Rabu, 31 Desember 2014

LIBURAN SERU BERSAMA ANAK

Siapa sih yang ga suka liburan? Apalagi liburan yang diisi dengan kegiatan jalan-jalan yang seru. Setiap hari berkutat dengan aktifitas kerja di kantor dan urusan rumah tangga kadang membuat jenuh. Biasanya di akhir pekan, saya meminta ayah untuk jalan-jalan keluar rumah sekedar melepaskan kejenuhan . Tentunya tak lupa juga sambil mengajak anak-anak.

Kehadiran anak membuat saya merencanakan liburan yang juga menyenangkan buat mereka. Gak mungkin kan saya ingin merasakan serunya berarung jeram sementara anak saya masih berusia 2,5 tahun dan 2 bulan. Ada beberapa tempat yang merupakan impian liburan seru bersama anak-anak. Cukup di Indonesia saja. Banyak tempat di Indonesia yang belum saya dan anak saya kunjungi.

Pertama, saya ingin mengajak anak-anak ke Santosa Stable di desa Lendoh Gunung Pati Semarang. Santosa Stable adalah arena berkuda bagi keluarga. Saya ingin anak-anak mengenal kuda dan berlatih menaiki kuda yang bagus untuk tumbuh kembangnya.  Anak-anak juga bisa mengenal lingkungan pegunungan yang memiliki udara yang bersih.


Kedua, setelah dari pegunungan, saya ingin merealisasikan keinginan Fatih, anak pertama saya, naik kereta api di Ambarawa Kabupaten Semarang. Fatih memang memiliki ketertarikan yang sangat besar dengan kereta api. Mulai mainan, buku, tontonan dan baju semua berkaitan dengan kereta api. Di sana, selain bisa naik kereta api, dia juga diajak untuk mengenal museum sejarah kereta api.

MUSEUM KERETA API AMBARAWA

Terakhir, liburan dilanjutkan ke Yogyakarta. Saya ingin mengajak anak-anak mengenal pantai. Pantai yang ingin saya kunjungi adalah pantai di Gunung Kidul. Ada sederetan pantai di sana. Selain pantai masih banyak lagi sederet lokasi obyek wisata di Yogyakarta. Semoga saya bisa merealisasikan impian liburan seru bersama anak-anak, paling tidak tahun depan, menunggu Fattah, si kecil sudah agak besar. Amin.

Selasa, 30 Desember 2014

MENGAJARKAN BERBAGI TUGAS RUMAH TANGGA

“Maaf mbak Ika, baru sempat tilik bayi. Di rumah ada saja kerjaannya” ujar saudara saya sambil memangku anaknya yang berusia 2,5 tahun.

“Gak apa-apa Mbak. Emang kerjaan rumah tangga itu seabreg, apalagi kalau punya anak kecil” ujar saya sambil tersenyum.

“Iya, Sasa kan kegiatan kuliahnya banyak, paling bantu cuci piring. Adeknya yang perempuan baru kelas 4 SD. Kalau laki-laki ya gak bisa diharapkan” ceritanya lagi.

Itu adalah penggalan obrolan saya dengan istri dari saudara sepupu. Saya sering mendengar cerita, anak perempuan lah yang bisa diharapkan dan diandalkan untuk membantu pekerjaan rumah tangga. Terus gimana donk dengan saya? Anak saya 2, laki-laki semua. Apakah benar anak laki-laki tidak bisa dan tidak mau mengerjakan pekerjaan rumah tangga?

“Kok tadi gak sekalian minta air minum sama mas Annas *nama suami saya, mbah” tanya saya sedikit sebal karena baru saja suami saya mendatangi kamar mbah.

“Wong lanang kuwi, rak elok ngurusi gawean omah (terjemahan : laki-laki tidak etis mengerjakan pekerjaan rumah)” jelas mbah saya.

Welah, kalau gitu gempor donk saya mengerjakan semua pekerjaan rumah, ditambah momong 2 anak. Penjelasan mbah membuat saya berpikir, budaya di sekitar masih menganggap pekerjaan rumah tangga adalah urusan perempuan. Urusan laki-laki hanya mencari nafkah.

Menurut saya pribadi, pekerjaan rumah tangga adalah tanggung jawab anggota keluarga, bukan hanya ibu atau anak perempuan. Mungkin ibu adalah koordinatornya, namun tugas dapat dibagi dengan anggota yang lain sesuai dengan kemampuan. Prinsip ini saya terapkan sejak dini kepada anak-anak saya.

Pertama, saya memperkenalkan pekerjaan rumah tangga kepada Fatih. Caranya ya dengan mengajak Fatih untuk ikut beraktifitas menyelesaikan tugas rumah tangga. Waktu dia baru bisa angkat kepala, saya letakkan dia di bouncer, menunggui saya yang sedang mencuci baju atau sibuk di dapur.

Setelah agak besar, tanpa diajak, Fatih selalu ingin untuk terlibat dengan aktifitas saya. Selama tidak berbahaya, tentu saya perbolehkan. Saat saya menggoreng kerupuk, Fatih diperbolehkan memasukkan kerupuk dalam wajan. Dia duduk di meja dapur. Wow, apa Fatih tidak kena minyak atau wajan panas. Pernah sih, tapi dia gak kapok hihihi.

Fatih juga saya beri sapu kecil dan lap, saat saya menyapu dan mengepel rumah. Kala saya mencuci baju, dia juga ingin mencuci bajunya sendiri. Begitu pula ketika anggota keluarga lain mengerjakan tugas rumah tangga. Saya meminta kesediaan mereka agar mengijinkan Fatih terlibat.

Proses keterlibatan Fatih dalam tugas rumah tangga membutuhkan kesabaran. Ya, pekerjaan yang seharusnya lebih cepat selesai, terpaksa molor karena menunggu Fatih. Tambahan lagi, harus ekstra pengawasan.

Tidak hanya itu, Fatih juga saya sejak usianya mendekati 2 tahun, sudah saya minta untuk bertanggungjawab terhadap mainannya. Berkali-kali saya ingatkan untuk membereskan mainannya. Prinsip yang saya tekankan ke Fatih, boleh mainan apa saja, asal tidak berbahaya dan setelah selesai bermain dibereskan.

Kedua, yang paling penting adalah contoh nyata. Saya pernah meminta Fatih untuk memungut daun-daun di halaman sementara saya sendiri duduk di teras. Sekali dua kali Fatih mau mengambil daun, setelah itu dia mengambil sapu dan menyerahkan kepada saya sambil menunjuk dedaunan..hihihi. Intinya Fatih menyuruh saya menyapu halaman. Eh, tapi dia juga ambil sapu kecil dan membantu saya menyapu halaman.

Contoh nyata juga sangat membutuhkan peran Ayah untuk berbagi tugas. Kalau dia melihat Ibu saja yang mengerjakan tugas rumah tangga, sementara Ayah leyeh-leyeh, dia akan berfikir bahwa tugas rumah tangga adalah tugas ibu atau perempuan.

Alhamdulillah Ayah terbiasa juga mengerjakan tugas rumah tangga. Saat ini tugas Ayah adalah mencuci baju Fattah, Fatih dan pakaian dalam Ayah dan saya. Kalau si Bude kebetulan tidak datang dan setrikaan menumpuk, tanpa diminta Ayah menyetrika *saya emoh pegang setrika. Kadang mencuci piring juga saat melihat saya lelah.

Lah terus tugas saya apa? Mengurusi kebutuhan Fatih dan Fattah, mulai memandikan, menyuapi dan menyusui dan menemani.  Wow, momong duo bocah butuh tenaga dan kesabaran yang besar lho.

Bagi saya, yang terpenting adalah budaya di keluarga. Mudah-mudahan dengan cara seperti itu, Fatih dan Fattah terbiasa mengerjakan tugas rumah tangga. Saya dan Ayah tidak kewalahan menyelesaikan tugas rumah tangga yang tiada habisnya hehehe.

Membersihkan mobilnya

Senin, 29 Desember 2014

PSIKOLOGI UNTUK ANDA


Jaman kuliah S1 dulu, saya teringat sekali dengan slogan PSIKOLOGI UNTUK ANDA. Slogan ini pernah juga saya lihat di spanduk besar pas SAPAMABA. Kurang lebih artinya sih, psikologi hadir untuk membantu permasalahan anda. Anda yang dimaksudkan bisa jadi klien, sebutan untuk pemakai jasa psikologi atau lebih luas manusia.

Para lulusan psikologi seharusnya tidak perlu kuatir kehabisan lahan selama masih ada manusia. Ya, subyek ilmu kami kan manusia, selama belum kiamat, psikologi masih bisa berperan. Memang sih, tidak semuanya mampu menangkap peluang. Alasannya, ada yang bergantung dari para pemakai tenaga kerja lulusan psikologi. Perguruan tinggi banyak yang membuka program studi psikologi, otomatis lulusan bertambah banyak sementara daya serap pasar masih sama.

Kembali lagi ke topik, gegara slogan yang sempat membahana ini, kami para lulusan psikologi menggunakan untuk berkelit. Berkelit dari apa? Berkelit dari kesalahan yang kami buat. Maksudnya sebagai manusia *Psikolog juga manusia ala Candil, sebagian dari kami juga berbuat kesalahan dalam berhubungan dengan manusia lain, terutama dengan anak. Nah, slogan itu kami buat ngeles. Kan Psikologi Untuk Anda, bukan buat kami, para psikolog..hihihi.

Praktek tidak semudah teori berlaku juga buat sebagian dari kami *halah malah buka kartu. Misal saja, saya mengetahui resiko membentak anak, tapi kadang kalau kesabaran yang seharusnya tidak pernah habis itu tiba-tiba habis, keluar deh suara bernada tinggi. Saya juga tahu bahwa mbah saya yang sudah tua *lho semua mbah kan tua, eh saya belum lulus kuliah sudah punya cucu lho*mengalami dimensia. Seharusnya saya tidak perlu jengkel menghadapinya.

Mungkin ada yang bertanya, ini blog punyanya psikolog kok ga jarang membahas masalah pengasuhan anak ya. Alasannya sederhana, kalau saya sendiri merasa masih belum mampu melakukannya, saya malu menuliskannya. Jangan-jangan tulisan saya berisi kegagalan sebagai orang tua dalam mengendalikan emosi. Memang banyak juga hal yang belum sempat saya tulis, karena keterbatasan waktu dan kemalasan *jujur lebih baik kan.

Hm, tapi tulisan saya hampir semua berkaitan dengan manusia *ngeles lagi. Iya, selama masih membahas tentang manusia kan masih psikologis..hihihi. Tulisan yang kental psikologisnya akan saya tambah jumlahnya di tahun 2015. Saya masukkan sebagai salah satu resolusi.

Nah, balik lagi ke psikologi untuk anda, boleh kok teman-teman yang membutuhkan jasa psikologi menghubungi saya via email. Nanti saya akan memberi nomor kontak *ujung-ujungnya promosi. Saya juga mungkin akan minta ijin untuk menuliskan cerita teman-teman untuk dibagi, tentu dengan kode etik yang berlaku. Semisal tidak diijinkan, tentu saya tidak berani menuliskannya. Misal kami sebagai psikolog pernah menceritakan sebuah permasalahan klien, dalam kode etik kami diperbolehkan untuk keperluan keilmuan tanpa identitas klien.

Terus kabar slogannya gimana? Tidak dipakai lagi, ya karena malah dipakai kami buat ngeles hehehe. Jadi slogannya diganti PSIKOLOGI UNTUK SEMUA, termasuk kami ini.

Minggu, 28 Desember 2014

SIOMAY AYAM-UDANG-SAYURAN

Siomay merupakan salah satu makanan favorit bagi saya. Sudah beberapa kali saya googling resep untuk membuat siomay. Eksekusi juga sudah beberapa kali, mulai dari siomay ikan tenggiri-udang, hingga akhirnya saya mencoba membuat siomay-ayam-udang-sayuran.

