Tampilkan postingan dengan label Adik Fatih. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Adik Fatih. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 22 November 2014

RAWAT GABUNG DEMI ASI EKSLUSIF


Alhamdulillah, 6 November 2014 lalu, saya baru saja melahirkan bayi laki-laki dengan berat 3,4 kg dan panjang 47 cm. Proses kelahirannya dengan sesar lagi, seperti yang pernah saya ceritakan di sini. IMD yang saya harapkan pun gagal lagi, lah pas operasi berlangsung saya tertidur karena kelelahan menahan kontraksi.

Meski persalinan normal gagal dan IMD pun gagal, saya tetap harus move on. Ya, masih ada lagi yang saya dapat usahakan, yaitu rawat gabung demi tercapainya ASI Ekslusif.

Mungkin kalau di kota-kota besar atau di rumah sakit lain, masalah rawat gabung sudah diterapkan. Bahkan saya dengar ada rumah sakit yang sudah menerapkan pro ASI, dimana kalau si ibu atau keluarga tidak mau mengusahakan ASI, ada lembar pernyataan yang harus ditandatangani.

Berbeda dengan rumah sakit tempat saya melahirkan. Justru ketika saya ingin rawat gabung, suami atau keluarga harus menandatangani lembar persetujuan menanggung segala resikonya yang artinya kebutuhan bayi akan diurus sendiri oleh keluarga.

Rumah sakit tempat saya melahirkan tidaklah besar, dulunya rumah sakit bersalin yang kemudian memperluas layanan menjadi rumah sakit umum, artinya melayani segala jenis keluhan penyakit. Kamar untuk ibu melahirkan tidak terpisah dengan kamar untuk pasien dengan kasus lain. Biasanya kalau di rumah sakit besar, kamar untuk ibu melahirkan ditempatkan jadi satu ruangan di mana ruang perawatan bayi juga berada di ruangan tersebut. Itulah yang menjadi alasan rumah sakit tersebut belum menawarkan rawat gabung, meski bukan berarti tidak boleh sih.

Beberapa jam setelah saya melahirkan, perawat datang ke kamar saya.
“Ibu, benar ibu ingin rawat gabung?” tanya perawat.
“Iya mbak. Tidak dilarang kan? Kondisi bayi juga memungkinkan?” jawab saya sambil menegaskan, kalau dilarang ya saya akan mengamuk. Lah dokternya kemarin bilang rumah sakit sudah pro asi, meski setelah saya kejar dia meralat setengah pro ASI. Mo saya kejar lagi, biar dia keluarin statemen belum pro ASI kok kasihan ya..hihihi..

Betul kok, menurut saya rumah sakit ini belum pro ASI, paling seperempat pro ASI. Seperti yang pernah saya ceritakan tentang rumah sakit pro ASI di sini.

“Dokter anak tanya Bu, apa kondisi ibu memungkinkan untuk menyusui, apa asinya sudah keluar, apa keluarga siap untuk mengurus dan bayi juga kan masih diberi antibiotik “ balas perawat lagi.

Betul kan, dukungan pro ASI nakesnya belum maksimal. Saya hanya merasa didukung oleh dokter kandungan aja. Sayangnya dokter kandungan saya lupa, kalau kami kemarin kan sudah janjian untuk pilih dokter anak yang satu lagi, bukan yang sekarang menangani bayi saya.

Saya tidak ingin terlihat sok, jadi saya sampaikan saya ingin mencoba sekalian merangsang agar asi saya cepat keluar dengan hisapan bayi.

Alhamdulillah, untuk anak kedua ini, saya didukung oleh Ayah untuk rawat gabung. Ternyata Ayah merasa terpacu dengan temannya yang sudah mampu memandikan bayinya, padahal baru anak pertama. Kata Ayah, “Masak ganti popok untuk anak kedua ga bisa”.

Kesuksesan menyusui itu memang dipengaruhi juga oleh dukungan keluarga lho. Makanya ibu-ibu, mari kita edukasi suami dan keluarga agar memberi dukungan pemberian ASI.

