Tampilkan postingan dengan label Fattah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Fattah. Tampilkan semua postingan

Kamis, 19 Mei 2016

Mengeksplorasi Yogya Bersama Duo F


“Anak usia 0-7 tahun seharusnya lebih sering bercengkrama dan bermain bersama alam”

Septi Peni Wulandani

Taman Pintar 3 tahun lalu
Kurang lebih itulah kesimpulan dari materi seminar nasional “EducationalWellbeing” yang paling membekas dalam ingatan. Kalimat itu mendorong saya untuk sering mengajak duo F keluar rumah, mengeksplorasi alam dan lingkungan. Setiap weekend, hari libur, atau hari kerja di saat badan cukup sehat, “jalan-jalan” menjadi kegiatan yang menyenangkan bagi duo F.

Jalan-jalan sih memang tidak harus pergi jauh dari rumah. Sekedar pergi ke pasar hewan melihat kelinci, burung atau kucing sudah cukup menyenangkan bagi mereka.  Atau di saat waktu minim, sekedar jalan-jalan di sekitar perkampungan, mengejar ayam, kucing, burung dan melihat kambing. Tapi sesekali saat ada uang lebih, saya dan suami ingin mengajak duo F jalan-jalan ke luar kota. Biar kayak orang-orang *halah.

Salah satu kota tujuan kami adalah Yogyakarta. Kenapa pilih Yogya? Iya karena hampir semua ada di Yogya. Ada gunung dan ada pantai. Obyek wisatanya pun beraneka ragam. Berbagai macam moda transportasi pun ada. Satu lagi, paling dekat dan biayanya gak terlalu besar *lagi-lagi urusan duit.

Fatih menikmati pemandangan dari balik jendela
Fatih sih sudah pernah diajak jalan-jalan ke Yogya. Saat usianya 1 tahun, menghadiri wisuda tantenya. Sayangnya kami hanya sempat jalan-jalan ke Malioboro dan Kebun Binatang. Rencananya nanti kami akan naik kereta Kalijaga Semarang-Solo kemudian dilanjutkan dengan kereta Pramex Solo-Yogya. Ya, demi memuaskan obsesi Fatih akan kereta api.

Obyek wisata yang ingin dituju yang diantaranya Malioboro. Meski sudah kerap mengunjungi Malioboro tapi untuk Fattah, ini adalah kunjungan perdana. Banyak hal yang dieksplor di Malioboro. Pasar Beringharjo, Museum Benteng Vredebug, Taman Pintar dan Shopping Center.

Pantai Pok Tunggal sumber di sini
Tujuan lainnya adalah pantai di kecamatan Tepus Kabupaten Gunung Kidul. Kabarnya pantai di sana indah, bersih dan berpasir putih. Duo F pasti senang bermain air dan pasir di pantai. Selain pantai, kami ingin mendekatkan duo F dengan alam pegunungan. Pilihan jatuh ke Kebun Buah Mangunan. Duo F paling suka dengan buah. Hampir semua buah disukai, terutama durian. Satu lagi destinasi mainstraim yang ingin diperkenalkan kepada duo F adalah Candi. Duo F belum pernah melihat atau mendengar cerita tentang Candi.

Kebun Buah Mangunan sumber di sini
Meski hanya beberapa obyek wisata, tapi tak cukup waktu sehari untuk mengunjuginya. Jelas, kami butuh tempat menginap yang representative dan gak pakai mahal *ibu-ibu banget. Kalau saya sih biasanya booking hotel lewat travel online. Gak perlu lah cari nomor telepon ke hotel yang diinginkan, Saya pernah booking hotel di Solo lewat Traveloka. Informasi tentang kondisi dan fasilitas hotel cukup lengkap, termasuk review dari pelanggan.  Pembayarannya pun banyak pilihan. Waktu itu sih pilih lewat ATM.

Ah, semoga rencana liburan terealisasi di tahun ini. Semoga ada rejeki untuk mengajak anak-anak bercengkerama dengan alam dan mengenal daerah lain.

Minggu, 22 November 2015

Bingung Puting Itu Nyata

Enyahkan Dot
Bulan September kemarin, kecurigaan saya terhadap Fattah terbukti. Sudah 2 minggu, sore hari usai pulang kerja Fattah kerap menolak disusui. Awalnya saya masih berfikir positif. Oh, mungkin dia masih kenyang. Anehnya, kok dia sering mencari makanan. Bawaannya Fattah, lapar terus. Sudah menghabiskan 1 mangkuk bubur, dia masih sanggup makan biscuit. Ketika melihat kakaknya makan, pasti minta disuapi.

Malam hari menjelang tidur, Fattah masih mau disusui.  Tengah malam, saat resah, Fattah juga masih mau disusui.  Meski ketar-ketir, saat itu saya berdoa saja, semoga kekhawatiran saya tidak terjadi.

Bingung Puting

Pas bulan September, selama 10 hari, saya harus berangkat sebelum jam 7 pagi dan pulang jam 6 sore.  Mulai tanggal 11-20 September 2015, saya ikut tim pelatihan Mahasiswa Berkarakter atau disingkat MASTER. Seminggu menjalani rutinitas berangkat pagi-pulang menjelang maghrib, kekhawatiran saya terbukti. Di usianya 10 bulan Fattah terbukti BINGUNG PUTTING.

Mengapa saya mengatakan bingung putting? Karena malam harinya Fattah menolak disusui sama sekali. Tidurnya gelisah, seperti kehausan tapi gak mau saya susui. Matanya terpejam, namun suaranya merengek dan dia membolak-balikkan badannya. Saat itu, hati saya remuk redam. Campur aduk. Ingin menangis, khawatir dan tak rela. Saya kemudian mengalah memberikan air putih untuk melepaskan dahaga Fattah.

Resiko Penggunaan Dot

Bagaimana Fattah bisa bingung putting? Karena saya menggunakan DOT sebagai media pemberian ASIP. Sebagai ibu menyusui yang bekerja, saya sudah mempersiapkan berbagai hal mengenai ASIP. Tapi saya tidak bisa menghindar dari penggunaan dot. Saya menitipkan Fattah selama bekerja kepada Ibu. Sebenarnya ada pembantu juga di rumah, tapi merangkap bersih-bersih rumah.

Saya sudah menyampaikan kekhawatiran saya soal penggunaan dot. Namun ketika mencoba media lain, menyulitkan pemberian ASIP. ASIP banyak tumpah dan Fattah pun tak tenang. Akhirnya saya mengalah, sambil berdoa semoga Fattah menyapih sendiri dari dot, seperti kakaknya Fatih. Nyatanya, Fattah bingung putting.

Saya bisa mengerti. Sewaktu menyusui Fatih, tiap siang, saya sempatkan pulang ke rumah untuk menyusui. Saya juga sering sounding Fatih untuk melepaskan dotnya dan memilih menggunakan gelas atau sedotan. Sedangkan Fattah, saya gak bisa pulang menyusui, karena Fatih tidak mengijinkan saya berangkat kerja lagi.