Resep pernah saya coba mulai blog ordinary kitchen hingga postingan salah satu member NCC. Tentu saja resepnya dimodifikasi sesuai dengan ketersediaan bahan. Selain itu, saya menambahkan jagung manis untuk menemani wortel, biar lengkap gitu. Jadi di siomay yang saya buat, ada protein, karbohidrat dan sayuran.

Satu lagi, untuk tampilan lebih cantik, seharusnya siomay dibungkus kulit pangsit, berhubung lagi susah cari kulit pangsit, jadi ya seadanya. Hasilnya, bentuknya geje tapi rasanya enak kok. Yang penting Fatih doyan..hehehe.

Sebenarnya resepnya juga agak kira-kira, ga saklek lah. Boleh kok resep dari saya ini diutak atik, nanti saya diberi tahu hasilnya. Sejujurnya saya ini, sama sekali ga pintar masak. Wong prestasi masak saya, bisa goreng telur ceplok di usia 26 tahun hehehe.

Jadi inilah resepnya. 300-400 gr daging ayam dicincang kecil-kecil, 200 gr daging udang dicincang kecil-kecil, 4 butir putih telur saja, 8-10 sdm tepung sagu, 1 buah wortel diparut, 1 buah jagung manis disisir, 2 batang bawang daun, 6 siung bawang putih ukuran agak besar dicincang halus, 1 sdt garam, 1 sdt gula pasir, 1 sdt merica, 2 sdm kecap ikan, 1 sdm minyak wijen (saya skip). Semua dicampur jadi satu. Kukus selama 20-30 menit. Jangan lupa tutup pancinya dibungkus dengan serbet/kain agar air kukusan tidak jatuh ke siomaynya.

Selain itu saya juga menyertakan tahu dan kentang sebagai pelengkap. Untuk bumbunya, pakai bumbu pecel buatan ibu. Saya ga sempat lah bikin bumbu sendiri *padahal cari yang instan alias malas.

Hasilnya..tara. Bisa dilihat dibawah ini. Mohon jangan dilihat bentuknya. Selain amatir fotografi , sekali lagi, tanpa kulit pangsit sih..hihihihi

Rabu, 24 Desember 2014

LDR (LET DOWN REFLEX) YANG DICARI


Jatah cuti melahirkan tinggal 40 hari lagi. Saya tengah mempersiapkan ASI Perah (ASIP) untuk Fattah. Alhamdulillah, stok ASIP di freezer sudah penuh, bahkan saya beberapa kali sudah membuang ASIP. Kok dibuang? Ya, karena botol kacanya buat menyimpan ASIP sudah habis. Saya hanya menyediakan 60 botol kaca ASIP. Apa cukup? Mudah-mudahan cukup, dulu pas Fatih saja saya Cuma punya 20an botol kaca.

Saya juga sedang mencari LDR supaya proses memerah payudara lebih cepat dan lancar. LDR apa tuh? LDR ini bukan Long Distance Reletionship tapi Let Down Reflex. Jadi biasanya kalau ibu sedang menyusui, tiba-tiba ada sensasi nyeri atau geli yang dirasakan itulah yang dinamakan LDR. Berdasarkan file yang saya baca di AIMI, sensasi lainnya ada yang berupa mual, pusing atau sakit kepala. Saya sendiri sih biasanya merasakan nyeri di bagian atas payudara.

LDR ini dipengaruhi oleh kinerja hormon Oksitosin yang efeknya pada kelenjar payudara adalah menyemburkan ASI. Hormon Oktsitosin menyebabkan kontraksi otot di sekeliling kantong-kantong penyimpan susu sehingga ASI mengalir ke saluran ASI dan akhirnya keluar melalui pori-pori yang ada pada putting.

Biasanya kalau saya tengah menyusui, payudara lain ikut mengeluarkan ASI sehingga baju menjadi basah. Ini juga salah satu tanda LDR. Nah, kalau saya merasakan payudara penuh dan bagian atas nyeri, daripada terbuang percuma, payudara yang lain diperah. Wah kok bisa sambil menyusui dan memerah payudara? Bisa donk, Fattah saya sangga dengan kaki, dan dua tangan saya bisa bebas memegang botol dan memerah hehehe.

LDR memudahkan saya untuk memerah, karena payudara menjadi sangat gampang diperah dan ASI yang keluar sangat lancar. Irit tenaga dan waktu kan. Biasanya LDR mudah didapatkan saat sesi menyusui, karena isapan bayi memancing LDR. Nah, yang agak sulit adalah saat memerah tanpa menyusui.

Dulu saat menyusui Fatih, teknik yang saya pakai adalah menstimuli putting, kadang LDR muncul, kadang juga harus ekstra tenaga untuk memerah. Nah, beberapa hari ini tanpa sengaja saya menemukan cara gampang mendapat LDR.

 Pas malam hari di saat Fattah sudah tertidur pulas, saya merasakan payudara belum kosong sepenuhnya. Mumpung mata melek, saya mencoba memerah. Iseng saya mencoba menstimuli payudara, beberapa saat LDR belum saya rasakan. Di tengah usaha itu, saya menengok ke belakang, memandangi wajah Fattah, loh si LDR datang. Ya saya merasakan sensasi nyeri di atas payudara, putting yang membesar dan keluar ASI dari kedua payudara. Segera saja saya memerah payudara dengan mudah dan cepat, karena keduanya meneteskan ASI.

Memang salah satu cara mendatangkan LDR memandangi atau membayangkan buah hati. Sayangnya dulu waktu menyusui Fatih kurang berhasil. Saya mencoba membayangkan wajah Fatih, mungkin karena daya imajinasi saya lemah, jadi kurang berhasil. Rencana ke depan, saya mau mengambil gambar Fattah dan disimpan di HP. Besok kalau memerah di tempat kerja, saya akan memandangi beberapa foto Fattah :).

Selasa, 23 Desember 2014

BODOH MENUJU PANDAI

“Kalau mbaknya kan pintar ngomong, jadi gampang saja jadi moderator atau trainer” ungkap salah seorang peserta pelatihan Training of Trainer.

“Lah emang saya tiba-tiba bisa ngomong seperti ini? Ya, ada prosesnya dulu dek” jawab saya sambil tersenyum lebar.

Itu tadi sepenggal percakapan saya saat menjadi master of trainer di acara Training of Trainer yang diadakan oleh organisasi mahasiswa. Saya pun kemudian berkisah bagaimana proses saya dari yang belum mampu berbicara di muka umum hingga saya percaya diri berdiri di tengah-tengah mereka.

Awal masuk kuliah, saya menetapkan tujuan yang salah satunya adalah mampu berbicara di muka umum. Untuk mewujudkannya, saya membuat beberapa langkah bertahap dimulai dari langkah kecil hingga besar. Saya mulai dari berani bertanya saat perkuliahan, mengikuti kegiatan kemahasiswaan, mengambil kesempatan sebagai moderator hingga bergabung sebagai trainer di klub training yang diasuh oleh dosen. Semua saya tuliskan di buku harian secara bertahap setiap awal semester.

Kenangan saat mencoba bertanya diperkuliahan Psikilogi Umum masih terekam jelas. Suara yang keluar dari tenggorokan terbata dan badan saya pun gemetar. Mungkin saat itu, dalam hati bapak dosen heran dengan tingkah saya. Ya saya sangat grogi saat itu. Takut kalau salah ucap atau pertanyaan saya terdengar konyol, tapi saya teringat dengan tekad dan catatan di buku harian.

Kejadian lainnya, pengalaman perdana sebagai moderator. Meski sehari sebelumnya saya sudah latihan di depan cermin, saya tetap membuat catatan terperinci yang berisi ucapan apa yang akan saya katakan sebagai moderator. Di akhir acara setelah narasumber selesai berbicara, catatan saya jatuh di bawah meja. Guguplah saya saat menutup acara, hilang semua persiapan sebagai moderator, bahkan saya sempat melihat senyum geli teman yang mendampingi saya.

Menutup kisah perjalanan ketrampilan berbicara, saya sampaikan bahwa orang pandai atau terampil pasti dimulai dari bodoh atau belum mampu. Itulah yang saya tanamkan terus untuk memulai dan menjaga api dalam perjalanan hidup saya.

Sebelum pulang pelatihan, foto dulu.

Senin, 22 Desember 2014

IBUMU, IBUKU JUGA TEMAN

Hidup jauh dari orang tua, saya alami mulai kelas 2 SMP. Papa dan Ibu tinggal di Makassar, sementara saya sekolah di Kudus dan tinggal bersama Kakek dan Nenek hingga lulus SMA. Jaman dulu mana ada hape, adanya telepon rumah atau wartel yang biaya telponnya masih selangit. Saya cukup sering bercakap-cakap dengan Papa, tapi dengan Ibu jarang sekali. Kok bisa? Ya bisa, karena Papa telponnya dari kantor sedang Ibu dari rumah..hihihi.

Seiring dengan waktu, akhirnya saya mulai terbiasa dengan hubungan jarak jauh dengan anggota keluarga. Jadi kalau ABG sekarang banyak yang mengalami Long Distance Relationship (LDR), saya sudah mengalaminya di jaman yang cukup jadul. Bagi saya, kami tuh hanya terpisahkan oleh jarak, kalau mau berkomunikasi kan bisa lewat telepon.

“Kok lemes? Homesick ya?” tanya mbak kos, di awal saya kuliah.

“Eh, gak kok Mbak. Emang lagi capek dan agak kurang enak badan saja” jawab saja.

Jujur, saya dulu jarang homesick. Ya karena sudah terbiasa terpisah dengan orang tua. Paling kalau kangen ya tinggal telpon. Apalagi pas saya sudah kuliah, orang tua saya sudah pindah ke Denpasar, semakin dekat kan. Saya bisa setiap tahun pulang, kalau mau..hihihi. Emang saya yang jarang pulang, tiap liburan pasti ada kegiatan, sampai diprotes Papa dan Ibu.

Biar saya jarang homesick dan terlihat santai. Tapi kalau sakit ya tetap senang dan butuh didampingi terutama oleh Ibu. Tapi ga mungkin kan. Bahkan saat saya operasi tumor payudara dulu, Ibu tidak saya minta mendampingi. Saya berpikir adik terkecil pasti tidak mau berpisah dari Ibu. Saya juga minta agar saudara-saudara tidak perlu datang ke Solo, cukup lah saya didampingi teman-teman.

Terlihat tegar ya saya. Terus sosok Ibu, selama saya kos dapat darimana? Beruntungnya, saya punya teman dekat yang domisilinya di Solo. Ada dua teman dekat saya. Satu orang tinggal di daerah belakang keraton Solo, yang satunya cukup dekat dari Solo, di daerah Klaten.

Hubungannya dengan mereka apa? Saking dekatnya sama mereka, saya dekat juga dengan ibu-ibu mereka. Gayatri, nama teman saya yang rumahnya di belakang keraton Solo. Saya dan Gayatri sering kemana-mana berdua. Kalau saya bosan atau di kos lagi sepi, saya main bahkan menginap di rumahnya. Pas sakit, saya juga memilih untuk beristirahat di rumahnya. Ibunya pun welcome, bahkan mengantarkan makanan dan minuman ke kamar atas untuk saya. Saat saya mau balik ke kos, sempat dilarang, tapi masak saya mau nginap di sana terus, malu ah ngerepotin.

Teman saya yang di Klaten namanya Ardiani. Saya beberapa kali main ke rumahnya, bahkan pernah sekali nginap di rumahnya saat mau membantu KKN almarhum suaminya. Sambutan mereka juga baik. Saya biasa cerita dengan ibunya, bahkan sering menggosipin teman-teman saya.

Bagi saya Ibu mereka menjadi Ibu saya juga. Selamat Hari Ibu.

Minggu, 21 Desember 2014

RAHASIA BONI

Cerita ini sih ga penting banget. Hanya saja sebagai pecinta kucing, sesekali pengen mendokumentasikan cerita kucing yang unik.

