Kamis, 27 Maret 2014

IMPIAN-IMPIAN IDEALIS

Ada yang sering bermimpi? Saya *ngacung paling tinggi*. Sungguh, hampir setiap malam saya bermimpi. Mimpinya pun beragam dan ajaib-ajaib. Saya pernah mimpi di dalam mimpi sehingga mimpinya berlapis-lapis. Persis sebuah iklan, “berapa lapis?ratusan”. Pernah juga bermimpi kalau saya menikah dengan suami yang ternyata wanita. Wow, saya bingung, ntar gimana bisa punya anak.

Kadang saya sampai iseng mencari di internet arti mimpi semalam. Cuma ya itu, bagi saya yang berlalu biarlah berlalu, anggap saja bunga tidur.

(Search by google)

Bagaimana dengan impian? Saya juga punya impian dan berganti-ganti seiring dengan pertimbangan dan waktu.

Dulu, jaman masih SMA saya sudah memakai jilbab. Saya punya impian jadi pengusaha kolam renang khusus wanita, karena semua kolam renang campur, jadi saya agak risih. Cuma berhubung modalnya besar dan sekarang sudah mulai marak kolam khusus wanita, saya ganti impian lagi.

Impian yang lain lagi, pengen punya beberapa toko dalam satu kawasan. Toko pertama menjual barang-barang fashion. Toko yang kedua menjual jasa salon kecantikan. Yang ketiga servis dan cuci motor mobil. Toko keempat menjual beragam buku bacaan. Terakhir kafe yang menyediakan masakan-masakan simple. Tujuannya sih, kalau pas servis mobil atau motor daripada bosan menunggu, bisa jalan-jalan ke took sebelah, jadi sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui…hihihi.

Ternyata impian saya sama ajaibnya dengan bunga-bunga tidur. Sekarang saya malah punya impian idealis lain. Saya ingin punya toko bayi dan anak, dimana menyediakan dan mendukung pemberian ASI. Toko impian saya selain menyediakan peralatan bayi umum lainnya seperti baju, popok kain dan peralatan kelengkapan bayi dan anak, juga menyediakan peralatan pendukung pemberian ASI.

Saya ingin toko ini menjadi tempat informasi berupa kiat sukses menyusui, MPASI homemade, dan semua hal yang berkaitan dengan tumbuh kembang anak.  Penghasilan, ilmu dan berbagi pengetahuan pun bisa didapatkan melalui toko ini.


Hal yang perlu disiapkan keberanian memulai, informasi dunia usaha dan tentu saja yang paling penting modal. Ada ga yang mau modalin tanpa bunga dan batas pengembalian yang cukup lama?hihihi…

Selasa, 11 Maret 2014

MENIKAH ITU BERBAGI

Sebagai wanita pasti senang rumpi kan? Atau kalau punya masalah pasti curhat ke teman atau saudara wanita. Meski sekarang sudah punya pasangan hidup, tetap saja curhat ke sesama wanita memang lebih nyaman.

Beberapa kali dengar curhat teman-teman wanita soal rutinitas mengurus rumah tangga. Kebetulan teman-teman di kantor banyak yang usia pernikahannya tidak terpaut jauh, seenggaknya masih merasakan, repotnya mengurus buah hati yang masih kecil, lebih repot lagi kalau masih punya bayi.

Seorang teman wanita sebut saja namanya M, merasakan gagal memberikan ASI ekslusif untuk anak pertamanya. Untuk anak yang kedua, dia ingin bisa memberi ASI ekslusif. Saya yang pro ASI berusaha mensupport dengan menjelaskan manajemen ASI perah (ASIP) dan meminjamkan botol-botol ASIP yang  tidak terpakai.

Namun berbagai kendala rupanya membuat M memilih untuk memberikan sufor selama ditinggal kerja. Di usia 1 bulan, bayinya terkena kuning. Dia mencoba memerah, namun hasilnya masih sedkit dan rupanya manajemen memerahnya pun belum tepat. Sementara suaminya juga khawatir dengan kondisi anaknya sehingga memberi saran untuk dibantu dengan sufor.