Enyahkan Dot

Hanya ada satu cara untuk mengatasi bingung putting, MENGENYAHKAN DOT. Saya memilih untuk pulang ke rumah, menjelang jam makan siang. Hingga saat ini, kesempatan itu, saya gunakan untuk menyusui Fattah. Awalnya sih sempat juga addrama dengan Fatih. Namun lama-kelamaan, dengan ketegasan, Fatih akhirnya menerima kondisi itu.

Sebelumnya saat usia Fattah 6 bulan, saya sudah meminta Ibu untuk memberikan ASIP dengan sedotan.  Namun Fattah hanya mau menggunakan sedotan saat minum air putih.  Jadi balik lagi ke dot. Pikir saya usia Fattah sudah 10 bulan, tak mengapa lah minum ASIP berkurang di siang hari. Daripada saya tidak punya kesempatan menyusui hingga 2 tahun.

Tidak semua bayi menolak disusui, meski menggunakan dot. Tapi resiko lainnya, produksi ASI biasanya berkurang. Ini dialami oleh istri dari keponakan saya. Saat anaknya usia 7 bulan, ASIPnya tak mencukupi. Terpaksa dibantu dengan sufor.

Itulah mengapa saya tidak pernah menulis tentang merek dot atau persiapan pemberian ASIP. Ya, karena saya sudah tak mematuhi aturan dan resiko BINGUNG PUTING itu NYATA.

Selasa, 09 Juni 2015

Mari MengedukASI dengan Santun

Sumber
Beberapa minggu yang lalu, di group KEB (Kumpulan Emak Blogger) lagi rame war-waran. Katanya sih temanya basi, tentang ASI vs Sufor. Saya seperti biasanya, cuma senyum-senyum aja baca komentar dari para Emak. Singkat cerita, gara-gara topik itu, satu anggota keluar deh. Alasannya, merasa disudutkan atas postingannya. Komentar atas artikelnya memang cukup pedas.

Tanggapan atas keputusan keluarnya salah satu anggota bermacam-macam. Ada yang menyayangkan ada juga yang mengatakan mentalnya tak cukup kuat.

Tulisan saya ini sebenarnya agak telat. Istilahnya sudah kehilangan momen. Tapi saya sengaja menunggu redanya emosi para Emak *ngeles.

War-waran diantara para emak atau ibu, sepertinya sudah lama terjadi, jauh sebelum saya aktif berselancar di dumay, mencari informasi mengenai kehamilan, kelahiran dan pengasuhan anak. Komentar pedas dari para ibu pun sepertinya sulit dibendung.

Group menyusui  AIMI dan TATC yang saya ikuti, admin sudah sering mengingatkan untuk berkomentar yang baik, santun dan bila sudah ada yang berkomentar hal yang sama, anggota lain diminta untuk menahan diri, biar postingan lain tidak tenggelam. Tapi, mungkin rasanya seperti kulit yang gatal, sulit rasanya utuk tidak menggaruk. Menggaruk itu rasanya nikmat, meski setelah menggaruk kulit terasa sakit..iya kan?

Parahnya bukan masalah postingan yang tenggelam, tapi salah satu pihak menjadi tersudut. Akibatnya bukan solusi atau hal positif yang didapat, justru perasaan sakit diantara anggota yang muncul. Nah, tulisan saya kali ini menyoal cara berkomentar atau mengedukASI yang santun.

Saya, ibu bekerja yang pro ASI. Ilmu tentang persiapan ASI sejak kehamilan, kelahiran hingga menyusui selama 2 tahun, sudah saya baca dari file di group. Nyatanya, beberapa hal tidak bisa saya lakukan. Saya gagal IMD, baik yang pertama dan yang kedua. Saya gagal ASIX untuk anak pertama saya. Terakhir, saya memakai media dot untuk kedua anak saya selama ditinggal kerja.

Berdasarkan pengalaman saya menyusui beserta kegagalannya. Ada beberapa hal menjadi catatan, bahwa masalah ASI itu tidak hanya terkait oleh si Ibu, tapi juga dukungan lingkungan sekitarnya. Catatan lain, kondisi setiap Ibu dan lingkungannya juga berbeda.

Fatih
Kondisi Ibu Tidak Sama

Setiap ibu memiliki kondisi fisik dan mental yang tidak sama dan tidak bisa disamakan. Maksudnya bagaimana? Sudah menjadi kunci, bahwa seorang Ibu haruslah sehat untuk bisa menyusui dan mengasuh anaknya. Menyusui itu bukan perkara mudah, butuh fisik dan mental yang kuat dan sehat.

Saat menyusui Fatih, energi saya benar-benar terkuras. Fatih maunya mimik terus. Setelah tertidur saat mimik, pelan-pelan saya tidurkan di kasur, eh dia bangun lagi. Fatih pun sering mengajak begadang. Mulai jam 9 malam hingga jam 3 pagi, dia menyusu tak henti-henti, dilepas sebentar untuk sekedar minum, ngemil dan ke kamar mandi, eh, Fatih dah nangis kejer. Saya sampai uring-uringan dan merasa terteror dengan kondisi ini. Badan saya capek mengikuti ritme tidurnya. Pikiran saya terkuras, gara-gara memikirkan perilakunya. Belum lagi membaca komentar teman yang lain.
“Kok anaknya seperti itu. Anakku gak tuh, kalau malam mau tidur. Kalau seperti itu, bagaimana ASInya mau berkualitas”, kurang lebih seperti itulah komentar yang saya dapatkan *makjleb.

Teman dekat saya yang melahirkan 2 hari sebelum saya, tidak sanggup diajak anaknya begadang. Anak kami sama-sama laki-laki dan entah kenapa perilakunya juga sama. Akhirnya dia menyerah memberikan ASI diselingi sufor saat dia tidak bisa menyusui anaknya.

Ada lagi, teman dekat yang satu sekolah semasa SMA. Katanya ASInya sama sekali tidak keluar, padahal dia sudah mencoba berbagai macam cara. Sampai ketiga anaknya terpaksa diberi sufor semua.
Fattah

Kondisi Lingkungan Ibu Tidak Sama

Lingkungan yang saya maksud, mulai dari suami, orang tua, keluarga besar, rumah sakit dan sekitarnya. Kenapa saya gagal IMD? Pertama, karena kondisi fisik saya yang tidak memungkinkan. Kedua, karena di rumah sakit tempat saya melahirkan, tidak melayani IMD setelah SC. Kok saya tidak memilih rumah sakit lain? Karena itu rumah sakit terdekat dan dilewati oleh angkutan, sehingga memudahkan orang tua saya kalau mau berkunjung. Saya juga sudah merasa cocok dengan dokternya, meski rumah sakitnya tidak pro IMD.

Kenapa saya gagal ASIX untuk Fatih? Karena, saya masih kagok menyusui serta gagal rawat gabung. Suami saya belum berani memegang Fatih. Padahal saya belum bisa turun dari tempat tidur. Syaratnya rawat gabung, bayi diurus oleh keluarga, termasuk ganti popok. Diambil oleh perawat kalau mau mandi pagi dan sore. Alhamdulillah, pas Fattah lahir, suami sudah pede memegang bayi dan saya pun sudah terampil menyusui.