Sejak kecil keluarga kami memelihara kucing. Meski kerap berpindah rumah, kami pasti memelihara kucing. Kucingnya pun silih berganti. Ya, karena kucing kan setia dengan rumah, bukan dengan majikan.

Pernah sekali saya memaksa kucing untuk ikut pindah rumah, eh keesokan harinya kucingnya hilang. Memang kucingnya dibiarkan di dalam gudang yang tidak ada pintunya. Tidak boleh masuk rumah oleh Ibu. Ibu memang yang paling tidak suka dengan kucing. Kalau bukan karena semua suka kucing, niscaya Ibu akan membuang semua kucing yang dipelihara.

Boni adalah satu-satunya kucing jenis angora yang kami miliki. Wah, kok punya angora? Beli dimana? Beli? Masak keluarga Hagemaru beli kucing?hihihi. Kami dapat Boni, karena kucing anggoranya sepupu punya anak. Boni adalah satu anaknya yang diberikan pada kami.

Terbiasa punya kucing kampung, akhirnya Boni jadi salah didik. Iya salahnya kami sebagai orang tua yang mendidiknya hihihi. Kami tidak mendidiknya bak seekor kucing angora. Biasanya kucing angora memiliki kandang khusus, tempat BAB dan BAK khusus. Boni tidak punya, dia kami biarkan keluar masuk sesukanya. Bukan tidak pernah kami menyediakan kandang. Hanya saja Boni tidak menyukainya. Dia malah mengeong keras di kandangnya minta dikeluarkan. Kasian..kasian..kasian *gaya upin ipin. Akhirnya kami menyerah, lagian hewan kan butuh kebebasan, menyayanginya tidak dengan mengurungnya *tssah, bak aktivis hewan.

Sudah dua bulan ini Boni melahirkan. Ibu tidak ingin anak-anak Boni berada di dalam rumah. Akhirnya Boni melahirkan dan membesarkan anaknya di gudang belakang rumah. Nah, sekarang anaknya sudah mengikuti Boni kemana-mana. Boni beberapa kali berusaha memasukkan anaknya ke rumah, tapi kami semua melarangnya.

Setelah punya anak, perilaku Boni semakin bebas. Beberapa kali kepergok mengambil makanan di atas meja makan. Mungkin karena menyusui ketiga anak, bawaan Boni lapar terus. Wong majikannya menyusui satu anak saja, makan terus *tunjuk diri sendiri.

Akhirnya Boni hanya diperbolehkan masuk rumah ketika jam makan. Boni semakin kesa, dia mencari berbagai cara masuk ke dalam rumah. Saat pintu belakang terbuka, dia langsung melesat ke dalam rumah. Bahkan dia bisa melompati jendela dapur yang cukup tinggi, hampir setinggi saya *ini memang Boni yang pandai melompat atau saya yang pendek ya.

Suatu ketika, Papa heboh. Kok Boni bisa ada di dalam rumah padahal jendela dan pintu luar tertutup semua. Akhirnya hari ini saya tahu RAHASIA BONI.

Ketika hanya saya, Fattah dan Mbah yang di rumah, Boni berusaha keras mendobrak pintu belakang rumah. Pintu belakang rumah sebagian dibuat dari kawat, tujuannya agar udara luar bisa masuk. Ada juga sih pintu kayunya. Tapi hanya ditutup kalau menjelang maghrib hingga subuh. Tak berhasil mendobrak pintu belakang, Boni menaiki pintu berkawat.

“Bon, ngapain sih manjat-manjat” respon saya saat itu.

Eh, tapi kok saya lihat Boni manjat hingga ke atas dan naik kea tap pintu. Di belakang memang ada ruangan bekas ruang makan. Rupanya Boni naik ke pintu dan masuk ke bolongan di atas pintu ruang makan. Selanjutnya setelah berhasil memasuki bekas ruang makan, dengan cantik dia menaiki jendela kamar yang terbuka dan berada tepat di sebelah bekas ruang makan. Yeay..akhirnya Boni berhasil masuk ke dalam rumah.

Waduh, ternyata itulah rahasia Boni yang tidak terpikir oleh saya.

Rabu, 17 Desember 2014

KEDUA HARUS LEBIH BAIK

Royyan Al Fattah

Keledai tak kan jatuh di lubang yang sama untuk kedua kalinya. Pernah dengar bunyi pepatah itu?Nah, hamil kedua membuat saya berencana untuk memperbaiki hal yang kurang di kehamilan dan melahirkan pertama.

Di kehamilan pertama, trimester pertama saya mabuk berat bahkan sempat muntah-muntah cukup hebat hingga dokter menyarankan opname. Tentu saja saya tolak hehehe..siapa yang mau menunggui di rumah sakit, wong mas bojo kerjanya di luar kota.

Hingga pecah ketuban, kondisi bayi masih sungsang. Terpaksa metode melahirkan harus dengan sesar. Rentetan berikutnya, kondisi tidak memungkinkan untuk IMD dan disusul kegagalan rawat gabung. Parahnya, entah bayi yang memang bingung putting atau saya yang masih kurang luwes menyusui di 9 hari pertama saya harus menyerah dengan pemberian susu formula.

Pengalaman itulah membuat saya bertekad yang kedua harus lebih baik. Begitu mengetahui positif hamil, saya mensugesti diri untuk lebih rileks dan tidak ada mabuk di trimester pertama. Hasilnya, masih tetap mabuk, namun tak separah yang pertama, berkurang 30 % lah..hihihi.

Kondisi hamil kedua tidak bisa sama dengan yang pertama, kan saya sudah punya tanggungan Fatih *anak pertama. Kalau dulu bisa tidur semaunya karena badan ga enak, sekarang mau tidur, mata saya dibuka paksa dan kepala diangkat sama Fatih. Ya, Fatih belum paham kalau mamanya mabuk. Untunglah suami sudah ditempatkan di kudus, jadi beberapa pekerjaan bisa didelegasikan.

Saat usia kandungan 5-6 bulan, kondisi bayi masih sungsang. Saya langsung melakukan gerakan sujud agar kepala bayi bisa berputar ke bawah. Dokter kandungan berujar memungkinkan untuk saya melahirkan normal dengan syarat tertentu. Proses melahirkan ini di sebut VBAC (Vaginal Birth After Caesarean). Alhamdulillah akhirnya kepala bayi berputar ke bawah.

Keinginan saya untuk melahirkan secara normal, agar kemungkinan IMD lebih besar dan memudahkan rawat gabung. Proses pemulihan pasca sesar lebih lama daripada normal, butuh waktu lebih dari 1 hari, itupun perut rasanya sakit banget.

Sayangnya saya gagal melahirkan secara normal. Saya pikir dulu kontraksi tidaklah sakit, karena pengalaman yang pertama hingga bukaan 4 saya tidak merasakan mules, mungkin karena air ketuban sudah pecah. Eh, yang kedua baru bukaan 4 rasanya luar biasa. Jadilah untuk melepaskan rasa sakit saya mengatur nafas sambil menjerit.

“Jangan berteriak bu, ga boleh ngeden. Diatur nafasnya” ujar dokter kandungan.

“Teorinya memang seperti itu dok, tapi prakteknya ga mudah” balas saya disambut dokternya dengan meringis.

Mungkin mendengar saya menjerit, dokter menjadi kuatir juga. Jangan-jangan rahimnya ga kuat, atau si Ibu ga kuat di tengah jalan. Rupanya dokter lupa, kalau pas melahirkan yang pertama saya juga menjerit, padahal ya ga terasa sakit, cuma mau melepaskan ketegangan saja *dilempar jarum suntik.

IMD pun gagal sudah, karena saya pas operasi ketiduran saking kecapekan dan kelaparan *belum sempat sarapan.

Untunglah saya keukeh untuk rawat gabung dan mas bojo juga sudah lebih percaya diri menggendong dan mengganti popok. Betul, dukungan suami sangat berperan dalam kesuksesan menyusui.

Satu poin sudah bisa saya perbaiki, yaitu rawat gabung dan perjalanan menuju ASIX. Sayangnya saya masih belum bisa menata kecemasan selain dengan menjerit hehehe..Apakah saya lebih buruk dari keledai?


Senin, 15 Desember 2014

KKL BROMO ALA BACKPACKER

Ada yang pernah Kuliah Kerja Lapangan(KKL)? Hampir semua yang pasti menjawab pernah. Jaman saya SMP, pas libur kenaikan kelas 3, saya KKL atau disebut karya wisata ke Jakarta. Seingat saya dulu nginap semalam di daerah TMII. Lokasi wisatanya di Monas, Dufan dan TMII.

Jaman SMA agak lebih jauh lagi, ke Bali. Lokasi kunjungan seingat saya ke Tanah Lot, Kuta, Sangeh, Bedugul dan masih ada beberapa tempat lagi. Pas kuliah S1 malah tidak ada KKL, kuliah S2 ada KKL ke Surabaya dan Bali, tapi saya absen, wes bosen ke Bali..hehehe.. orang tua saya kan pernah tinggal di Bali.

Semua acara karya wisata atau KKL yang saya ikuti ditangani oleh agen tour dan travel, jadi pendamping, yaitu guru atau dosen tinggal duduk manis selama perjalanan. Malah pas SMA ada guidenya yang bisa dikecengin..hehehe..Bagaimana kalau ditangani sendiri tanpa agen tour dan travel? Capek deh…Iya capeknya tiga kali lipat, tapi seru juga lho.

Nah, ditempat saya bekerja, pada tahun 2005 hingga 2010. KKL kami tangani sendiri. Mulai dari mencari lokasi KKL, masalah transportasi, konsumsi dan akomodasi hingga membuat anggaran biaya KKL. Kok ditangani sendiri? Ngirit ya. Itu memang menjadi salah satu poin, karena kita bisa menentukan sendiri harga yang kita mau, meski istilah ada harga ada rupa tetap berlaku.

Alasan utamanya, agak memalukan, karena jumlah mahasiswa yang ikut KKL cuma sedikit, paling sekitar 30an. Prinsip utama memakai tour dan travel, semakin banyak peserta KKL maka jatuhnya harga tiap orang menjadi lebih murah, karena ditanggung banyak orang. Kalau jumlah peserta KKL sedikit ya jatuhnya semakin mahal.

Tahun 2008, saya kebagian jatah jadi ketua panitia KKL. Lokasi KKL sudah ditentukan seputar Jawa Timur. Mulai dari membuat anggaran, mencari lokasi yang akan dikunjungi, penginapan hingga surat menyurat saya tangani sendiri. Ada sih yang membantu, sebatas pimpinan yang mengarahkan serta staf TU yang membantu masalah transportasi dan konsumsi.

Waktu itu berdasarkan arahan dari sekretaris fakultas, lokasi kunjungan diantaranya RSJ Malang, Bromo dan terakhir Dolly Surabaya. Untunglah ada si Mbah yang membantu saya. Mbah Google, jadi saya googling informasi mengenai RSJ Malang, Bromo dan LSM yang yang konsen di Dolly.

Langkah awal saya mencari PO bis yang akan disewa dengan bantuan staf TU. Kalau tidak salah dulu sewa seharinya hampir dua juta. Selanjutnya saya mencari informasi nomor kontak yang dihubungi. Setelah mendapatkan nomor kontak, saya menghubungi RSJ Malang dan menanyakan prosedur dan biaya administrasi untuk berkunjung ke sana sekalian minta dipesankan makan siang nasi dus.

Lokasi menginap diputuskan di Bromo. Anggaran yang terbatas membuat saya memutuskan untuk mencari informasi dengan kata kunci penginapan murah di Bromo. Dapatlah saya nomor kontak orang yang menyewakan rumah di sana. Seingat saya semalam 250 ribu rupiah dan bisa ditempati 10 hingga 15 orang. Murah kan, tapi jangan dibayangkan fasilitas hotel ya, tidurnya bak dendeng. Satu kasur ditempati 3-4 orang, ada juga yang tidur di sofa. Tidur berdempatan seperti itu ada untungnya, bikin badan hangat. Wong di Bromo dinginnya ga juamak *keluar logat entah dari mana.