Seorang teman pria sebut saja namanya A sering bertanya tentang manjemen ASI perah. Istrinya baru melahirkan dan mereka berdua tertarik untuk tetap memberikan ASI tanpa bantuan sufor. Support yang diberikan si A sangat baik. Dia mau mencarikan botol ASIP, cooler bag bahkan media pemberian ASIP cupfeeder. Hebatnya lagi, dia tidak malu meminjam kulkas di kantor yang sering tidak terpakainya untuk menyimpan ASIP di bagian freezer.

Saya salut sekali dengan si A. Melalui ceritanya, saya dan teman-teman menangkap bahwa dia mau berbagi tugas dengan istrinya. A bahkan mau menggantikan dan mencucikan popok, ketika bayinya selesai menyusui dan masih rewel, dia bersedia menidurkan. Ketika istrinya memerah di tengah malam, dia juga bersedia menemani.

Seyogyanya menikah itu berbagi tugas rumah tangga. Tidak jamannya lagi tugas suami hanya memberi nafkah keluarga dan kemudian menyerahkan semua tugas rumah tangga kepada istrinya. Mengurus rumah tangga itu bukan kodrat wanita, yang kodrat wanita adalah mengandung, melahirkan dan menyusui. Tugas memasak, mencuci, menyetrika, membersihkan rumah serta menggantikan popok tentu bisa juga dilakukan suami.


Komitmen saya sejak awal menikah adalah berbagi. Saya tidak mencari suami yang kaya, yang materinya berkelimpahan. Suami kriteria saya adalah yang mau berbagi tugas rumah tangga. Yang bersedia menyetrika baju, karena itu pekerjaan yang paling menyebalkan bagi saya. Menggantikan memasak karena saya masih mengurus Fatih. Tidak sungkan membersihkan rumah dan mencuci piring. Kalau pintar cari uang kan memang tugas utamanya suami..hihihi…


Saya dan suami tentunya masih terus belajar untuk berbagi, agar Fatih dan calon adiknya *entah kapan*pun tumbuh berkembang menjadi individu yang bebas gender dan mampu berbagi dengan pasangannya.

Sabtu, 08 Maret 2014

SIARAN KEMBALI DEMI MASA DEPAN

( gambar search google)

Yippie, semalam akhirnya saya siaran lagi. Mumpung masih hangat dan ini siaran perdana setelah absen selama 2,5 tahun, saya mau cerita sedikit tentang siaran tadi malam.

Saya mengambil tema tentang menyiapkan masa depan. Biasanya saya menyiapkan bahan siaran berupa tulisan berisi hal-hal yang nanti akan disampaikan. Namun karena siaran kali ini mendadak, setengah dipaksa pak Dekan, saya baru menemukan tema menjelang sore, dan menyiapkan coret-coretan di tengah siaran berlangsung.

Tema siaran tadi malam, terinspirasi dari beberapa curhat teman muda *biasanya etika psikologi menyebut klien*. Isi curhatnya, mereka menyesal ketika masa sekolah, saat memiliki tugas untuk menimba ilmu, tidak dimanfaatkan sebaik-baiknya. Akhirnya nilai ijazah sangat minim dan mereka pun tidak memiliki skill untuk berwiraswasta, sebagai salah satu alternatif untuk tidak menggunakan ijazah sebagai salah satu alat mencari kerja.

Dalam siaran, saya menyampaikan bahwa kita seharusnya memiliki rencana ke depan, untuk setahun, 5 tahun, 10 tahun ke depan. Untuk menyiapkan masa depan, kita harus mencari informasi dan ilmu sebanyak dan seluas mungkin, yang membantu kita untuk menentukan langkah-langkah kecil selanjutnya untuk mewujudkan masa depan.

Seperti biasa, penyiar akan membuka kesempatan pendengar untuk bertanya melalui sms atau langsung menelpon. Rupanya para pendengar tidak hanya kalangan remaja, ada juga seorang ibu yang ikut memberikan pertanyaan melalui sms.

