Lingkungan Ibu Tidak Sama

Lingkungan yang saya maksud, mulai dari suami, orang tua, keluarga besar, rumah sakit dan sekitarnya. Kenapa saya gagal IMD? Pertama, karena kondisi fisik saya yang tidak memungkinkan. Kedua, karena di rumah sakit tempat saya melahirkan, tidak melayani IMD setelah SC. Kok saya tidak memilih rumah sakit lain? Karena itu rumah sakit terdekat dan dilewati oleh angkutan, sehingga memudahkan orang tua saya kalau mau berkunjung. Saya juga sudah merasa cocok dengan dokternya, meski rumah sakitnya tidak pro IMD.

Kenapa saya gagal ASIX untuk Fatih? Karena, saya masih kagok menyusui serta gagal rawat gabung. Suami saya belum berani memegang Fatih. Padahal saya belum bisa turun dari tempat tidur. Syaratnya rawat gabung, bayi diurus oleh keluarga, termasuk ganti popok. Diambil oleh perawat kalau mau mandi pagi dan sore. Alhamdulillah, pas Fattah lahir, suami sudah pede memegang bayi dan saya pun sudah terampil menyusui.

Kenapa saya menggunakan media dot?Karena saya bekerja, dan ibu yang menunggui Fatih dan Fattah lebih nyaman menggunakan dot. Daaan..saya tidak bisa memaksa. Sejak Fatih berusia 8 bulan, dia sudah menolak dot, jadi saya menyarankan ibu menggunakan sedotan. Fattah hingga sekarang masih menggunakan dot. Saya sudah menyarankan untuk mengganti sedotan. Tapi saat diberikan sedotan oleh pengasuhnya, ditengah sesi minum ASI Fattah menangis, jasi kembali ke dot lagi deh.

Teman saya, ada juga yang terpaksa e-ping. Memberikan ASInya dari hasil perahan karena anaknya tidak mau menyusu secara langsung. Awalnya karena dia termotivasi untuk memerah dan fatalnya hasil perahan bukannya disimpan buat tabungan saat bekerja, malah diberikan ke anaknya lewat dot, padahal dia masih cuti. Dia juga beberapa kali konflik dengan ibunya karena si ibu merasa ASI anaknya tidak cukup dan hal-hal lain lagi.

Fatih 5 bulan
Sebenarnya dari cerita pengalaman di atas, saya mau bilang kalau kondisinya tidak sama Bu. Selain kondisi si Ibu, belum tentu suami juga seiya sekata. Suami seiya sekata belum tentu juga ortunya mendukung. Terus kalau suami tidak seiya sekata mosok ya suami mau direshuffle? Kalau ibu dan bapaknya tidak mendukung, lantas mereka berantem? Hasilnya, yang kasihan si Ibu. Makanya perempuan atau ibu itu rentan stress, terutama setelah melahirkan. Kadang bukan hanya baby blues tapi berlanjut ke postpartum depression. Ibu yang baru saja melahirkan membutuhkan dukungan. Nah kalau keluarga kurang mendukung ditambah komunitas ibu-ibu juga malah menyalahkan, bagaimana perasaan ibu tersebut?

MengedukASI tentu harus dilakukan dengan penuh empati dan membantu. Kalau ilmunya belum sampai, kita sampaikan dengan santun dan berdasarkan fakta. Kalau terbentur dengan permasalahan,, empati perlu dikedepankan kemudian bantulah memecahkan masalah. Keputusan tetap di tangan ibu. Pro ASI bukan berarti harus anti Sufor kan?