Kesulitan saya temui ketika harus mencari LSM di Dolly. Gak mungkin kan kita kunjungan ke Dolly begitu saja, entar dikira pelanggan. Fungsi LSM juga sebagai narasumber yang lebih paham tentang kondisi Dolly dan isi di dalamnya. Setelah perjuangan yang cukup berat, mencari perijinan ke dinas terkait yang tak kunjung turun, akhirnya mendapat kontak pengurus LSM di sana.

Persiapan sudah beres, puncaknya capek ya saat pelaksanaan KKL. Kami berangkat jam 9 malam. Sesampai di RSJ saya duluan yang turun dan menyelesaikan administrasi. Selanjutnya perjalanan di teruskan ke Bromo. Sebelum tiba di Bromo, saya sudah menghubungi orang di sana yang mau menyewakan rumahnya. Saya dibantu sewa dua colt menuju lokasi Bromo. Bis besar hanya sampai di terminal, selanjutnya menuju kawasan Bromo, kami naik colt.

Kami tiba di penginapan menjelang magrib, atas saran pimpinan, kami menyewa guide untuk melihat matahari terbit di puncak Bromo. Sewa guide dulu sih 80 ribu, ada juga sewa kuda dan mobil menuju puncak, tapi ongkosnya jelas lebih mahal. Jam 2 dinihari kami sudah dijemput guide penduduk lokal. Bbbrrr, dinginnya bukan main, untunglah pas tidur cukup hangat, bukan karena tidurnya bak dendeng, tapi saya bawa sleeping bag..hehehe..

Setelah perjuangan yang cukup berat. Udara dingin yang membuat badan sampai sakit, kondisi yang gelap gulita dengan berbekal senter sampailah kami di puncak Bromo sebelum matahari terbit. Saya kemudian menyempatkan sholat subuh di tengah perjalanan menaiki tangga. Perjalanan pulang menuju penginapan. Kami sempat berfoto dengan bule *weleh kayak ga pernah ketemu bule.

Usai puas di Bromo, perjalanan dilanjutkan ke Dolly. Kami sempat muter-muter mencari alamat LSM. Maklumlah bukan orang  Surabaya.  Selepas magrib, kami baru diantar mengunjungi Dolly dan Jarak. Beberapa mahasiswa kemudian menyewa PSK di sana untuk diwawancarai.

Acara di Dolly sudah selesai, tibalah saatnya pulang. Sebelumnya kami sempat antarkan mahasiswa ke Mall untuk berbelanja. Kudus sih punya Mall, tapi pesona belanja di luar kota tetap menarik bagi mereka.

Kami tiba di Kudus keesokan pagi, dengan badan yang cuapeknya luar biasa. Seru kan, dan sesampai di rumah saya lanjut tidur lagi.

Senin, 08 Desember 2014

REFLEKSI TULISAN 2014 : PAPA CONTOH BIJAK MENGELOLA KEUANGAN KELUARGA

logo1
Waktu sungguh cepat berlari. Bulan Januari rasanya baru kemarin, eh sekarang sudah Desember. Penghujung tahun memang saat paling tepat kalau kita melakukan refleksi diri sebelum menetapkan resolusi tahun depan.

Pas banget nih dengan GAnya om NhHer Self Reflection : Lomba Tengok-tengok Blog Sendiri Berhadiah *emang baik nih si Om. Blog saya sendiri dibuat di tahun 2011 oleh mas Bojo, tapi saya baru berikrar untuk serius ngeblog di awal tahun 2014. Pas setahunan lah keaktifan saya ngeblog.

Tidak mudah disuruh memilih satu tulisan yang dianggap paling berkesan. Semuanya saya buat dengan hati sih. Tapi karena syaratnya mang harus memilih satu tulisan, maka saya pilih tulisan Papa Contoh Bijak Mengelola Keuangan Keluarga.

Kenapa saya pilih tulisan itu? Ada beberapa alasan untuk newbie di dunia blog seperti saya.

Pertama, tulisan itu merupakan tulisan untuk lomba blog. Saya memang hanya mendapat penghargaan sebagai juara harapan. Namun bagi saya yang baru aktif ngeblog setahun, gaptek dan baru mulai aktif mengikuti lomba dan GA ini merupakan sebuah kebanggaan bahwa tulisan saya dianggap cukup baik. Tentunya ini membuat semangat untuk ngeblog bertambah.

Kedua, karena lomba ini saya jadi belajar tentang materi melek finansial. Kemampuan melek finansial memang diperlukan terutama bagi ibu yang memiliki peran sebagai keuangan keluarga. Saya menjadi paham bahwa sedekah, menabung dan membayar hutang adalah prioritas pertama pengelolaan keuangan.

Ketiga, setelah membaca informasi melek finansial, saya tersadar, lho ini kan sudah diajarkan Papa sejak kecil. Ajaran Papa, kalau memang belum mampu, jangan diada-adakan, kalau belum butuh tak usah diadakan, hidup secukupnya tak perlu berlebihan. Bisa dibilang, keluarga saya termasuk keluarga sederhana, bahkan bisa dibilang irit hehehe. Kami sering lho berjalan kaki kemana-mana, bukan karena tak mampu bayar ongkos angkutan atau taksi, tapi sekalian olahraga dan belajar lingkungan sekitar. Biasanya iming-iming Papa saat jalan kaki, ongkos angkutan dibelikan es krim atau buku.

Keempat, tulisan ini saya dedikasikan untuk Papa. Meskipun saya belum mampu menerapkan hidup sesederhana Papa, tapi setidaknya saya menjadi lebih bisa mengerem hidup berlebihan dan menyia-nyiakan barang atau uang. Tulisan ini sedikitnya membuat Papa saya bangga, karena kisahnya saya dokumentasikan dan mengantarkan saya meraih juara harapan.

Tulisan ini membutuhkan waktu sekitar dua minggu mulai dari niat, mencari materi tulisan hingga merangkai alurnya. Kekurangan tulisan ini menurut saya kurang kreatif seenggaknya masih kalah dengan para juara di atas saya hehehe. Kelebihannya karena ini pengalaman hidup saya sendiri, jadi terasa lebih mudah menggambarkannya.

Mudah-mudahan setelah refleksi ini, tulisan saya berikutnya lebih baik kualitas dan bisa menembus media. Aaamin. Eh, ini resolusi tahun depan ding :D

"Postingan ini diikut sertakan dalam lomba tengok-tengok blog sendiri berhadiah, yang diselenggarakan oleh blog The Ordinary Trainer"

Kamis, 04 Desember 2014

CINCIN PUTIH MENJAWAB DALAM DIAM

pasang cincin

“Mbak, ancer-ancer gedung resepsinya di mana?” tanya seorang teman kuliah Magister Profesi melalui telepon.

“Dari terminal lurus terus sampai ketemu Matahari Mall belok kiri. Nanti melewati kuburan, masih terus sampai notok baru belok kanan. Ketemu perempatan besar, lurus terus kira0kira 300 m sebelah kanan di situ gedungnya” jelas saya.

“Oh, oke-oke. By the way, dirimu wes ijab kan?”tanya teman saya lagi

“Iyo uwis, baru aja acara selesai jam 11an tadi pagi. Emang kenapa?” tanya saya balik

“Kok ga ada bedanya. Suaramu ajeg, ga kayak wong wes nikah..hahaha” jelas teman saya disambung derai tawa.

Welah, emang suara orang yang sudah nikah itu seperti apa?

Ya, 4 tahun yang lalu tepatnya di hari Sabtu, 4 Desember 2014 sekitar pukul 09.00 WIB *kalau tidak salah ingat jamnya * adalah ijab kabul kami. Besok minggunya tanggal 5 Desember 2014 pukul 10-12.00 dilanjut acara resepsi.

Sama seperti acara ijab kabul yang lain, cincin merupakan barang yang selalu ada. Cincin yang dipasangkan Ayah merupakan mahar pernikahan. Papa saya tidak mau kalau mahar pernikahan seperangkat alat sholat. Mahar ya barang berharga, eits bukan berarti alat sholat  tidak berharga, hanya saja kok jadi semacam tren.

Saya sendiri mendapatkan dua cincin dari Ayah. Cincin pertama berwarna putih, diserahkan bulan Juli 2010 di acara perkenalan keluarga. Acara tersebut menanyakan apakah saya memang masih sendiri dan meminta kesediaan orang tua saya untuk menyerahkan anak gadisnya. Penutupnya pemberian cincin putih sebagai pengikat.

“Kalau nanti, adik ketemu orang yang lebih baik ya ga papa kalau mau sama dia. Tapi cincinnya harus dipakai, wong sudah dikasih” ujar si Ayah setelah acara keluarga.

Hm, kalimat yang sangat kontradiktif, maksudnya apa?Tapi akhirnya ya saya pakai si cincin putih. Cerita selanjutnya bisa ditebak setelah saya memakai cincin.

“Eh, mbak Rizka sudah lamaran ya?” tanya teman A kepada teman dekat saya.

“Ga tau ya Mbak. Kok mbak bisa bilang gitu?” tanya teman saya menutup-nutupi.

“Soalnya Mbak Rizka pakai cincin” jelas teman A.

“O, saya juga pakai cincin Mbak” jelas teman saya lagi.

“O, beda. Mbak Rizka itu ga pernah pakai perhiasan. Kalau pakai pondoasti ada apa-apanya” kesimpulan teman A dengan tepat.

Ya, saya memang bukan penyuka perhiasan, paling perhiasan yang dipakai jam tangan. Jujur, yang saya suka seperangkat kunci. Kunci rumah, kunci mobil dan kunci brankas tempat menyimpan barang berharga hihihi.

Cerita hampir serupa juga terjadi saat acara buka puasa bersama teman SMA. Sebelumnya beberapa orang teman ada yang bertanya, apakah saya sudah memiliki calon suami. Berhubung calon suami saya satu almamater jaman SMA dan adik kelas, saya masih menutup-nutupi. Entahlah dulu saya malu kalau ketahuan sama adik kelas.

Usai acara buka puasa bersama, seorang teman, saya dengar menyeletuk, “terjawab sudah, tanyamu dengan cincin dijarinya” ujarnya kepada seorang teman saya. Sepertinya sih, ada seorang teman yang jomblo mau mendekati saya. Sepertinya lho, soalnya teman saya itu ga ngomong terus terang sih. Ke-GR-an saya saja yang menyimpulkan hihihi.

Cincin putih itu menceritakan dan menjawab semua dalam diam. Lantas kemana si cincin putih? Ya, dia juga menjawab kebutuhan saya. Kebutuhan saya di saat ini adalah menyelesaikan pembangunan rumah tinggal. Dengan sangat terpaksa bersama rekan-rekan perhiasan lain, cincin putih ikut saya jual hihihi.


Rabu, 03 Desember 2014

TAK CEMAS DENGAN TUMBUH KEMBANG FATIH

“Lho, kok mimik terus, kayak ga kenyang-kenyang, jangan-jangan ASInya sedikit?” tanya seorang ibu.

“Wah, kok anaknya kalau malam begadangan trus? Berarti waktu tidurnya kurang. Anak saya kalau malam ga begadangan” tanya dan cerita seorang ibu.

“Anakmu beratnya berapa? Anak saya baru 3 bulan beratnya sudah 6 kg. Coba ditambah susu formula biar lebih berisi” saran seorang ibu.

“Anak kakak saya umur belum setahun sudah jalan. Anakmu sudah jalan?” Ibu yang lain lagi menambahi.

Ucapan-ucapan serupa itu pasti pernah kita jumpai. Sebagai ibu baru kalau tak cukup ilmu tentu membuat kita kuatir. Kok anak si A sudah bisa ini ya, anak saya kok belum. Anak si B kok besar ya, anak saya kok kecil. Akhirnya kita terus membandingkan tumbuh kembang anak kita, padahal setiap anak itu unik dan berbeda.