Beberapa pertanyaan itu antara lain, bolehkah saya merencakan pernikahan di masa SMA, apakah perlu kuliah, bagaimana mendapatkan pasangan yang baik dan apa rencana saya terhadap anak saya dan masih ada lagi, cuma karena faktor lupa tidak saya sebutkan …hihihi.

Jawaban saya kemudian, tidak ada salahnya memikirkan pernikahan, yang perlu dipersiapkan adalah kematangan untuk melaksanakan pernikahan. Artinya bukan hanya soal menjalin hubungan dengan lawan jenis, tetapi lebih kesiapan fisik dan psikis. Saya menceritakan kisah anak ibu Peni yang sudah memiliki rancangan akan menikah di usia berapa dan berusaha menyiapkan sebuah usaha yang bisa dijalankan dari rumah.

Untuk masalah perlu tidaknya kuliah, saya kembalikan lagi pada tujuan ke depannya, sehingga perlu tidaknya kuliah sangat bergantung dari individu dengan mempertimbangkan berbagai aspek.

Berkaitan dengan pasangan hidup yang baik, tidak ada pasangan yang sempurna. Yang ada saling melengkapi. Meminjam istilah Mario Teguh, bila kita mampu meninggikan nilai dalam diri, maka kita akan mudah juga mencari pasangan dengan nilai yang sepadan.


Terakhir mengenai rencana saya untuk Fatih. Saya hanya ingin Fatih tumbuh dan berkembang dengan baik. Ke depannya dia akan memiliki profesi apa atau memilih pasangan seperti apa, saya serahkan pilihan kepada Fatih. Hal yang pertama saya lakukan untuk tumbuh kembang Fatih adalah memberikan ASI meskipun saya wanita bekerja *sekalian mengedukASI hihihi..

Kamis, 06 Maret 2014

NGASI BIKIN LANGSING

Susu apa yang paling disukai dan memiliki banyak manfaat? Pasti semua setuju kalau saya sebut ASI.

Pemberian ASI direkomendasikan oleh WHO selama 6 bulan secara ekslusif yaitu cukup ASI saja. Kemudian diteruskan hingga 2 tahun. Di Indonesia,  Undang-undang no. 36 tahun 2009 tentang kesehatan pasal 128 menyatakan setiap bayi berhak mendapatkan ASI ekslusif sejak dilahirkan hingga 6 bulan.

Bagi saya wanita pekerja, adanya PP no 33 tahun 2012 tentang pemberian ASI eklusif menguatkan langkah saya untuk menyediakan asi perah selama bekerja.

Beruntung atasan saya memberikan apresiasi dengan mempersilakan saya menggunakan ruangan yang tidak terpakai untuk memerah asi dan menyimpannya dalam lemari pendingin.


(Fatih tumbuh sehat berkat ASI)

Langkah saya untuk memberikan asi tanpa bantuan sufor malah lebih didukung oleh rekan kerja pria. Trus yang rekan kerja wanitanya gimana? Rekan kerja wanita sedikit menyangsikan niat saya untuk ASI hingga 2 tahun. Alasannya, karena ribet dan diperlukan ketelatenan untuk konsisten. Mereka bertaruh, sampai kapan saya kuat bertahan.

Dan apakah saya menyerah? Tentu tidak…hehehe. Saya bisa membuktikan kalau hingga saat ini saya masih menyusui Fatih, dan mampu memerah ASI hingga Fatih berusia 1,5 tahun.

Apa sih alasan saya ‘keukeuh’ memberikan ASI ditengah lingkungan yang serba praktis? Alasan utamanya anjuran ISLAM dalam surat Al-Baqarah :223 untuk menyusui anak hingga 2 tahun. Ilmu kesehatan pun mengukuhkan bahwa ASI tidak bisa digantikan oleh susu formula mana pun.

Hitungan ekonomi, ASI gratis, sehingga pengeluaran pun berkurang. Bayangkan, teman saya yang memberikan sufor untuk anaknya, menghabiskan biaya 1 hingga 2 juta perbulan. Wuih, kalau saya sudah bisa ditabung buat beli genteng..hihihi.