Kenapa saya menggunakan media dot?Karena saya bekerja, dan ibu yang menunggui Fatih dan Fattah lebih nyaman menggunakan dot. Daaan..saya tidak bisa memaksa. Sejak Fatih berusia 8 bulan, dia sudah menolak dot, jadi saya menyarankan ibu menggunakan sedotan. Fattah hingga sekarang masih menggunakan dot. Saya sudah menyarankan untuk mengganti sedotan. Tapi saat diberikan sedotan oleh pengasuhnya, ditengah sesi minum ASI Fattah menangis, jasi kembali ke dot lagi deh.

Teman saya, ada juga yang terpaksa e-ping. Memberikan ASInya dari hasil perahan karena anaknya tidak mau menyusu secara langsung. Awalnya karena dia termotivasi untuk memerah dan fatalnya hasil perahan bukannya disimpan buat tabungan saat bekerja, malah diberikan ke anaknya lewat dot, padahal dia masih cuti. Dia juga beberapa kali konflik dengan ibunya karena si ibu merasa ASI anaknya tidak cukup dan hal-hal lain lagi.

Fatih 5 bulan
Sebenarnya dari cerita pengalaman di atas, saya mau bilang kalau kondisinya tidak sama Bu. Selain kondisi si Ibu, belum tentu suami juga seiya sekata. Suami seiya sekata belum tentu juga ortunya mendukung. Terus kalau suami tidak seiya sekata mosok ya suami mau direshuffle? Kalau ibu dan bapaknya tidak mendukung, lantas mereka berantem? Hasilnya, yang kasihan si Ibu. Makanya perempuan atau ibu itu rentan stress, terutama setelah melahirkan. Kadang bukan hanya baby blues tapi berlanjut ke postpartum depression. Ibu yang baru saja melahirkan membutuhkan dukungan. Nah kalau keluarga kurang mendukung ditambah komunitas ibu-ibu juga malah menyalahkan, bagaimana perasaan ibu tersebut?

MengedukASI tentu harus dilakukan dengan penuh empati dan membantu. Kalau ilmunya belum sampai, kita sampaikan dengan santun dan berdasarkan fakta. Kalau terbentur dengan permasalahan,, empati perlu dikedepankan kemudian bantulah memecahkan masalah. Keputusan tetap di tangan ibu. Pro ASI bukan berarti harus anti Sufor kan?

Setelah melahirkan Fatih, saya mungkin sempat mengalami baby blues. Saya sempat 9 hari berjuang untuk mengenyahkan dot. Diakhir cuti, kuatir dengan kondisi Fatih saat nanti saya tinggal bekerja. Ibu saya memilih untuk menggunakan dot, saya takut kalau Fatih bingung putting lagi. Seorang teman dumay saya, sebutlah Mbak Sekar *nama sebenarnya, menenangkan saya,”Gak apa-apa Mbak. InsyaALLAH gak apa-apa. Anak saya juga pakai dot. Lah mau bagaimana lagi. Kita kan membutuhkan bantuan orang tua. Kita tidak bisa memaksa. Bersyukur orang tua mau mengawasi anak saat kita bekerja”.
Fattah 5 bulan
Akhirnya kecemasan saya pun menurun, saya menjadi lebih adem dan bisa memandang dari sudut lain. Iya, saya berhutang dengan kedua orang tua yang mau mengawasi anak-anak saya selama saya bekerja. Terus ada yang komentar lagi, “makanya gak usah bekerja, harta paling berharga kok dititipkan, bukan dijaga sendiri”.

Duh, perang tak pernah usai T.T

Senin, 25 Mei 2015

Berburu Kereta Kalijaga Semarang-Solo


Bukan Kalijaga
 Hore…akhirnya impian saya dan suami mengajak Fatih naik kereta terwujud, plusnya sekalian mengajak Fattah, minusnya saat itu duit kami lagi cekak, habis buat pesan kanopi dan membangun pagar rumah..hiks. Tapi kami memang nekat, terlebih saya hihihi.

Di awal bulan Mei, bulan yang sepanjang tahun selalu merupakan bulan terboros bagi saya. Tiba-tiba suami bilang,”Ma, besok pas tanggal 14 Mei 2014 kita naik kereta ke Semarang-Solo yuk. Murah ini, cuma 10ribu/kursi. Ntar kita pinjam mobil eyang ke Semarang. Sore balik ke Semarang lagi”.

Saya langsung setuju saja dan sepakat dengan suami pesan 3 kursi, biar Fatih bisa duduk sendiri. Pulang kerja, saya mampir Indomaret buat tanya jadwal dan pesan tiket kereta. Jadwal kereta Kalijaga dari Semarang- Solo, berangkat pukul 08.55 WIB sampai di Purwosari pukul 11.45 WIB. Nah, yang jadi masalah, jadwal kereta kalijaga Solo- Semarang, berangkat dari Purwosari pukul 05.15 WIB sampai Tawang pukul 08.05 WIB. Lah?Ga cucok dengan rencana kami.

Ada sih sore hari pukul 16.57 WIB, kereta Brantas, tapi naiknya dari Jebres, harganya tiketnya 9x lipat alias 90 ribu. Sampai Tawang malam pukul 19.12 WIB. Padahal informasi terbaru, mobil mau dipinjam Tante Lia dan Tante Lia hanya bisa mengantar keberangkatan sekalian dia mau jalan-jalan ke Semarang. Masak mau mengajak anak-anak naik bis di malam hari? Kasian, mereka pasti capek.

Saya kemudian nekat menawarkan menginap sekalian di Solo, biar Fattah bisa ‘gegeloran’ di tempat tidur. Eh, suami malah mencari informasi kereta Semarang-Pekalongan. Kereta termurah, ya Kamandaka, 45 ribu/kursi. Jadwal kereta yang memungkinkan berangkat dari Semarang pukul 11.00 WIB sampai  12.56 WIB. Sesampai di sana kereta terakhir pukul 20.41 WIB sampai 22.52 WIB, lah balik ke Kudusnya malam banget kan? Kalau mau agak sorean sampai stasiun Pekalongan ya langsung balik Semarang. Galau tingkat dewa hihihi.

Akhirnya suami menyetujui usulan saya menginap di Solo. Demi mewujudkan keinginan istrinya, nginap di hotel *ya ALLAH, ndesonya saya. Setelah sepakat, saya kemudian balik lagi ke Indomaret pesan tiket. Ini pertama kalinya saya memesan tiket kereta. Eh, ternyata harus pakai NIK semua anggota keluarga yang akan berangkat.

Ke-bete-an pun dimulai. Bete pertama, saya memang gak tahu kalau bukan hanya NIK saya saja yang dibutuhkan. Telepon suami berulang kali buat minta nomor NIKnya tidak diangkat-diangkat. Di sms gak dibalas, di inbox di fesbuk juga. Akhirnya telepon 108 minta no kantor suami. Ealah, rupanya suami baru rapat di bawah dan HPnya masih di ruangan atas. NIK saya, suami dan Fatih saya dapat dari kartu BPJS ternyata belum cukup buat pesan tiket, masih harus ditambah NIK Fattah. Lah, bayi gitu, masak pakai NIK segala? Yow is, gagal lah saya pesan tiket. Dengan bête, balik rumah lagi buat ambil KK.

Sore, sepulang dari kantor, suami berbekal sms NIK dari saya, menggantikan saya berburu tiket kereta. Hasilnya nihil, berulang kali mencoba pesan tiket kereta, kok gagal mulu. Menurut mbak dan masnya mungkin sistemnya lagi error.