Alhamdulillah, sebagai ibu yang baru memiliki 1 anak di kala itu, saya banyak mengikuti beberapa group di fesbuk. Mulai dari group menyusui AIMI (Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia), HHBF (Homemade Healthy Baby Food), RFC (Room For Children). Tak berakhir sampai di situ sih, saya masih terus mengikuti group-group keren lainnya.

Saat Fatih beberapa kali mengajak begadang disertai keinginan untuk mimik terus, saya sudah tidak kaget. Minimal saya paham bahwa Fatih mengalami Growth Spurt. Untuk mengetahui berat dan tinggi badan Fatih saya juga mendapatkan panduan growth chart dari group. Saya ga banding-bandingin lagi Fatih dengan anak lain. Yang penting masih kategori normal.

Mulai usia 8 bulan berat badan Fatih sulit naik, bahkan beberapa kali ga naik, tidak membuat saya serta merta mengikuti saran beberapa teman dan dokter untuk ditambahi susu formula. Saya tidak punya anak ambisi anak berbadan besar atau gendut. Lah wong bapak ibunya waktu kecil juga kurus. Yang terpikir waktu itu adalah skrining ADB. Akhirnya dokter menyetujui dan benar HBnya rendah.

Demikian juga saat Fatih tak jua mau merangkak. Saya dan si Ayah sudah mencoba beberapa cara agar Fatih mau merangkak, misalnya memberikan mainan di depannya. Hasilnya Fatih malah merayap kayak ulat hihihi. Kalau dipaksa dia malah rewel. Yo wis lah, saya mengikhlaskan Fatih melewati fase merangkak, karena ternyata beberapa anak melompati fase merangkak, dan tumbuh kembangnya tak bermasalah.

Cemas pun sebenarnya ada, tapi saya ayem saat sudah membaca informasi dan diskusi di group. Begitu pun di saat Fatih di usia setahun masih saja minta titahan. Kala itu badan saya kurus, capek nitah Fatih kemana-mana. Mana Fatih hobinya jalan-jalan, pindah sana pindah sini.

Ikhtiar saya dan si Ayah, Fatih diminta untuk berjalan saya dan ayah bergantian. Jadi saya dan Ayah saling berhadapan dengan jarak 2 meter. Fatih saya pegang dan menghadap Ayah. Kemudian Fatih diminta menghampiri Ayah. Sementara Ayah menunggu dengan tangan terentang. Selanjutnya posisi gantian dengan saya.

Hasilnya, di suatu malam saat usia Fatih menginjak 15 bulan, bel rumah berbunyi, “Ting tong, assalamu’alaikum”. Rupanya Ayah pulang dari Rembang *saat itu ayah masih kerja di rembang.

“Ayo Fatih, jalan ke tempat ayah” ujar saya menyambut kedatangan Ayah.

Dari jarak 4-5 meter, Fatih berjalan perlahan tanpa pegangan di sambut senyuman lebar Ayah.

Kenapa di usia itu saya tidak cemas Fatih belum bisa berjalan, karena batasan perkembangan motorik berjalan anak adalah 18 bulan. Lewat usia 18 bulan barulah kita perlu mewaspadai dan mengkonsultasikan tumbuh kembang anak.

Sabtu, 29 November 2014

IMPIAN TERBANG BERSAMA GARUDA

“1, 2, 3, terbang” teriak Fatih, anak tertua saya sambil menerbangkan pesawat kertasnya.

Fatih memang sangat suka dibuatkan dan memainkan pesawat dari kertas warna warni.

“Ma, naik pesawat Ma” ujarnya lagi semenjak dia mengantarkan eyang kakung, eyang putri dan tantenya ke Bandara Achmad Yani Semarang.

 
Fatih dan Pesawat Kertas

Iya, kemarin bulan Oktober Yangkung dan Yangti dapat undangan menghadiri pernikahan cucu dari keponakan Yangti yang berada di Medan. Keluarga besar Yangti sebagian besar memang tinggal di Medan dan Rantau Prapat. Sebenarnya kalau tidak karena usia kandungan sudah memasuki bulan ke- 9, saya dan suami pengen juga turut serta, tapi tahu dirilah, minta ditendang pramugarinya..hihihi.

Tantenya Fatih ditugasi untuk memesan tiket pesawat. Saya langsung saja menyarankan untuk naik Garuda Indonesia. Weh, apa saya sering atau pernah bepergian dengan Garuda Indonesia? Belum sama sekali hihihi. Kok saya berani merekomendasikan Garuda Indonesia?

Begini ceritanya, di Natural Cooking Club (NCC), sebuah group masak yang saya ikuti, tiba-tiba ada anggota yang bertanya tentang makanan yang disediakan oleh maskapai penerbangan. Nama Garuda Indonesia disebutkan sebagai maskapai dengan makanan yang paling memuaskan. Ternyata pembicaraan juga melebar tentang pelayanan yang lain. Intinya kalau ingin mendapatkan kenyamanan dan pelayanan yang memuaskan Garuda Indonesia lah pilihannya. GarudaIndonesia dianggap sebagai Maskapai Terbaik Indonesia.


Garuda Indonesia memberikan pelayanan istimewa bagi penumpang

Saya menjadi penasaran seperti apa sih konsep layanan Garuda? Cocok tidak ya, kalau mengajak anak-anak terbang bersama GarudaIndonesia. Melaju lah saya ke tekapeh. Wow, ternyata konsep layanan mengambil dari ciri khas Indonesia yang terkenal dengan keramahtamahannya. Hm, untuk awalan cocok lah sama Fatih, yang suka takut kalau bertemu orang baru. Keramahtamahan ini rupanya memanjakan 5 panca indera kita. Apa saja sih?

1.       Sight
Mata para penumpang dimanjakan dengan desain interior baru di dalam kabin pesawat. Mas dan mbaknya tampak cantik dengan seragam tiga warna yaitu hijau tosca, jingga serta biru. Selain itu ternyata di dalam pesawat ada hiburannya lho.

2.       Sound
Terkait dengan panca indera mata, telinga para penumpang juga dimanjakan oleh fasilitas hiburan yang tersedia. Menurut tantenya Fatih, gegara ada LCD TV dalam pesawat, penerbangan tidak terasa. Wah, kalau gitu Fatih bisa nonton film Masha and The Bear atau Upin Ipin kesukaannya.

3.       Scent
Begitu memasuki pesawat, menurut tantenya Fatih, tercium bau wangi yang enak banget. Jadi ga ada deh, bau-bauan yang ga enak tercium di hidung. Kadang kan kalau di kendaraan umum tercium bau yang ga enak. Fatih pasti akan bilang, “wangi Ma”.

4.       Taste
Ini nih bagian yang paling penting berdasarkan informasi NCC. Sajian makanan dan minuman Garuda Indonesia katanya paling top. Pengalaman tantenya Fatih di kelas ekonomi, pas berangkat dari Semarang-Jakarta ada snack berupa roti, risoles, kacang dan minumnya bukan air putih, tapi jus. Artinya, saya tidak perlu bawa makanan lagi buat Fatih. Fatih paling senang tuh, kalau ada snack hihihi.

5.       Touch
Sentuhan keramahtamahan ini tidak hanya di dalam pesawat, mulai dari reservasi penerbangan pun sudah dirasakan. Di tempat saya, khusus Garuda Indonesia, kita bisa check in di hotel Griptha, salah satu hotel di kota Kudus. Jadi sebelum berangkat ke Bandara bisa mampir check in dulu, oke banget kan?.

Wah, saya jadi semakin mantap dengan impian terbang bersama Garuda dengan membawa anak-anak. Saya selalu bilang ke Fatih, “Iya, uangnya jangan buat jajan trus ya, ditabung, ntar buat beli tiket pesawat”. Ya, tiket pesawat kan ga murah, apalagi kalau sekelas Garuda Indonesia. Eh, ternyata saya salah, pas buka website dan Twitter Garuda Balikpapan kok ada juga promo Tiket Pesawat Murah. Ga kalah murah lah ma maskapai penerbangan yang lain.


Saya punya impian mengunjungi daerah di Indonesia. Sampai sekarang saya baru mengunjungi pulau Sumatera, tepatnya Sumatera Utara, tapi saya lewat jalur darat. Jadi bisa dikatakan, saya mengunjungi daerah sumatera yang lain kan hehehe..Saya juga sempat tinggal di Makassar dan sering pulang ke Denpasar. Sedang pulau Jawa, saya sudah pernah mengunjungi dari Jakarta hingga Jawa Timur.

Berarti daerah yang belum sempat saya kunjungi salah satunya Pulau Kalimantan. Mungkin saya akan naik Garuda Balikpapan Siapa tahu?

Tulisan ini diikutsertakan dalam Lomba Blog Garuda Indonesia

EMPAT JEMPOL BUAT IBU RUMAH TANGGA

Hampir sebulan saya menjadi ibu dengan dua anak. Proses ini memberi pengalaman, pelajaran dan hikmah yang sangat berharga. Ada beberapa point yang saya catat :

1.       Setiap anak itu unik dan berbeda

Memiliki dua anak membuat saya mengerti bahwa tiap anak itu unik dan berbeda. Sama-sama laki-laki, namun antara Fatih dan Fattah berbeda tidak hanya fisik, namun karakternya. Dulu Ayah, pas hamil Fattah beberapa kali berpesan agar anak kedua jangan sampai beda jauh ma yang pertama. Lah, emangnya saya yang nyetak?

Nyatanya dari segi fisik memang berbeda antara Fatih dan Fattah. Fatih berambut lurus, berkulit putih dengan lesung pipit. Fattah, berambut ikal yang membuat Ayah kaget *lah, wong si Ayah rambutnya ya ikal maksimal hampir mendekati kribo hihihi. Kelihatannya kulitnya juga putih, habis sampai sekarang masih merah sih dan tanpa lesung pipit. Yang jelas berat dan panjang badan saat lahir lebih besar Fattah

Karakter Fatih sejak bayi, tidak sabaran, gampang terusik, emosian dan sangat lekat dengan emaknya. Ayahnya bilang, “Persis emaknya” hihihi.

Nah, Alhamdulillah Fattah ini tipe berbeda ma masnya. Fattah tenang, jarang nangis, sabar menunggu diganti popoknya dan diam aja ditinggal emaknya. Habis mimik diletakkan di kasur ya jarang rewel *mudah-mudahan seterusnya demikian.

Apapun itu, saya mencintai dan menerima keduanya. I love you Nak.

2.       ALLAH Maha Adil dan Bijaksana

Keadilan dan Kebijaksanaan ALLAH terasa saat saya dimudahkan dengan karakter Fattah yang tenang sehingga saya masih bisa meluangkan waktu untuk Fatih. Jujur, terasa lebih repot ngurus Fatih ketimbang Fattah, maunya sudah banyak sih, kadang susah untuk dikasih saran. Coba kalau sebaliknya Fatih yang tenang dan Fattah yang rewel, saya pasti repot membagi perhatian buat keduanya.

Sepupu saya malah sebaliknya, anak pertama yang tenang dan santai yang kedua malah ngajak begadangan. Katanya begitulah punya dua anak, ga bisa minta dua-duanya tenang pasti ada satu yang ngajak begadangan.

3.       Empat jempol buat ibu rumah tangga

Akhirnya saya harus memberikan keempat jempol untuk ibu yang mendedikasikan seluruh waktu untuk mengurus buah hati. Beneran, saya saja merasa mulai jenuh dengan rutinitas di rumah. Mau nyari me time susehnya minta ampun. Buka netbook sedikit sudah rebutan ma Fatih. Dia bilang “Fatih dulu, sekali aja Ma”. Hasilnya sekalinya terus-terusan.

Iya, Fatih sudah mulai paham netbook. Kesukaannya buka netbook apalagi kalau bukan mencari video kereta api. Saya sampai heran, kok dia segitu maniaknya dengan kereta api. Mainan kereta apinya aja sudah enam buah dan setiap hari dimainkan. Selain itu masih nonton video via youtube dan mencari buku tentang kereta api. Belum cukup juga, masih ribut minta naik kereta api. Apa sudah bisa diarahkan jadi pencipta kereta api ya? Hihihi.