Poin penting lagi yang membuat teman saya iri adalah, seberapa banyak makanan yang masuk ke dalam perut saya, badan saya lebih langsing daripada mereka. Bener, sumpeh, waktu saya masih memerah asi, porsi makan saya, sama banyaknya dengan bos saya yang badannya 2-3 kali lipat lebih besar.

Jam makan siang, teman kantor sering pesan makan dengan porsi setengah. Saya? 1 porsi aja kadang masih kurang, padahal snack pagi jatah saya, sudah ludes.

Setelah tidak memerah asi, secara bertahap porsi makan berkurang, sayangnya tidak diimbangi oleh berkurangnya timbangan badan hiks. Akhirnya, seperti sebuah jingle sebuah iklan “bajuku dulu tak begini, tapi kini tak cukup lagi. Kubesar tambah lebar”.


Bagi saya NGASI itu cara diet alami bikin langsing. Saya jadi kangen LANGSING.

Sabtu, 01 Maret 2014

AYAH, ROKOK DAN KELUARGA


Tulisan ini muncul dari pengalaman naik angkot bersama Fatih kemarin sore. Jum’at sore, saya memang menjanjikan mengajak jalan-jalan setelah mandi sore sambil menunggu ayah pulang kantor. Ternyata ayah ada pekerjaan mendadak, sehingga perkiraan sampai rumah paling cepat pukul 16.30 WIB.

Nekat dan sudah terlanjur janji dengan Fatih, akhirnya saya berinisiatif mengajak Fatih naik angkot ke kota, dekat kantor ayah, kemudian di jemput motor oleh ayah.

Di tengah perjalanan, naiklah seorang bapak dengan rokok di tangan. Duh, ini yang bikin saya sebal, merokok di ruang publik dan mengambil hak orang lain yang ingin menghirup udara bersih. Di dalam angkot, selain saya dan Fatih, ada seorng pria, ibu dan anak perempuan usia belasan tahun.

(gambar search di google)

Melihat rokok di tangan si bapak, saya melototi aja tu rokok. Saya juga memeluk Fatih lebih erat sambil sesekali menutup hidung Fatih, sebagai upaya agar asap dan bau rokok tidak tercium dan masuk ke pernafasan.

Saat itu saya memang tidak menegur si bapak, selain karena jarak perjalanan juga singkat, berharap si bapak paham dengan bahasa tubuh yang saya tampilkan. Awalnya memang tak mengepulkan asap, tapi  setelah mendapat tempat duduk di pinggir si bapak berani mengepulkan asap. Mbok yo asapnya gak sah dibagi-bagi, TELAN saja sendiri.

Saya masih tidak bisa memahami perilaku merokok yang dilakukan para ayah. Okelah, kalau mereka sudah tidak perduli lagi dengan kondisi kesehatan mereka sendiri, tapi jangan keluarga yang dibawa donk.

Di rumah makan, di dalam transportasi publik dan di rumah mereka sendiri, saya masih sering menjumpai seorang ayah merokok di dekat istri dan anak-anaknya. Padahal bahaya asap rokok lebih besar pada perokok pasif.

Seyogyanya seorang suami dan ayah berperan sebagai pelindung bagi keluarga ayahnya. Bagaimana dengan ayah yang merokok dekat anaknya? Sudah tidak melindungi namun justru membahayakan kesehatan keluarga. 

Dulunya suami saya juga perokok, sebelum nikah sudah saya ‘tanting’ terlebih dahulu, menikah dengan saya berarti berpisah dengan rokok. Saya juga menyampaikan efek negatifnya rokok, tidak hanya untuk dia sendiri, tapi juga untuk saya sebagai istrinya dan calon anak-anak kami.

Alhamdulillah si Ayah paham, bahkan dia berani menegur seorang bapak ketika saya tengah hamil dan terpapar oleh asap rokok yang dikebulkannya.

Saya memang tidak tahu bagaimana rasanya ketagihan rokok, tapi sebagai manusia dewasa, marilah ayah untuk lebih memilih kebaikan untuk kesehatan keluarga daripada memperturutkan ego merokok. 

Blog Design by Handdriati