Malam hari, suami melanjutkan lagi perburuannya sekalian membayar hotel pesanan saya. Hasilnya kembali NIHIL. Pulang ke rumah, mencoba pisen via online gak bisa juga. Akhirnya keesokan harinya, karena sudah emosi dan lelah, suami pesan 2 tiket saja, Fatih gak jadi dipesankan tiket. Viola, BERHASIL. Setelah dilogika, memang sistemnya gak bisa pesan tiket buat anak usia 3 tahun ke bawah. Oalah…

Meski kucel, foto dulu
Hari ‘H’ keberangkatan, usai sholat Subuh, saya sudah ‘umprek’ di dapur menyiapkan makanan Fattah dan menggoreng pisang buat bekal. Setelah acara mandi dan menyuapi anak-anak selesai. Saya dan suami langsung memasukkan tas berisi pakaian dan teman-temannya yang sudah kami persiapkan semalam. Saya sendiri belum sempat sarapan.

Sesampai di stasiun, kami masih punya waktu 1 jam sebelum keberangkatan. Suami kemudian mencetak tiket kereta. Indomaret kan hanya memberi cetakan nota pembayaran. Saya menggendong Fattah dan menunggui Fatih beserta barang-barang.

Saya, suami dan Fatih sempat mampir ke kamar mandi stasiun Tawang, lumayan bersih lah. Sayang, Fatih gak jadi pipis. Suami pun sempat mampir membeli roti dan minum, sementara Fatih minta donut. Bekal pisang goreng sudah ludes disantap di mobil J.

Fatih sudah tak sabar ingin naik kereta, berulang kali saya dan suami menjelaskan kalau kereta yang akan dinaiki belum datang. Untunglah kereta tiba tepat waktu. Kami dapat bangku untuk 2 orang, yang kami duduki untuk 3 orang. Alhamdulillah Fatih tidak protes, tempat duduknya nyempil di dekat jendela.
Wow, ini yang namanya stasiun
Syukur lagi Fatih dan Fattah tenang menikmati perjalanan. Fattah bahkan sempat tertidur di kereta, hanya Fatih yang ribut minta nasi. Sayangnya di kereta Kalijaga tidak menawarkan nasi, mungkin karena perjalanan singkat ya. Saya tawarkan Fatih donut atau roti. Beberapa kali dia mau makan donut, tapi ujung matanya menatap mbak dan mas di bangku sebelah membuka chitato. Eh, dasar rejekinya Fatih, kereta menawarkan camilan yang salah satunya chitato.

Sampai di Purwosari, Fatih langsung saya ajak ke kamar mandi. Tadi pas di kereta dia sudah bilang mau pipis. Sayang, beribu sayang, saya dan Fatih sempat menyaksikan pemandangan salah satu kamar mandi yang gak banget. Pindah ke kamar mandi sebelah agak mending lah. Saya lihat sih, pas keluar kamar mandi, petugas kereta api sempat berkunjung ke kamar mandi, sepertinya memang bukan salah petugas semata, tapi pengguna kereta yang kurang menjaga kebersihan. Semoga PT Kereta Api bisa mengambil kebijakan soal kebersihan kamar mandi yang memang menjadi PR besarnya Indonesia.

Fattah 'gegoleran'
Secara keseluruhan perjalanan berburu kereta Kalijaga cukup berjalan lancar. Bagi saya sih, perjalanan itu bukan soal lancar atau menyenangkan semata. Perjalanan bagi saya selain bisa menyenangkan anak-anak terlebih memberi pengalaman dan pelajaran bagi mereka dan seluruh anggota keluarga.

Keterangan tambahan :
Tiga minggu yang lalu, di akhir bulan April. Seorang teman dekat BBM, "ping, mbok kalau foto dandan dulu lah. Wong dilihat se-indonesia raya" pesannya sambil disertai upload artikel ini.

Huaahaha,,kontan saya tertawa dan tersipu. Antara malu dengan foto yang kucel dan senang, ternyata ada teman yang baca blog saya, "weh, baca blog punyaku juga" balas saya.

"Gak sengaja sih, cari jadwal kereta kalijaga, eh yang nongol artikelmu. Tapi kok aku

Rabu, 29 April 2015

Serba Serbi MPASI : Panduan MPASI

Aaak...

“MPASInya dikasih sayur dulu, biar anak gak picky eater” ujar seorang teman.

“Dikenalkan buah saja dulu, biar gak sembelit” teman yang lain lagi.

“Coba metode BLW (Baby Lead Weaning) biar anak terbiasa makan sendiri” komentar yang lain.

“Langsung saja diperkenalkan dengan daging, biar kebutuhan gizinya terpenuhi” saran teman di group.

“Jangan dikasih bayam sebelum 8 bulan” larang teman di sosmed.

“Tidak dikasih gula garam memang doyan?” tanya seorang teman

Dulu, menjelang MPASInya Fatih, kalimat di atas bersliweran di fesbuk. Ya, demi mempersiapkan MPASI, saya ‘bergentayangan’ di dumay dua bulan sebelum waktu MPASI. Masuk berbagai group yang membahas MPASI dan sempat juga chit chat sama teman soal MPASI.

Asli, semua informasi itu membuat saya bingung. Ini yang benar mana ya? Kok banyak banget versi nya. Banyak itu, artinya ada 3 versi panduan MPASI hasil keluar masuk di group yang saya rangkum hihihi..

WHO

Panduan WHO  memberikan MPASI tepat di usia bayi 6 bulan atau 180 hari, tidak kurang tidak lebih. Katanya biar tidak ada perdebatan lagi, itu yang saya baca dari group.

WHO juga membolehkan semua jenis makanan diberikan kepada bayi berusia 6 bulan sesuai dengan apa yang dimakan oleh keluarga. Catatan tanpa pemberian gula garam dibawah usia 1 tahun. Kenapa tidak boleh gula garam? Karena akan memperberat kerja ginjal. Percayalah, bayi belum mampu membedakan makanan enak dan tidak enak. Saya yang amatir saja bisa memberikan makanan tanpa gula garam.

Porsi makanan juga diperhatikan. Usia 6 bulan berikan porsi 1-2x. Usia 6 -9 bulan 2-3x dengan 1x camilan. Usia 9-12 bulan 3x dengan 2x camilan dan usia 12 bulan ke atas 3-4x dengan 2x camilan.

Tekstur makanan bertahap. Usia 6 bulan diberikan bubur saring, kental dan tidak mudah jatuh. Usia 9 bulan, tekstur cincang halus dan mudah dijumput dan usia 12 bulan sudah bisa makanan keluarga.

Food Combining (FC)

FC mengenalkan makanan kepada bayi sesuai dengan kesiapan organ pencernaan.

·         Usia 6-7 bulan diperkenalkan dulu dengan buah.

Buah dikenal memiliki sumber karbohidrat yang mudah dicerna. Pemberian buah dianjurkan ketika lambung dalam keadaan kosong, yaitu ketika bangun tidur, minimal 30 menit sebelum makan atau diantara waktu makan utama.

·         Usia 7-8 bulan perkenalan sumber karbohidrat dan sayuran.