Nah ibu-ibu yang mendedikasikan seluruh waktunya buat buah hati membuat saya iri, apalagi yang masih sempat berkarya dari rumah. Seperti adik saya yang no 3. Di sela-sela kesibukannya momong duo bocah masih sempat ngisi empat blog, bikin komik dan pekerjaan sampingan lainnya. Bagaimana mengatur waktunya? Kasih tau saya donk ibu-ibu.

Sabtu, 22 November 2014

RAWAT GABUNG DEMI ASI EKSLUSIF


Alhamdulillah, 6 November 2014 lalu, saya baru saja melahirkan bayi laki-laki dengan berat 3,4 kg dan panjang 47 cm. Proses kelahirannya dengan sesar lagi, seperti yang pernah saya ceritakan di sini. IMD yang saya harapkan pun gagal lagi, lah pas operasi berlangsung saya tertidur karena kelelahan menahan kontraksi.

Meski persalinan normal gagal dan IMD pun gagal, saya tetap harus move on. Ya, masih ada lagi yang saya dapat usahakan, yaitu rawat gabung demi tercapainya ASI Ekslusif.

Mungkin kalau di kota-kota besar atau di rumah sakit lain, masalah rawat gabung sudah diterapkan. Bahkan saya dengar ada rumah sakit yang sudah menerapkan pro ASI, dimana kalau si ibu atau keluarga tidak mau mengusahakan ASI, ada lembar pernyataan yang harus ditandatangani.

Berbeda dengan rumah sakit tempat saya melahirkan. Justru ketika saya ingin rawat gabung, suami atau keluarga harus menandatangani lembar persetujuan menanggung segala resikonya yang artinya kebutuhan bayi akan diurus sendiri oleh keluarga.

Rumah sakit tempat saya melahirkan tidaklah besar, dulunya rumah sakit bersalin yang kemudian memperluas layanan menjadi rumah sakit umum, artinya melayani segala jenis keluhan penyakit. Kamar untuk ibu melahirkan tidak terpisah dengan kamar untuk pasien dengan kasus lain. Biasanya kalau di rumah sakit besar, kamar untuk ibu melahirkan ditempatkan jadi satu ruangan di mana ruang perawatan bayi juga berada di ruangan tersebut. Itulah yang menjadi alasan rumah sakit tersebut belum menawarkan rawat gabung, meski bukan berarti tidak boleh sih.

Beberapa jam setelah saya melahirkan, perawat datang ke kamar saya.
“Ibu, benar ibu ingin rawat gabung?” tanya perawat.
“Iya mbak. Tidak dilarang kan? Kondisi bayi juga memungkinkan?” jawab saya sambil menegaskan, kalau dilarang ya saya akan mengamuk. Lah dokternya kemarin bilang rumah sakit sudah pro asi, meski setelah saya kejar dia meralat setengah pro ASI. Mo saya kejar lagi, biar dia keluarin statemen belum pro ASI kok kasihan ya..hihihi..

Betul kok, menurut saya rumah sakit ini belum pro ASI, paling seperempat pro ASI. Seperti yang pernah saya ceritakan tentang rumah sakit pro ASI di sini.

“Dokter anak tanya Bu, apa kondisi ibu memungkinkan untuk menyusui, apa asinya sudah keluar, apa keluarga siap untuk mengurus dan bayi juga kan masih diberi antibiotik “ balas perawat lagi.

Betul kan, dukungan pro ASI nakesnya belum maksimal. Saya hanya merasa didukung oleh dokter kandungan aja. Sayangnya dokter kandungan saya lupa, kalau kami kemarin kan sudah janjian untuk pilih dokter anak yang satu lagi, bukan yang sekarang menangani bayi saya.

Saya tidak ingin terlihat sok, jadi saya sampaikan saya ingin mencoba sekalian merangsang agar asi saya cepat keluar dengan hisapan bayi.

Alhamdulillah, untuk anak kedua ini, saya didukung oleh Ayah untuk rawat gabung. Ternyata Ayah merasa terpacu dengan temannya yang sudah mampu memandikan bayinya, padahal baru anak pertama. Kata Ayah, “Masak ganti popok untuk anak kedua ga bisa”.

Kesuksesan menyusui itu memang dipengaruhi juga oleh dukungan keluarga lho. Makanya ibu-ibu, mari kita edukasi suami dan keluarga agar memberi dukungan pemberian ASI.

Kembali ke rawat gabung, saya percaya diri saja meski payudara saya kecil dan saat pertama dipencet belum keluar ASInya. Saya tetap mengusahakan bayi tidak kenal sufor dan dot. Hisapan bayi merangsang keluarnya ASI. Fiola, benar dugaan saya, setelah dihisap bayi, saya mencoba memencet payudara keluar setetes kolustrum dari payudara. Ayah bertambah yakin untuk terus melanjutkan rawat gabung.

Satu hal lagi, ketika pertama kali menyusui memang agak susah, saya baru bisa miring kanan dan kiri dengan menahan sakit di perut. Bayi juga masih belajar menghisap putting dan aerola/bagian hitam disekeliling putting. Hal yang perlu dilakukan tetap keras kepala untuk sama-sama belajar dengan bayi. Satu dua hari memang agak kesulitan, hari ketiga sudah cukup lancar, bahkan payudara saya terasa penuh kalau tidak disusui 1-2 jam.

“Ibu tidak capek bu menyusui dengan posisi miring terus?” tanya perawat melihat saya beberapa kali menyusui.

“Lah, anaknya pengen mimik kok mbak. Ya saya mimiki” jelas saya.

“Maksud saya, kalau capek dan masih sakit mending dibawa keruangan bayi saja. Biar ibu bisa istirahat” tawar perawat.

“ Ga usah mbak, saya masih sanggup kok. Lagi ga menyusui juga perut saya ya sakit” jawab saya dengan senyum manis namun menyeringai dalam hati. Saya mah lebih sakit kalau anak saya ga mau menyusui langsung dan memilih dot akibat bingung putting. Masak mau mengulang cerita bingung putingnya Fatih.

Sudah tugas dan kewajiban saya sebagai ibu pasca melahirkan ya menyusui. Resiko sakit itu ada, dan saya ambil resiko itu demi surga-NYA ALLAH kelak. Aamiiin.

Kamis, 13 November 2014

PENGALAMAN OPERASI SESAR 2

Sebenarnya banyak agenda menulis saya *tsah, bak penulis professional saja. Tujuannya sih ingin berbagi pengalaman, siapa tahu ada yang membutuhkan informasi berdasarkan pengalaman saya. Saya masih hutang pada diri saya sendiri untuk melanjutkan operasi hernia Fatih, di benak saya juga sudah ingin menulis pengalaman melahirkan Fatih dengan operasi sesar sebelum melahirkan Fattah *sambil memperkenalkan nama adiknya Fatih.

Berkejaran dengan waktu hihihi sok puitis, mumpung Fatih dan Fattah masih tidur, saya putuskan untuk bercerita pengalaman melahirkan Fattah yang lagi-lagi dengan operasi sesar.

Di postingan sebelumnya, saya sudah pernah bercerita kalau untuk persalinan kedua, dokter SPOG sudah menyatakan kemungkinan normal terbuka. Tentu saja dengan syarat ketentuan berlaku *seperti iklan saja. Persalinan normal dapat dilakukan dengan senormal-normalnya, kondisi bayi memungkinkan, detak jantung tetap bagus dan persalinan tidak boleh diinduksi. Mungkin maksudnya kalau terlalu lama bukaan, maka dengan terpaksa sesar harus dilakukan.

Semua saya persiapkan, meski kurang maksimal. Saya bahkan sempat browsing gerakan senam hamil dan mengikuti senam hamil di tempat bidan. Teman-teman kantor berusaha mengurungkan niat saya untuk normal, karena yang pertama kan sesar.

“Wis rak sah macam-macam, tanteku jarak 5 tahun aja memaksakan normal, akhirnya malah jahit atas dan bawah (maksudnya jahitan perutnya terbuka, jadi perut dan vaginanya dijahit)” ujar teman saya.

“Wis, enak sesar wae, normal kie loro banget. Aku wis pengalaman, yang kedua langsung minta sesar wae” ujar teman yang satu lagi. Anak pertama awalnya mencoba normal berakhir sesar karena terbelit tali pusat, yang kedua langsung meminta sesar.

Saya waktu itu berfikir, wong dokternya saja optimis masak saya menyerah. Lagi waktu Fatih, bukaan 4 saya tidak merasakan kontraksi sama sekali. Rasanya air ketuban pecah malah plong.

Singkat cerita, Kamis pagi, sekitar pukul 03.00 WIB saya merasakan perut terasa kencang. Saya tidur dengan membolak-balikkan badan ke kanan dan kiri. Pukul 04.00 WIB selesai adzan subuh, dalam perjalanan ke kamar mandi, saya merasakan ada cairan keluar. Benar, ternyata itu flek. Akhirnya saya segera membangunkan ayah untuk persiapan ke rumah sakit.

Sampai di rumah sakit, setelah diperiksa, ternyata masih bukaan 1. Saya diberi pilihan, mau langsung mondok atau kembli lagi siang atau sore hari saat kontraksi semakin sering. Saya dan Ayah putuskan untuk langsung mondok, karena pertimbangan daripada diributin Fatih.

Yang paling menyebalkan begitu diputuskan mondok adalah langsung diinfus. Hadeh, padahal saya kan paling takut sama jarum suntik. Saya mencoba menawar, entar aja agak siangan, sayangnya prosedur rumah sakit seperti itu.

Proses mencari vena saya buat diinfus tidak mudah. Vena saya halus dan kecil, goyang sedikit pecah. Benar, saya goyang karena tegang, pecah deh. Perawat sampai geregetan, terpaksa mencari lagi di sebelah kanan. Penyiksaan tak berakhir sampai di situ, saya masih harus disuntik untuk diambil darah dan memuluskan jalan lahir. Belum lagi ada pemeriksaan pembukaan beberapa kali.

Pukul 07.30 WIB akhirnya dokter datang untuk memeriksa keadaan saya. Saat itu saya baru saja memakan roti, karena belum sarapan sama sekali. Dokter kemudian meminta saya untuk puasa saja, untuk berjaga-jaga kalau nanti terpaksa sesar. Saat itu sudah bukaan 4 dan rasa mulesnya sudah luar biasa, deuh kok beda sih ma pengalaman melahirkan Fatih yang tidak terasa sama sekali.

Dokter sudah menawarkan untuk disesar langsung atau masih kuat diobservasi selama 4-5 jam. Sebelumnya bidan sudah bertanya, perkiraan berat badan bayi berapa dan tinggi saya berapa. Mendengar berat badan bayi 3,5 dan tinggi saya cuma 148, sepertinya mereka geleng-geleng kepala.

Kepastian normal memang masih harus diobservasi, detak jantung bayi terus dipantau, termasuk kondisi saya yang sudah setengah teriak menahan mules. Saya sudah mencoba mengatur nafas, tapi praktek tak semudah teori, rasanya tetap harus berteriak menahan mules.

15 menit setelah kunjungan dokter, saya benar-benar sudah tak tahan. Ayah sudah saya remet-remet untuk menyalurkan rasa mules. Akhirnya saya mengikuti tawaran dokter.

“Gimana ya Yah, sesar sekarang apa nunggu 4-5 jam lagi?” tanya saya sambil menahan mules.

“Terserah Mama, yang merasakan kan Mama. Sesar sekarang juga gak papa. Ayah percaya Mama.” Jawab Ayah menguatkan sambil memegang tangan dan mencium kening saya.

Akhirnya saya masuk ruang operasi pukul 08.00 WIB sambil setengah teriak dan mengatur nafas. Begitu diberi bius lokal, saya sudah lemas, habis tenaga saya untuk menahan mules, apalagi dengan sarapan hanya sepotong roti.

Saya tertidur di ruang operasi, bangun-bangun, dokter tengah menjahit perut saya. Asisten dokter menyampaikan ucapan selamat kalau bayi sudah lahir dengan selamat, dengan berat 3,4 kg dan sehat wal afiat.