Setelah melahirkan Fatih, saya mungkin sempat mengalami baby blues. Saya sempat 9 hari berjuang untuk mengenyahkan dot. Diakhir cuti, kuatir dengan kondisi Fatih saat nanti saya tinggal bekerja. Ibu saya memilih untuk menggunakan dot, saya takut kalau Fatih bingung putting lagi. Seorang teman dumay saya, sebutlah Mbak Sekar *nama sebenarnya, menenangkan saya,”Gak apa-apa Mbak. InsyaALLAH gak apa-apa. Anak saya juga pakai dot. Lah mau bagaimana lagi. Kita kan membutuhkan bantuan orang tua. Kita tidak bisa memaksa. Bersyukur orang tua mau mengawasi anak saat kita bekerja”.
Fattah 5 bulan
Akhirnya kecemasan saya pun menurun, saya menjadi lebih adem dan bisa memandang dari sudut lain. Iya, saya berhutang dengan kedua orang tua yang mau mengawasi anak-anak saya selama saya bekerja. Terus ada yang komentar lagi, “makanya gak usah bekerja, harta paling berharga kok dititipkan, bukan dijaga sendiri”.

Duh, perang tak pernah usai T.T

Selasa, 23 September 2014

SUSUNYA APA?

Sebenarnya saya pengen bikin tulisan untuk GAnya Mak Airin. Sudah semenjak berminggu-minggu memikirkan apa yang ingin dituliskan. Lirik-lirik tulisan yang lain kok semuanya tentang pengalaman sekolah yang dulu atau sekolah anaknya. Saya? Kayaknya nothing special dengan sekolah yang dulu, atau saya memang bukan anak yang special ya hihihi, jenis pelajar biasa-biasa saja, bahkan nyaris tenggelam.

Akhirnya daripada pusing belum dapat ide dan nyari bahan, balik lagi ke cerita Fatih. Cerita ini bermula dari pertanyaan seorang ibu saat kami, saya dan Fatih naik angkutan.

Mungkin mendengar saya dan Fatih bercakap-cakap, seorang ibu mengajak saya mengobrol.

“Umur berapa anaknya Mbak? tanya ibu memulai percakapan

“27 bulan bu” jawab saya sambil tersenyum

“Susunya apa? tanya si ibu.

Sampai di sini saya agak bingung juga mau jawab apa. Fatih sudah berhasil dan menyapih di usia 25 bulan 12 hari, artinya sekarang sudah tidak minum ASI lagi, sementara saya juga tidak mengharuskan dan melatih Fatih minum susu pertumbuhan. Hanya susu UHT coklat yang tersedia di kulkas untuk diminum saya, ayahnya dan Fatih kalau dia mau. Itupun tidak setiap hari tersedia.

Akhirnya saya memilih untuk mengatakan apa adanya saja.

“Dulunya sih minum ASI bu, tapi sekarang sudah disapih, sesekali paling minum susu UHT coklat kalau dia memang mau” jawab saya.

“O, makannya banyak mbak?”tanya si ibu lagi.

“Alhamdulillah, makannya lumayan, sesekali kadang ya ga mau makan nasi sehari 3x” jawab saya.

Ujungnya si Ibu cerita kalau cucunya maunya minum susu formula saja, makannya susah. Memang dari dulu sudah di kasih susu formula, karena ASI  anaknya tidak keluar, sekarang malah nagih susu formula trus, ga mau makan nasi. Kalau permintaan susu ditolak, si cucu mengamuk.

Saya sih cuma senyum aja, masak mau konsultasi di angkutan. Tambahan lagi si ibu sudah sampai di tempat tujuan.

Cerita soal susu apa, saya termasuk kaum minoritas soal tidak mengharuskan pemberian susu. Teman-teman kantor saya, biasanya setelah anak tidak minum ASI memberikan pengganti susu formula, ada juga yang memberikan ASI dan tambahan susu formula.

Beberapa teman sudah menyarankan untuk memberikan tambahan susu, mungkin melihat anak saya kurus, padahal makannya Fatih ya sudah cukup banyak. Memang ketika usia Fatih setahun, berat badannya seret banget. Timbangan dari bulan ke bulan naik turun, hingga akhirnya saya memutuskan dan berkonsultasi dengan dokter untuk cek ADB, hasilnya memang HBnya rendah dan harus terapi zat besi. Setelah HB normal barulah terapi dihentikan.

Fatih yang gendut cuma pipinya

Hasilnya berat badan Fatih sih naik, cuma ya masih terlihat kurus dibanding anak-anak teman kantor. Sampai saat ini sih saya masih anteng-anteng saja, tidak tergiur membiasakan dan memaksa Fatih minum susu atau memberi vitamin penambah nafsu makan atau minyak ikan.