Setelah buah, bayi kemudian diperkenalkan dengan umbi-umbian dan padi-padian sebagai karbohidrat kompleks. Bayi juga diperkenalkan dengan sayuran yang mengandung serat.

·         Usia 8 bulan ke atas perkenalan sumber protein

Organ pencernaan bayi sudah bisa dilatih mencerna makanan yang proses pencernaannya rumit. Bayi mulai bisa diperkenalkan sumber protein dimulai dari jenis kacang-kacangan misal tempe hingga ke ikan dan daging.

Baby Led Weaning 

Inti dari BLW adalah memberi kesempatan pada anak untuk makan sendiri sejak usia 6 bulan. Jadi tidak ada bubur atau pure. Makanan biasanya disajikan dengan ukuran yang pas dengan genggaman anak. Biasanya makanan disajikan segar atau dikukus.

Aturan di BLW, orang tua atau pengasuh hanya mengamati dan mengawasi, tidak mencoba untuk menyuapi makanan. Bayi atau anaklah yang memegang kekuasaan atas makanannya.

3 panduan itulah yang referensi saya buat MPASInya Fatih. Saya tidak condong ke salah satu panduan sih. Utamanya saya memegang panduan WHO untuk memberikan MPASI tepat usia 6 bulan sambil tetap disusui hingga 2 tahun atau lebih.

Nah, sebentar lagi Fattah akan mulai MPASI pada tanggal 6 Mei 2015. Belajar dari pengalaman MPASInya Fatih. MPASI perdana tetap akan saya perkenalkan buah selama seminggu. Setelah itu akan ditambah dengan karbohidrat, sayuran dan protein secepatnya.

Alasan saya mempercepat perkenalan bahan makanan lain karena Fatih pernah mengalami Anemia Defisiensi Besi (ADB). Saya memang tidak menghitung dengan cermat asupan gizi buat Fatih. Selain itu, bayi ASI memang rentan mengalami ADB ketika usianya memasuki 6 bulan. Makanya ada rekomendasi, usia 4 bulan bayi diberikan zat besi tanpa proses screening.

Untuk BLWnya, saya belum bisa memberikan kesempatan sepenuhnya kepada anak untuk makan sendiri. Saya kuatir dengan asupan gizinya. Beberapa kali saya membiarkan Fatih makan sendiri, namun sering juga saya suapi. Selain itu, siang hari saya menyerahkan kegiatan makan pada eyangnya. Merepotkan kalau meminta eyang menerima panduan BLW.


Mungkin ada teman-teman yang memakai panduan MPASI yang lain? Boleh donk share :D

Rabu, 11 Maret 2015

TIPS SUKSES MENYUSUI IBU BEKERJA


Usai melahirkan, tugas dan kodrat wanita selanjutnya adalah menyusui. Ini adalah pengalaman menyusui yang kedua bagi saya. Alhamdulillah, pada pengalaman pertama, saat menyusui Fatih saya mampu menyapih Fatih dengan cinta di usia 25 bulan 12 hari, meski Fatih sempat diberi formula hingga usia 9 hari *Gak ASIX hiks. Sedangkan perjalanan saya menyusui Fattah hingga lulus S3 masih panjang.

Menyusui bagi ibu bekerja, tentu bukanlah hal mudah, namun sangat memungkinkan. Berdasarkan pengalaman saya menyusui Fatih dan sekarang menyusui Fattah, ada beberapa tips sukses menyusui untuk ibu bekerja.

1.       NIAT

Tujuan apapun pasti diawali dengan niat. Niat dapat membentuk tekad yang kuat. Saat saya  berniat dan bertekad hanya memberikan ASI buat Fatih, sebagian besar teman kantor meragukannya. Namun niat dan tekad saya sudah bulat, alhamdulillah saya berhasil membuktikan kepada diri sendiri, bahwa saya mampu menyusui Fatih hingga 25 bulan 12 hari.

2.       KOMUNITAS DAN ILMU

Jauh sebelum melahirkan, saya bergabung dengan Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI), di sana saya mendapatkan dukungan dan ilmu untuk sukses menyusui. Dukungan sangat diperlukan, saat kita merasa lelah ada teman-teman yang mendukung sehingga kita tidak merasa sendirian. Komunitas juga tempat saya menimba ilmu. Sebagai ibu baru, informasi tentang menyusui dan mengasuh anak masih sangat minim. Meskipun saya lulusan psikologi, tapi informasi menyusui tidak pernah saya peroleh di sana.

3.       DISIPLIN

Pengalaman saya, ketika saya tidak disiplin menjalankan manajemen ASIP, maka tunggu saja, dalam beberapa hari produksi ASI menurun. Disiplin manajemen ASIP meliputi waktu memerah, mencuci dan mensteril botol penyimpan ASIP, memasukkan ASIP ke dalam kulkas dan freezer dan mengeluarkan ASIP  yang beku dari freezer. Langkah-langkah tersebut membutuhkan kedisiplinan yang tinggi.

Kok bisa produksi ASI menurun? Kalau kita malas melaksanakan hal di atas, biasanya kita cenderung malas memerah. Beberapa kali melewatkan jadwal memerah, produksi ASI dalam payudara menurun. Pernah beberapa malam saya malas memerah karena capek dan mengantuk, akibatnya payudara saya tidak lagi penuh saat tengah malam.

4.       HINDARI PEMAKAIAN DOT

IDAI tidak menyarankan penggunaan dot. Dot bisa menyebabkan bingung putting dan penurunan produksi ASI. Beberapa orang yang saya kenal, saat anak ditinggal kerja dan mulai menggunakan dot, produksi ASInya menurun. Umumnya setelah beberapa bulan, ASIP mereka tidak mencukupi kebutuhan anak.  Bahkan ada teman saya yang anaknya tidak mau menyusui secara langsung.

Lantas menggunakan media apa? Pemberian ASIP bisa menggunakan gelas sloki, sedotan atau sendok. Saya sendiri bagaimana? Saya masih melakukan “DOSA” yang satu ini. Menitipkan anak bukan perkara mudah. Saya tidak bisa memaksakan orang rumah yang merasa tidak sanggup menggunakan media selain dot. Namun ada teman saya yang berhasil menggunakan sendok dan sloki untuk memberikan ASIP.

Semoga 4 tips ala saya ini bermanfaat buat ibu menyusui yang bekerja. Bekerja bukan halangan bagi kita untuk memberikan ASI. Mari belajar dan terus belajar menjadi ibu yang lebih baik untuk buah hati. Salam ASI :)

Selasa, 10 Februari 2015

MAMA TIDAK BOLEH KERJA

"Mas sedih Dek, ditinggal mama kerja"

“Ayah kerja, Mama ga boleh kerja” itu ucapan Fatih saat saya menyampaikan kalau saya sudah harus masuk kerja.

Hampir semua anak pasti menginginkan ibunya menemani kesehariannya di rumah, demikian juga Fatih, anak sulung saya. Meskipun sejak usia 3 bulan sudah saya tinggal bekerja, Fatih masih belum bisa menerima Mamanya bekerja.