Usai tubuh saya dibersihkan, saya dibawa ke ruangan bersalin VIP. Saat itu kamar rumah sakit penuh, adanya kelas 3 dan sisa ruang bersalin VIP. Untuk sementara saya ditempatkan di ruang bersalin VIP sambil menunggu kamar VIP kosong.

Saya memang harus memilih kamar dengan pasien 1 kamar 1 orang, pertama untuk kenyamanan, kedua karena saya memilih rawat gabung dengan konsekuensi semua diurus oleh keluarga sendiri. Kapan-kapan saya akan cerita tentang rawat gabung.

Keesokan paginya dokter visit ke kamar saya. Saya kemudian bertanya apakah keputusan saya untuk sesar saat itu tepat atau peluang normal sebenarnya masih tinggi. Jawaban dokter, saat itu masih ada peluang normal, namun bila operasi dilakukan siang hari, kesulitan lebih besar. Ternyata dokter anastesi siang hari praktek di RSU dan kalau siang hari ditakutkan detak jantung bayi sudah tidak bagus. Selain itu ternyata air ketuban sudah keruh. Penyebabnya mungkin bayi distress.

Di lubuk hati terdalam saya merasa menyesal, tidak bisa memperjuangkan persalinan normal hingga akhir. Tapi saya bersyukur juga, karena kalau saya keukeuh, kasihan Fattah, air ketubannya malah sudah keruh, terpaksa dia diberi antibiotik selama 2 hari.

Saya salut dengan ibu-ibu yang berhasil dan sanggup menjalani persalinan normal, meski kadar kesakitan dan mules saat kontraksi tiap orang berbeda.

Apa saya akan mencoba lagi untuk persalinan normal di kemudian hari? Sampai saat ini, saya putuskan cukup dua anak saja. Sakit pasca sesar untuk kedua kalinya luar biasa, bagaimana kalau ketiga kalinya. Tak ingin saya bayangkan.

“Sakit pasca sesar kedua lebih sakit kan Bu?. Cukup dua saja ya bu. Istri saya saja dua kali sesar, saya ga ingin nambah lagi. Kasihan” pesan dokter SPOG saya.

Tuh, saya didukung ma dokternya kan? Sepertinya dia enggan berurusan dengan saya lagi. Tiap konsultasi, nanya dan ngeyelnya banyak, pas persalinan hobinya teriak-teriak hihihi.

Royyan Al Fattah

Minggu, 09 November 2014

PENGALAMAN OPERASI SESAR 1

Fatih usia beberapa hari

Rasanya sudah gatal sekali pengen berbagi cerita, tapi apa daya, kamis, 6 November 2014 jam 3 saya sudah mulai merasakan perut kencang-kencang. Jam 3 pagi saya tidur, dengan kondisi balik kanan, balik kiri, sepertinya adiknya Fatih sudah memberikan sinyal kalau mau segera keluar.

Tapi saya belum mau cerita tentang kelahiran adiknya Fatih, mau cerita dulu pengalaman melahirkan Fatih hihihi. Melahirkan sudah 29 bulan silam, ceritanya baru sekarang, biasa emak malas.

Operasi sesar dulu dilakukan karena posisi Fatih sungsang. Saya sudah mencoba posisi sujud berulang-ulang, sayang Fatih tak jua mau memposisikan kepala di bawah hingga ketuban pecah dan sudah bukaan 4.

Pukul 2 malam, pas hari jum’at kliwon *sama dengan weton ayahnya, saya ke kamar mandi untuk buang air kecil. Eh baru buka celana, kok airnya sudah keluar tanpa bisa saya cegah. Saya pikir apa mulai beser ya.

Saya keluar kamar mandi, baru beberapa saat kok keluar air lagi di celana. Saya kemudian curiga, apa air ketuban ya. Saya cerita ke Ibu, awalnya ibu bilang nunggu subuh, tapi begitu saya bilang airnya keluar lagi, ibu langsung bilang,ke rumah sakit sekarang aja.

Sebelum ke rumah sakit, saya telpon dulu pihak rumah sakit, pihak rumah sakit menyarankan langsung ke rumah sakit.

Jam 3 pagi saya tiba di rumah sakit, kemudian di periksa oleh bidan di sana. Berdasarkan hasil pemeriksaan, ketuban sudah pecah dan sudah bukaan 4. Ajaibnya saya tidak merasakan apa-apa. Mules juga gak, rasanya malah plong.

Alhamdulillah dokter SPOG saya sedang di rumah sakit, keetulan habis ada persalinan. Sesudah di periksa dokter, kondisi Fatih sungsang dan air ketuban sudah pecah, diputuskan untuk langsung sesar saat itu juga.

Wow, saya ga nyangka, wong HPL masih tiga minggu lebih ke depan. Saya juga belum buat surat cuti, besok masih ada acara yang harus saya urus di kantor.

Pas pemeriksaan, saya kemudian telpon asisten *tsah seperti orang penting, untuk mengambil alih keuangan dan urusan acara besok. Saya juga menghubungi Ayah yang kala itu masih kerja di Rembang.

Beberapa kali telpon ga diangkat Ayah, yow is hopeless lah, mingkin Ayah masih ngorok. Beberapa detik kemudian Ayah telpon balik, Alhamdulillah feelingnya Ayah bagus.

“Yah, Mama mau operasi sekarang, ketuban sudah pecah, bayi masih sungsang” jelas saya singkat.

“Ya Ma, Ayah pulang sekarang” jawab Ayah.

Saya kemudian masuk ruang operasi jam 4 pagi. Saya yang takut jarum suntik dan semua peralatan medis deg-degan juga menunggu operasi. Padahal ini bukan operasi saya pertama, sebelumnya saya pernah operasi pengambilan tumor payudara, 10 tahun silam.

Memasuki ruang operasi, tak ada satu pun nakes yang menyapa saya, paling gak bikin rapport dulu kek *kebiasaan psikologinya dibawa. Dokter anastesi langsung mengatakan akan menyuntik bagian punggung bawah saya. Teganglah saya, kan jarum suntik. Begitu selesai disuntik saya menggigil kedinginan. Dokter anastesi kemudian menyuntik supaya saya mengantuk.

Adegan selanjutnya lebih menghebohkan, dengan kondisi sulit membuka mata karena diberi suntikan tidur tiba-tiba…

“Aaa….. Oww..Whaaa” keluar suara teriakan dari mulut saya.

“Kenapa bu? Terasa sakit?” tanya dokter anastesi.

“Ga, ga terasa apa-apa” jawab saya.

“Lah kok teriak-teriak” tanya lanjut dokter anastesi.

“Pengen saja” jawab saya setengah mabuk obat bius.

“Wah, dokter DSOGnya ntar deg-degan lho bu, kalau teriak-teriak” jelas dokter anastesi.

Selanjutnya dokter anastesi mengajak saya mengobrol. Bertanya kerja di mana, begitu tahu saya kerja di bidang psiklogi bertambah heran lah dia.’

“Psikologi kok teriak-teriak” tanyanya.

“Ini namanya mengeluarkan kecemasan di bawah alam bawah sadar. Saya memang lemah dengan obat bius dok” jawab saya setengah membela diri.

Memalukan ya, pengalaman sesar saya, terlebih memalukan dunia psikologi..hihihi.

Alhamdulillah Fatih lahir dengan selamat, meski setelah itu saya harus berjuang mengenyahkan botol dot selama 9 hari. Untung adiknya Fatih berhasil rawat gabung meski gagal lagi IMD, seenggaknya ada jalan ke ASI Ekslusif.


Selasa, 04 November 2014

SAKIT PERUT BERUJUNG DI MEJA OPERASI

Ada seorang teman saya yang mengatakan bahwa saya termasuk ibu yang tegar dan kuat. Saya dipandang kuat karena mampu menemani anak operasi tanpa menangis. Ya mau bagaimana lagi, keputusan operasi itu memang harus diambil, karena itu jalan satu-satunya.

Seperti yang sudah saya ceritakan sebelumnya, saat usia Fatih 20 bulan dia mengeluh sakit perut. Saat diperhatikan keluhan sakit perutnya ternyata bukan di perut melainkan di selangkangan sebelah kanan. Ada benjolan di selangkangan sebelah kanannya.


Awalnya saya masih mencari apa nama penyakit untuk keluhan Fatih. Seperti biasa, sebagai emak yang hidup di jaman teknologi yang cukup canggih *tsah, saya mencari informasi di group room for children. Satu persatu file saya pelototin, hingga akhirnya saya cukup yakin bahwa keluhan Fatih ini adalah HERNIA.

Berdasarkan file yang saya baca, Fatih mengalami hernia inguinalis yaitu hernia yang terjadi di daerah selangkangan. Terjadinya hernia inguinalis karena kanalis inguinalis atau saluran antara dinding perut bawah ke kantung kemaluan tidak menutup sepenuhnya. Hal ini menyebabkan lengkung usus dapat masuk ke kanalis inguinalis melalui area lemah dinding perut bagian bawah yang menyebabkan hernia.

Tanda-tanda hernia inguinalis biasanya ada tonjolan atau benjolan di daerah selangkangan. Benjolan akan lebih terlihat ketika bayi atau anak menangis. Dokter dapat mendorong benjolan ketika anak berbaring tenang sehingga menjadi kecil atau kembali ke dalam perut. Namun hernia harus di dorong dengan lembut, karena beresiko pecahnya usus..hiiiiii...

Kembali lagi ke ceritanya Fatih, kesalahan saya adalah memijatkan Fatih sebanyak 2 kali. Pertama, saat Fatih mengeluh dan menangis cukup lama karena hernia yang pertama kali dan yang kedua permintaan Fatih sendiri.

Ibu saya, awalnya lebih menyarankan untuk dipijat saja daripada menjalani operasi. Untunglah setelah membaca file di RFC, saya menyadari kesalahan saya, bahwa resiko dipijat bisa menyebabkan usus pecah. Selain itu karena ada lubang di kanalis inguinalis seharusnya memang lubang itu dijahit, dan tidak bisa menutup dengan dipijat.

Akhirnya setelah Fatih menangis cukup lama untuk kedua kalinya karena hernia, saya dan ayah membawa ke rumah sakit. Berdasarkan diagnosa dokter umum, seperti dugaan saya Fatih mengalami HERNIA INGUINALIS dan disarankan untuk konsultasi dengan dokter bedah.

Esok harinya saya membawa Fatih berkonsultasi dengan dokter bedah. Dokter bedah langsung menyarankan operasi secepatnya. Sayangnya, rumah sakit saat itu lagi penuh, semua kamar terisi. Saya pun menunggu kamar kosong. Permintaan saya, kamar yang saya kehendaki adalah kelas 1 atau VIP. Bukannya sok kaya sih, cuma saya ingin yang sekamar sendiri. Saya kan lagi hamil dan memakai jilbab lagi, biar lebih privacy.

Lantas bagaimana cerita operasi Fatih? Karena saatnya saya pulang kantor dan sudah dijemput suami, cerita saya sambung di kemudian hari ya…hehehe..

Jumat, 31 Oktober 2014

KETIKA FATIH MENGELUH SAKIT PERUT

“Sakit Ma” tiba-tiba Fatih jongkok di tengah acara jalan-jalan sore kami.

“Sakit apa Mas?Sebentar lagi sampai rumah kok” ujar saya dengan wajah sedikit kuatir.

Sesampainya di rumah, kekuatiran saya ternyata masih berlanjut. Fatih tetap menangis memegang perutnya, bahkan dia memanggil ayahnya. Saya berusaha menghubungi HP ayah, sementara Fatih jongkok di depan rumah sambil memegangi perut. Beberapa kali dihubungi Ayah tak jua mengangkat telpon, sementara saya semakin bertambah panik karena suara tangisan Fatih semakin keras.

Akhirnya Yangti menyusul ke depan dan menggendong Fatih agar lebih tenang. Sementara saya bertambah panik melihat kondisi Fatih. Yangti dan Yangkung mengusulkan untuk memanggil tukang pijat bayi.