Alasan saya sebenarnya simple, susu itu bukan yang utama, justru akan merusak selera makan bila terlalu banyak.  Vitamin yang paling baik ya dari sumbernya langsung, justru kalau diberikan tanpa konsultasi dengan dokter jangan-jangan malah over dosis.

Alasan yang utama ada sih, NGIRIT hihihi. Ya iyalah, ngapain juga kasih tambahan ini itu kalau memang tidak dibutuhkan. Kebanyakan susu malah bikin obesitas dan kecanduan. Yang ada malah bingung mengurangi kecanduan dan bikin program diet buat anak kalau saat beranjak besar. Saat masih kecil memang lucu kalau lihat anak gemuk, tapi kalau sudah besar kan wegahi.

Kamis, 06 Maret 2014

NGASI BIKIN LANGSING

Susu apa yang paling disukai dan memiliki banyak manfaat? Pasti semua setuju kalau saya sebut ASI.

Pemberian ASI direkomendasikan oleh WHO selama 6 bulan secara ekslusif yaitu cukup ASI saja. Kemudian diteruskan hingga 2 tahun. Di Indonesia,  Undang-undang no. 36 tahun 2009 tentang kesehatan pasal 128 menyatakan setiap bayi berhak mendapatkan ASI ekslusif sejak dilahirkan hingga 6 bulan.

Bagi saya wanita pekerja, adanya PP no 33 tahun 2012 tentang pemberian ASI eklusif menguatkan langkah saya untuk menyediakan asi perah selama bekerja.

Beruntung atasan saya memberikan apresiasi dengan mempersilakan saya menggunakan ruangan yang tidak terpakai untuk memerah asi dan menyimpannya dalam lemari pendingin.


(Fatih tumbuh sehat berkat ASI)

Langkah saya untuk memberikan asi tanpa bantuan sufor malah lebih didukung oleh rekan kerja pria. Trus yang rekan kerja wanitanya gimana? Rekan kerja wanita sedikit menyangsikan niat saya untuk ASI hingga 2 tahun. Alasannya, karena ribet dan diperlukan ketelatenan untuk konsisten. Mereka bertaruh, sampai kapan saya kuat bertahan.

Dan apakah saya menyerah? Tentu tidak…hehehe. Saya bisa membuktikan kalau hingga saat ini saya masih menyusui Fatih, dan mampu memerah ASI hingga Fatih berusia 1,5 tahun.

Apa sih alasan saya ‘keukeuh’ memberikan ASI ditengah lingkungan yang serba praktis? Alasan utamanya anjuran ISLAM dalam surat Al-Baqarah :223 untuk menyusui anak hingga 2 tahun. Ilmu kesehatan pun mengukuhkan bahwa ASI tidak bisa digantikan oleh susu formula mana pun.

Hitungan ekonomi, ASI gratis, sehingga pengeluaran pun berkurang. Bayangkan, teman saya yang memberikan sufor untuk anaknya, menghabiskan biaya 1 hingga 2 juta perbulan. Wuih, kalau saya sudah bisa ditabung buat beli genteng..hihihi.

Poin penting lagi yang membuat teman saya iri adalah, seberapa banyak makanan yang masuk ke dalam perut saya, badan saya lebih langsing daripada mereka. Bener, sumpeh, waktu saya masih memerah asi, porsi makan saya, sama banyaknya dengan bos saya yang badannya 2-3 kali lipat lebih besar.

Jam makan siang, teman kantor sering pesan makan dengan porsi setengah. Saya? 1 porsi aja kadang masih kurang, padahal snack pagi jatah saya, sudah ludes.

Setelah tidak memerah asi, secara bertahap porsi makan berkurang, sayangnya tidak diimbangi oleh berkurangnya timbangan badan hiks. Akhirnya, seperti sebuah jingle sebuah iklan “bajuku dulu tak begini, tapi kini tak cukup lagi. Kubesar tambah lebar”.


Bagi saya NGASI itu cara diet alami bikin langsing. Saya jadi kangen LANGSING.

Blog Design by Handdriati