Protes Fatih dimulai sejak mendekati usia 1 tahun. Saat saya hendak berangkat bekerja, dia pasti rewel minta digendong sebagai upayanya mencegah saya berangkat ke kantor. Ibu saya sampai menyuruh saya, diam-diam saja berangkat ke kantor. Pulang kantor pun saya mengendap-endap, karena begitu melihat saya, Fatih pasti nempel dan tidak memberi kesempatan untuk sekedar berganti pakaian.

Setelah bisa berjalan, setiap saya akan berganti pakaian kantor, Fatih akan mengambil pakaian dan kerudung yang akan saya kenakan. Dia masukkan lagi ke lemari. Setelah saya siap mau menaiki motor, biasanya sih dia membiarkan saya berangkat ke kantor dengan wajah sedih. Tambah besar lagi, dia bernegosiasi dengan meminta dibelikan makanan terlebih dahulu. Entah itu es krim, coklat, biscuit atau roti.

Nah, karena alasan itulah, setelah 3 bulan saya menikmati gaji tanpa harus bekerja, saya mulai berangkat kantor beberapa hari sebelum cuti habis. Seharusnya saya masuk kerja, hari jum’at tanggal 06 Februari 2015, tapi saya sudah berangkat ke kantor Senin, 2 Februari 2015. Waktu beberapa hari itu digunakan untuk mempersiapkan mental saya dan anak-anak sebelum masa cuti berakhir. Terlebih membiasakan Fattah untuk minum ASIP yang sudah saya simpan di kulkas.

Benar saja, hingga hari ini, Fatih tetap berusaha menghalangi saya bekerja. Hari pertama berangkat ke kantor, Fatih bilang, “Ayah kerja, Mama ndak boleh kerja”. Setelah usaha menjelaskan dan membujuk tidak berhasil, saya bernegosiasi mengajak Fatih ke minimarket untuk membeli makanan. Sampai hari ini negosiasi terus berjalan seperti itu *gaji mama habis Nak untuk negosiasi.

Baru hari pertama ditinggal kerja, eh sore harinya Fatih demam. Panasnya naik turun, sesaat setelah diberi parasetamol turun, beberapa jam kemudian panas lagi. Demamnya Fatih berlangsung hingga Selasa malam. Tapi saya tetap menjalankan rutinitas berangkat ke kantor dan kembali ke rumah siang hari.

Usai demamnya hilang, Kamis malam, Fatih dan Fattah mulai batuk pilek. Hadeuh, rasanya penuh drama. Sabtu pagi, Fatih diperiksakan ke dokter karena batuk pileknya semakin parah, sedang Fattah berhubung praktek dokter anaknya tutup diberikan obat yang sempat diresepkan dokter saat pilek.

Hari Senin, kondisi anak-anak sudah semakin membaik. Drama lain mulai kembali muncul. Siang hari, saya memilih pulang ke rumah untuk makan siang dan menyusui Fattah, tentunya saya harus kembali ke kantor hingga usai jam pulang kantor pukul 15.00 WIB. Saat akan kembali ke kantor, Fatih rewel minta ikut ke kantor. Kemana pun saya pergi di sekitar rumah pasti dibuntuti. Saat akan menaiki motor, Fatih langsung memegang baju atau mengejar saya. Akhirnya saya kembali ke kantor diiringi tangisan Fatih yang minta ikut.

Saya memahami perasaan Fatih yang tidak ingin ditinggalkan. Saya memang tidak pernah meninggalkan anak-anak selain untuk bekerja. Kemanapun saya pergi mereka pasti ikut. Tapi untuk menjadi SAHM atau Stay At Home Mother masih ada pertimbangannya. Pertimbangan utama tentunya alasan ekonomi. Kalau hanya mengandalkan gaji suami, tentu keuangan harus diatur sedemikian ramping. Saat ini, kami juga masih punya cicilan rumah.

Saya pernah menyampaikan kemungkinan SAHM kepada Ayah. Jawaban Ayah, “Terserah, yang penting Mama senang dan bahagia”. Ayah sih sejak sebelum menikah inginnya saya jadi SAHM, tapi setelah menikah dan punya anak, dia menyerahkan keputusan di tangan saya. “Entar kalau Mama di rumah aja malah stress. Gaji ayah cukup gak buat Mama?”.

Saya sih pengennya kayak masa cuti, gaji masuk rekening tanpa harus bekerja. Mungkin gak ya? *dipelototin pak Dekan 

Rabu, 24 Desember 2014

LDR (LET DOWN REFLEX) YANG DICARI


Jatah cuti melahirkan tinggal 40 hari lagi. Saya tengah mempersiapkan ASI Perah (ASIP) untuk Fattah. Alhamdulillah, stok ASIP di freezer sudah penuh, bahkan saya beberapa kali sudah membuang ASIP. Kok dibuang? Ya, karena botol kacanya buat menyimpan ASIP sudah habis. Saya hanya menyediakan 60 botol kaca ASIP. Apa cukup? Mudah-mudahan cukup, dulu pas Fatih saja saya Cuma punya 20an botol kaca.

Saya juga sedang mencari LDR supaya proses memerah payudara lebih cepat dan lancar. LDR apa tuh? LDR ini bukan Long Distance Reletionship tapi Let Down Reflex. Jadi biasanya kalau ibu sedang menyusui, tiba-tiba ada sensasi nyeri atau geli yang dirasakan itulah yang dinamakan LDR. Berdasarkan file yang saya baca di AIMI, sensasi lainnya ada yang berupa mual, pusing atau sakit kepala. Saya sendiri sih biasanya merasakan nyeri di bagian atas payudara.

LDR ini dipengaruhi oleh kinerja hormon Oksitosin yang efeknya pada kelenjar payudara adalah menyemburkan ASI. Hormon Oktsitosin menyebabkan kontraksi otot di sekeliling kantong-kantong penyimpan susu sehingga ASI mengalir ke saluran ASI dan akhirnya keluar melalui pori-pori yang ada pada putting.

Biasanya kalau saya tengah menyusui, payudara lain ikut mengeluarkan ASI sehingga baju menjadi basah. Ini juga salah satu tanda LDR. Nah, kalau saya merasakan payudara penuh dan bagian atas nyeri, daripada terbuang percuma, payudara yang lain diperah. Wah kok bisa sambil menyusui dan memerah payudara? Bisa donk, Fattah saya sangga dengan kaki, dan dua tangan saya bisa bebas memegang botol dan memerah hehehe.

LDR memudahkan saya untuk memerah, karena payudara menjadi sangat gampang diperah dan ASI yang keluar sangat lancar. Irit tenaga dan waktu kan. Biasanya LDR mudah didapatkan saat sesi menyusui, karena isapan bayi memancing LDR. Nah, yang agak sulit adalah saat memerah tanpa menyusui.

Dulu saat menyusui Fatih, teknik yang saya pakai adalah menstimuli putting, kadang LDR muncul, kadang juga harus ekstra tenaga untuk memerah. Nah, beberapa hari ini tanpa sengaja saya menemukan cara gampang mendapat LDR.