Saya lalu berlari ke belakang rumah, memanggil mbak sepupu yang rumahnya tepat di belakang rumah. Beberapa kali memanggil dan menghubungi HPnya tak jua mbak saya keluar. Justru suaminya ke luar dan menanyakan kepentingan saya. Saya menceritakan bahwa Fatih sakit perut dan saya memanggil mbak sepupu untuk meminta nomor telpon tukang pijat bayi.

Ternyata mbak sepupu tidak berada di rumah dan suaminya menjelaskan kalau menjelang magrib biasanya tukang pijat bayi tidak mau dipanggil, kecuali kalau rumahnya langsung didatangi. Haduh, lemaslah saya, bagaimana mau mendatangi tukang pijat, wong ayah belum balik dan Fatih menangis menahan sakit. Saya pun akhirnya kembali masuk ke dalam rumah.

Di ruang tengah, saya melihat Fatih masih merengek dalam gendongan Yangti. Ketika saya menawari untuk menggendongnya Fatih menolak. Sepertinya dia sudah nyaman dengan posisi seperti itu dan perutnya akan terasa sakit bila ia mengubah posisi.

Tak berapa lama, Ayah pulang. Saya kemudian menceritakan kronologi kejadiannya. Sama seperti saya, saat Fatih ditawari digendong Ayah, dia pun menolak. Posisi Yangti pun saat menggendong Fatih tidak berubah, sedikit merubah posisi Fatih kembali merengek.

Duh, hati saya saat itu gak karuan. Kasian sekali melihat Fatih dan teriris ditolak oleh Fatih. Saya kemudian berdiskusi dengan Ayah, mencari tukang pijat atau membawa Fatih ke dokter. Saat Fatih tadi jongkok kesakitan, saya sempat membuka celananya dan mendapati ada benjolan di dekat selangkangan kanan.

Beberapa hari yang lalu Fatih juga mengeluh sakit perut, akhirnya kami memutuskan membawa ke dokter untuk diperiksa. Saat mobil mau dijalankan, eh Fatih malah bilang dah ga sakit, minta jalan-jalan dan ga mau periksa ke dokter..weleh. Pertimbangan lain, mungkin Fatih kecapekan dan ada uratnya yang salah, sehingga lebih baik dipijat. Seandainya di bawa ke dokter, pasti dokter akan meminta menunggu perkembangan selanjutnya.  Akhirnya diputuskan untuk mencari tukang pijat dengan menghubungi istri dari sepupu.

Istri dari sepupu menjanjikan akan membawa tukang pijat ke rumah selepas magrib. Saya pun mengiyakan karena tidak memiliki pilihan lain. Singkat cerita selepas magrib Fatih dipijat. Pijatnya pun dilakukan setengah memaksa dan dia menangis. Siasat lainnya, Fatih dipijat sambil mimik ke saya.

Bagaimana kondisi Fatih setelah dipijat? Setelah dipijat Fatih tampak ceria, dia bahkan bernyanyi-nyanyi saat menjemput tante Dila dan mengantar Yangkung rawat inap di rumah sakit untuk menjalani operasi hernia. Tapi ternyata itu adalah kesalahan pertama saya. Kok bisa? Kelanjutannya akan saya ceritakan di tulisan berikutnya.

Senin, 27 Oktober 2014

KOMUNITAS ADALAH KENISCAYAAN

Buka KEB (Komunitas Emak-Emak Blogger) dan WB (Warung Blogger), baru ngerti kalau hari ini, 27 Oktober adalah Hari Blogger Nasional. Sebagai blogger yang baru aktif kurang dari setahun, harap maklum lah kalau pengetahuan tentang dunia blogger sangat minim.

Kilas balik beberapa tahun yang lalu, sebenarnya saya sudah pernah bikin blog dari tahun 2006 atau 2007, cuma ya itu, sekedar bikin blog ga pernah di up date. Saya bikin blog sampai 2 lho, pertama bikin ga diisi apapun, hingga akhirnya lupa nama blog dan password. Terus bikin lagi, dengan dua foto dan satu artikel, dan akhirnya nasibnya sama dengan yang pertama, saking lamanya ga di isi lupa juga hehehe.

Ayahnya Fatih berharap saya mendokumentasikan materi dan aktivitas siaran radio atau ketika jadi narasumber di blog. Tapi harapan itu urung saya laksanakan. Geretan, akhirnya Ayah membuatkan blog di akhir tahun 2011. Satu artikel, ayah masukkan di blog, itupun copy paste dari artikel di kompas. Empat bulan kemudian baru saya bikin satu artikel tentang siaran radio. Setelah itu, vakum lagi hampir 2 tahunan.

Urusan Fatih menyita waktu dan energi saya, meski di lubuk terdalam cuma sekedar alasan hehehe. Tetiba, saya menetapkan resolusi di tahun 2014 untuk rajin bikin tulisan di blog. Saya pikir, kalau tidak dimulai sekarang kapan lagi. Masak saya masih terus menggunakan alasan, belum cukup pengetahuan tentang menulis, bingung ide dan sebagainya.

Semangat saya juga karena dorongan adik-adik yang duluan aktif ngeblog. Baca-baca tulisan mereka, membuka pikiran saya bahwa menulis tidak harus dimulai dari hal terberat, mulai yang ringan dulu. Apapun bisa menjadi bahan tulisan dan dibagi dengan orang lain. Masalah berbobot tidaknya tulisan, akan semakin terasah dengan rajinnya kita belajar menulis.

Satu lagi pelajaran yang saya ambil dari adik saya, bahwa komunitas itu penting. Awal ngeblog, saya cuma mikir yang penting menulis. Adik ketiga mendorong untuk gabung di komunitas, blogwalking dan menjalin networking.  Awalnya maju mundur, akhirnya adik yang memasukkan nama saya di IIDN dan KEB dan memberi tahu syarat menjadi anggotanya. Setelah beberapa minggu, baru saya mencoba memenuhi persyaratan sebagai anggota.

Awalnya hanya sebatas silent reader. Usai membuat tulisan, posting di komunitas. Itupun mempelajari dulu, bagaimana anggota lain posting tulisan. Blogwalking juga jarang, ikut GA atau lomba baru berani 5 bulan setelahnya. Bukan apa-apa, selain ga PD. Juga gaptek. Mulai dari tidak tahu cara pasang banner, tulisan di hyperlink, hingga belum punya twitter..hehehe..pokoknya ndesit banget dah.

Lama kelamaan saya sadar, blogwalking itu perlu, selain menambah teman, sangat menambah ilmu. Membuka mata saya lebih lebar, meski penampilan mata tetap sipit..hehehe. Saya tambah ilmu, mulai dari teknik menulis, profesi yang menjanjikan sebagai blogger, ilmu parenting, memasak dan homeschooling yang mulai merasuki pikiran. Manfaat nyata dari ngeblog dan menjalin komunitas, saya dapat hadiah GA dan pulsa listrik 300 ribu yang entah kapan akan sampai ke tangan saya hehehe..

Akhir kata, I love ngeblog dan selamat Hari Blogger Nasional. Mari ngeblog dan berbagi dengan orang lain.

Hadiahnya GA Indahnya Silaturahmi

Rabu, 22 Oktober 2014

RESIKO MELAHIRKAN NORMAL IBU BERMATA MINUS


Sebelumnya saya sempat menuliskan cerita Mencari Rumah Sakit Pro ASI. Saya ceritakan bahwa saya memiliki kemungkinan untuk melahirkan anak kedua secara normal, tentu dengan pra syarat tidak dengan diinduksi, jadi harus normal-senormalnya. Kenapa begitu? Karena pada kelahiran pertama dengan proses SC (Sectio Caesarea) akibat bayi sungsang, maka untuk kelahiran kedua secara normal tidak boleh diinduksi.

Kelahiran normal setelah SC dikenal dengan sebutan VBAC yaitu Vaginal Birth After Caesarean. Awalnya memasuki bulan ke 7 kehamilan, kepala bayi masih di atas alias sungsang. Dokter SPOG menjelaskan, dengan usia kandungan sekarang masih memungkinkan untuk memposisikan kepala bayi di bawah menuju jalan lahir. Selama sebulan saya kemudian sering sujud, dengan posisi kepala menempel menghadap kanan dan dada menempel. Alhamdulillah, posisi bayi berubah di konsultasi berikutnya. Posisi kepala sudah berada di bawah. Kemungkinan untuk normal semakin besar, tinggal menunggu HPL.

Eh, tapi sebelum saya berkonsultasi, suami rupanya mendapat berita, kalau istri temannya tidak memungkinkan melahirkan secara normal karena matanya minus cukup tinggi. Waduh, masih ada batu sandungan lagi rupanya. Saya komunikasikan lah dengan dokter tentang berita itu. Dokter kemudian menyarankan saya untuk berkonsultasi dulu dengan dokter mata, karena minus saya cukup tinggi. Yang dikhawatirkan dokter berkaitan dengan kondisi retina, apakah memungkinkan atau tidak.

Akhirnya seminggu kemudian saya berkesempatan mendatangi dokter mata *sok sibuk.

“Ada keluhan apa bu?” tanya dokter mata.

Jadi ingat, ada yang posting difb soal pertanyaan dokter mata. Awalnya mau saya jawab “Tidak dok, saya tidak punya keluhan apapun. Saya orangnya mudah bersyukur kok. Setiap hal wajib kita syukuri”. Hihihi, tapi saya ga tega dan tidak bisa membayangkan adegan selanjutnya. Dokter, perawat dan ayahnya Fatih pasti akan terbengong-bengong, berfikir saya sudah menggila.

Saya kemudian memilih menjelaskan tujuan saya berkonsultasi ke dokter mata.

Dokter kemudian bertanya tentang ukuran minus mata saya. Saya sudah agak lupa, dan menjawab berdasarkan ingatan saya dan saya rendahkan sedikit ukuran minusnya *malu, kacamata sudah seperti tutup botol.

“Kalau tidak salah, kanan minus 5 dan kiri minus 3. Saya agak lupa” terang saya.

Dokter kemudian memeriksa kondisi mata saya. Pertama yang dilakukan adalah mengecek kebenaran pernyataan tentang ukuran minus saya. Ternyata meleset 1 minus. Yang kanan 6 dan kiri 4 hihihi.

Setelah mengetahui ukuran minus, dokter memeriksa kondisi retina mata saya dengan mengarahkan alat semacam senter ke arah mata untuk melihat kondisi mata.

Selama pemeriksaan, ada beberapa pertanyaan yang diajukan oleh dokter, kalau saya tidak salah ingat:
  • Berapa tekanan darah? Saya jawab, tidak pernah lebih dari 120 untuk batas atas
  • Berapa kenaikan berat badan selama kehamilan? Sampai saat ini, sekitar 10kg
  • Apakah kaki bengkak? Sampai pemeriksaan ini, belum ada pembengkakan
Setelah pemeriksaan mata selesai, saya kemudian meminta penjelesan dokter. Hasil dari pemeriksaan mata, masih memungkinkan untuk melahirkan secara normal. Kemungkinan terjadinya robekan pada retina kecil. Saya diminta untuk memeriksakan mata kembali, setelah 2 bulan melahirkan.

Dokter menjelaskan bahwa resiko untuk wanita bermata minus melahirkan secara normal cukup tinggi. Hal ini disebabkan pada mata minus kondisi lensa mata atau retina cembung sehingga kemungkinan robek menjadi besar. Hal ini berbeda dengan mata normal yang kondisinya melekat sempurna pada bola mata, sehingga kemungkinan robek kecil. Pada kasus saya, kemungkinan untuk melahirkan normal masih ada.

Alhamdulillah. Bila kemungkinan melahirkan normal ada, maka kemungkinan IMD juga besar. Habis mau gimana lagi, dokter SPOG sudah bilang sulit kalau mau IMD dengan kondisi SC. Semoga semua dimudahkan. Amin.

Blog Design by Handdriati