 Pas malam hari di saat Fattah sudah tertidur pulas, saya merasakan payudara belum kosong sepenuhnya. Mumpung mata melek, saya mencoba memerah. Iseng saya mencoba menstimuli payudara, beberapa saat LDR belum saya rasakan. Di tengah usaha itu, saya menengok ke belakang, memandangi wajah Fattah, loh si LDR datang. Ya saya merasakan sensasi nyeri di atas payudara, putting yang membesar dan keluar ASI dari kedua payudara. Segera saja saya memerah payudara dengan mudah dan cepat, karena keduanya meneteskan ASI.

Memang salah satu cara mendatangkan LDR memandangi atau membayangkan buah hati. Sayangnya dulu waktu menyusui Fatih kurang berhasil. Saya mencoba membayangkan wajah Fatih, mungkin karena daya imajinasi saya lemah, jadi kurang berhasil. Rencana ke depan, saya mau mengambil gambar Fattah dan disimpan di HP. Besok kalau memerah di tempat kerja, saya akan memandangi beberapa foto Fattah :).

Kamis, 13 November 2014

PENGALAMAN OPERASI SESAR 2

Sebenarnya banyak agenda menulis saya *tsah, bak penulis professional saja. Tujuannya sih ingin berbagi pengalaman, siapa tahu ada yang membutuhkan informasi berdasarkan pengalaman saya. Saya masih hutang pada diri saya sendiri untuk melanjutkan operasi hernia Fatih, di benak saya juga sudah ingin menulis pengalaman melahirkan Fatih dengan operasi sesar sebelum melahirkan Fattah *sambil memperkenalkan nama adiknya Fatih.

Berkejaran dengan waktu hihihi sok puitis, mumpung Fatih dan Fattah masih tidur, saya putuskan untuk bercerita pengalaman melahirkan Fattah yang lagi-lagi dengan operasi sesar.

Di postingan sebelumnya, saya sudah pernah bercerita kalau untuk persalinan kedua, dokter SPOG sudah menyatakan kemungkinan normal terbuka. Tentu saja dengan syarat ketentuan berlaku *seperti iklan saja. Persalinan normal dapat dilakukan dengan senormal-normalnya, kondisi bayi memungkinkan, detak jantung tetap bagus dan persalinan tidak boleh diinduksi. Mungkin maksudnya kalau terlalu lama bukaan, maka dengan terpaksa sesar harus dilakukan.

Semua saya persiapkan, meski kurang maksimal. Saya bahkan sempat browsing gerakan senam hamil dan mengikuti senam hamil di tempat bidan. Teman-teman kantor berusaha mengurungkan niat saya untuk normal, karena yang pertama kan sesar.

“Wis rak sah macam-macam, tanteku jarak 5 tahun aja memaksakan normal, akhirnya malah jahit atas dan bawah (maksudnya jahitan perutnya terbuka, jadi perut dan vaginanya dijahit)” ujar teman saya.

“Wis, enak sesar wae, normal kie loro banget. Aku wis pengalaman, yang kedua langsung minta sesar wae” ujar teman yang satu lagi. Anak pertama awalnya mencoba normal berakhir sesar karena terbelit tali pusat, yang kedua langsung meminta sesar.

Saya waktu itu berfikir, wong dokternya saja optimis masak saya menyerah. Lagi waktu Fatih, bukaan 4 saya tidak merasakan kontraksi sama sekali. Rasanya air ketuban pecah malah plong.

Singkat cerita, Kamis pagi, sekitar pukul 03.00 WIB saya merasakan perut terasa kencang. Saya tidur dengan membolak-balikkan badan ke kanan dan kiri. Pukul 04.00 WIB selesai adzan subuh, dalam perjalanan ke kamar mandi, saya merasakan ada cairan keluar. Benar, ternyata itu flek. Akhirnya saya segera membangunkan ayah untuk persiapan ke rumah sakit.

Sampai di rumah sakit, setelah diperiksa, ternyata masih bukaan 1. Saya diberi pilihan, mau langsung mondok atau kembli lagi siang atau sore hari saat kontraksi semakin sering. Saya dan Ayah putuskan untuk langsung mondok, karena pertimbangan daripada diributin Fatih.

Yang paling menyebalkan begitu diputuskan mondok adalah langsung diinfus. Hadeh, padahal saya kan paling takut sama jarum suntik. Saya mencoba menawar, entar aja agak siangan, sayangnya prosedur rumah sakit seperti itu.

Proses mencari vena saya buat diinfus tidak mudah. Vena saya halus dan kecil, goyang sedikit pecah. Benar, saya goyang karena tegang, pecah deh. Perawat sampai geregetan, terpaksa mencari lagi di sebelah kanan. Penyiksaan tak berakhir sampai di situ, saya masih harus disuntik untuk diambil darah dan memuluskan jalan lahir. Belum lagi ada pemeriksaan pembukaan beberapa kali.

Pukul 07.30 WIB akhirnya dokter datang untuk memeriksa keadaan saya. Saat itu saya baru saja memakan roti, karena belum sarapan sama sekali. Dokter kemudian meminta saya untuk puasa saja, untuk berjaga-jaga kalau nanti terpaksa sesar. Saat itu sudah bukaan 4 dan rasa mulesnya sudah luar biasa, deuh kok beda sih ma pengalaman melahirkan Fatih yang tidak terasa sama sekali.

Dokter sudah menawarkan untuk disesar langsung atau masih kuat diobservasi selama 4-5 jam. Sebelumnya bidan sudah bertanya, perkiraan berat badan bayi berapa dan tinggi saya berapa. Mendengar berat badan bayi 3,5 dan tinggi saya cuma 148, sepertinya mereka geleng-geleng kepala.

Kepastian normal memang masih harus diobservasi, detak jantung bayi terus dipantau, termasuk kondisi saya yang sudah setengah teriak menahan mules. Saya sudah mencoba mengatur nafas, tapi praktek tak semudah teori, rasanya tetap harus berteriak menahan mules.

15 menit setelah kunjungan dokter, saya benar-benar sudah tak tahan. Ayah sudah saya remet-remet untuk menyalurkan rasa mules. Akhirnya saya mengikuti tawaran dokter.

“Gimana ya Yah, sesar sekarang apa nunggu 4-5 jam lagi?” tanya saya sambil menahan mules.

“Terserah Mama, yang merasakan kan Mama. Sesar sekarang juga gak papa. Ayah percaya Mama.” Jawab Ayah menguatkan sambil memegang tangan dan mencium kening saya.

Akhirnya saya masuk ruang operasi pukul 08.00 WIB sambil setengah teriak dan mengatur nafas. Begitu diberi bius lokal, saya sudah lemas, habis tenaga saya untuk menahan mules, apalagi dengan sarapan hanya sepotong roti.

Saya tertidur di ruang operasi, bangun-bangun, dokter tengah menjahit perut saya. Asisten dokter menyampaikan ucapan selamat kalau bayi sudah lahir dengan selamat, dengan berat 3,4 kg dan sehat wal afiat.

Usai tubuh saya dibersihkan, saya dibawa ke ruangan bersalin VIP. Saat itu kamar rumah sakit penuh, adanya kelas 3 dan sisa ruang bersalin VIP. Untuk sementara saya ditempatkan di ruang bersalin VIP sambil menunggu kamar VIP kosong.

Saya memang harus memilih kamar dengan pasien 1 kamar 1 orang, pertama untuk kenyamanan, kedua karena saya memilih rawat gabung dengan konsekuensi semua diurus oleh keluarga sendiri. Kapan-kapan saya akan cerita tentang rawat gabung.

Keesokan paginya dokter visit ke kamar saya. Saya kemudian bertanya apakah keputusan saya untuk sesar saat itu tepat atau peluang normal sebenarnya masih tinggi. Jawaban dokter, saat itu masih ada peluang normal, namun bila operasi dilakukan siang hari, kesulitan lebih besar. Ternyata dokter anastesi siang hari praktek di RSU dan kalau siang hari ditakutkan detak jantung bayi sudah tidak bagus. Selain itu ternyata air ketuban sudah keruh. Penyebabnya mungkin bayi distress.

Di lubuk hati terdalam saya merasa menyesal, tidak bisa memperjuangkan persalinan normal hingga akhir. Tapi saya bersyukur juga, karena kalau saya keukeuh, kasihan Fattah, air ketubannya malah sudah keruh, terpaksa dia diberi antibiotik selama 2 hari.

Saya salut dengan ibu-ibu yang berhasil dan sanggup menjalani persalinan normal, meski kadar kesakitan dan mules saat kontraksi tiap orang berbeda.

Apa saya akan mencoba lagi untuk persalinan normal di kemudian hari? Sampai saat ini, saya putuskan cukup dua anak saja. Sakit pasca sesar untuk kedua kalinya luar biasa, bagaimana kalau ketiga kalinya. Tak ingin saya bayangkan.

“Sakit pasca sesar kedua lebih sakit kan Bu?. Cukup dua saja ya bu. Istri saya saja dua kali sesar, saya ga ingin nambah lagi. Kasihan” pesan dokter SPOG saya.

Tuh, saya didukung ma dokternya kan? Sepertinya dia enggan berurusan dengan saya lagi. Tiap konsultasi, nanya dan ngeyelnya banyak, pas persalinan hobinya teriak-teriak hihihi.

Royyan Al Fattah

Senin, 06 Oktober 2014

MENCARI RUMAH SAKIT PRO ASI

Saat hamil Fatih

Tak terasa usia kandungan saya sudah 8 bulan, sekitar 1 – 1,5 bulan lagi akan tiba waktu melahirkan. Alhamdulillah, setiap bulan cek kandungan, kondisi calon adiknya Fatih sehat. Terakhir cek, berat badannya sudah mencapai 2,6 kg.

Kehamilan kedua ini, saya lebih santai, bahkan mungkin kebablasan santai. Beberapa pantangan orang hamil yang menurut saya cuma mitos atau berlebihan, saya langgar. Misalnya makan nangka saat hamil. Dulu waktu hamilnya Fatih, saya tidak diperkenankan menyentuh nangka, durian dan nanas. Sekarang sih kalau cuma sesuap dua suap ga apa-apa lah, kan cuma mencicipi hihihi.

Soal susu hamil juga di kehamilan kedua saya tidak konsumsi. Paling yang diminum susu UHT coklat, itupun tidak tiap hari. Yang menggembirakan, posisi calon adiknya Fatih tidak sungsang, kepala sudah berada di jalan lahir. Pantas, perut bagian bawah rasanya sering nyeri, otot pantat hingga paha rasanya seperti keseleo.

Dokter kandungan dari awal sudah menjelaskan bahwa untuk melahirkan normal masih memungkinkan. Nah, sayangnya saya baru dapat info dari temannya Ayah kalau ibu dengan mata minus kemungkinan melahirkan kecil. Waduh ada saja halangannya, pas hamil Fatih karena sungsang, sekarang posisi sudah bagus, ada informasi soal gangguan mata.

Teman-teman kantor menyarankan untuk sesar saja, kuatir kalau jahitan belum kuat. Saya sih sebenarnya tidak masalah, mau sesar oke kalau bisa normal lebih bersyukur, yang penting lancar dan bayi sehat. Masalahnya rumah sakit tempat saya berkonsultasi tidak sepenuhnya pro ASI.

Berdasarkan PP no 33 tahun 2012 Tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif menyatakan tenaga kesehatan dan penyelenggara fasilitas pelayanan kesehatan :

1. Wajib melakukan Inisiasi Menyusui Dini (IMD)paling singkat 1 jam

2. Wajib menempatkan Ibu dan Bayi dalam satu ruangan, kecuali ada indikasi medis

3. Wajib memberikan informasi dan edukasi ASI Ekslusif kepada ibu, dan atau anggota keluarga

4. Jika tidak melaksanakan ketentuan dikenakan sanksi administratif oleh pejabat berwenang.

PP tersebut sebenarnya mengatur dan mendorong pemberian Air Susu Ibu Ekslusif, sayangnya belum semua rumah sakit menerapkan aturan tersebut. Saya tidak tahu, apakah peraturan tersebut suah berlaku dan bila ada laporan pelanggaran ditidaklanjuti atau tidak.

Saat usia kandungan menginjak 5 bulan, saya sudah menanyakan kepada dokter kandungan soal apakah rumah sakit tempat beliau praktek pro ASI atau tidak. Jawabannya “sudah donk”. Nah, saya yang memang dasarnya kemal alias kepo maksimal hihihi, langsung menanyakan berbagai macam pertanyaan terkait dukungan pro ASI.

Awalnya saya menanyakan terkait IMD, dokter kandungan mengatakan bisa untuk kelahiran normal tetapi sulit untuk sesar. Masalah rawat gabung memungkinkan bila memilih minimal ruang kelas 1 dimana hanya ada 1 pasien setiap kamar. Saya pun direkomendasikan untuk memilih dokter anak yang lebih santai dan fleksibel. Terkait informasi dan edukasi ASI ekslusid saya tidak menanyakan, karena informasi yang saya dapat dirasa masih cukup memadai dan dokternya pun sudah mengenal saya ketika kelahiran anak pertama. Terakhir saya menanyakan kembali beberapa hari yang lalu soal media pemberian ASIP atau susu bila ternyata air susu saya belum keluar. Hasilnya dokter meralat pernyataan sebelumnya dengan mengatakan rumah sakit ini masih setengah pro ASI, karena media pemberian ASIP atau susu masih menggunakan dot. Padahal dokter setuju dengan pernyataan saya tentang resiko bingung puting.

Waduh, ini mah setengah aja tidak, dukungan dan dorongannya apa donk? Sepertinya masih bergantung pasien mau pro ASI atau tidak. Ada dua alasan kenapa saya masih bertahan konsultasi di rumah sakit tersebut, yang pertama alasan letak rumah sakit yang dekat dengan rumah dan akses kendaraan mudah. Kedua, saya cocok dengan doktenya. Dia mendukung pemberian ASI, cuma rumah sakit, perawat dan fasilitas yang lain kurang mendukung. Anaknya dokter tersebut 4 tahun baru berhasil di sapih, memang dia pengikut WWL. Saat saya menjalani NWP, dokter pun menyepakatinya.

Saya jadi galau-segalaunya, mau pindah rumah sakit nanggung, ga pindah kok dukungan rumah sakit setengah-setengah. Semisal saya bisa normal, pemulihan pasca melahirkan lebih cepat, jadi bisa maksimal mengupayakan ASI Ekslusif. Bagaimana menurut teman-teman?

Blog Design by Handdriati