Kembali ke rawat gabung, saya percaya diri saja meski payudara saya kecil dan saat pertama dipencet belum keluar ASInya. Saya tetap mengusahakan bayi tidak kenal sufor dan dot. Hisapan bayi merangsang keluarnya ASI. Fiola, benar dugaan saya, setelah dihisap bayi, saya mencoba memencet payudara keluar setetes kolustrum dari payudara. Ayah bertambah yakin untuk terus melanjutkan rawat gabung.

Satu hal lagi, ketika pertama kali menyusui memang agak susah, saya baru bisa miring kanan dan kiri dengan menahan sakit di perut. Bayi juga masih belajar menghisap putting dan aerola/bagian hitam disekeliling putting. Hal yang perlu dilakukan tetap keras kepala untuk sama-sama belajar dengan bayi. Satu dua hari memang agak kesulitan, hari ketiga sudah cukup lancar, bahkan payudara saya terasa penuh kalau tidak disusui 1-2 jam.

“Ibu tidak capek bu menyusui dengan posisi miring terus?” tanya perawat melihat saya beberapa kali menyusui.

“Lah, anaknya pengen mimik kok mbak. Ya saya mimiki” jelas saya.

“Maksud saya, kalau capek dan masih sakit mending dibawa keruangan bayi saja. Biar ibu bisa istirahat” tawar perawat.

“ Ga usah mbak, saya masih sanggup kok. Lagi ga menyusui juga perut saya ya sakit” jawab saya dengan senyum manis namun menyeringai dalam hati. Saya mah lebih sakit kalau anak saya ga mau menyusui langsung dan memilih dot akibat bingung putting. Masak mau mengulang cerita bingung putingnya Fatih.

Sudah tugas dan kewajiban saya sebagai ibu pasca melahirkan ya menyusui. Resiko sakit itu ada, dan saya ambil resiko itu demi surga-NYA ALLAH kelak. Aamiiin.

Rabu, 22 Oktober 2014

RESIKO MELAHIRKAN NORMAL IBU BERMATA MINUS


Sebelumnya saya sempat menuliskan cerita Mencari Rumah Sakit Pro ASI. Saya ceritakan bahwa saya memiliki kemungkinan untuk melahirkan anak kedua secara normal, tentu dengan pra syarat tidak dengan diinduksi, jadi harus normal-senormalnya. Kenapa begitu? Karena pada kelahiran pertama dengan proses SC (Sectio Caesarea) akibat bayi sungsang, maka untuk kelahiran kedua secara normal tidak boleh diinduksi.

Kelahiran normal setelah SC dikenal dengan sebutan VBAC yaitu Vaginal Birth After Caesarean. Awalnya memasuki bulan ke 7 kehamilan, kepala bayi masih di atas alias sungsang. Dokter SPOG menjelaskan, dengan usia kandungan sekarang masih memungkinkan untuk memposisikan kepala bayi di bawah menuju jalan lahir. Selama sebulan saya kemudian sering sujud, dengan posisi kepala menempel menghadap kanan dan dada menempel. Alhamdulillah, posisi bayi berubah di konsultasi berikutnya. Posisi kepala sudah berada di bawah. Kemungkinan untuk normal semakin besar, tinggal menunggu HPL.

Eh, tapi sebelum saya berkonsultasi, suami rupanya mendapat berita, kalau istri temannya tidak memungkinkan melahirkan secara normal karena matanya minus cukup tinggi. Waduh, masih ada batu sandungan lagi rupanya. Saya komunikasikan lah dengan dokter tentang berita itu. Dokter kemudian menyarankan saya untuk berkonsultasi dulu dengan dokter mata, karena minus saya cukup tinggi. Yang dikhawatirkan dokter berkaitan dengan kondisi retina, apakah memungkinkan atau tidak.

Akhirnya seminggu kemudian saya berkesempatan mendatangi dokter mata *sok sibuk.

“Ada keluhan apa bu?” tanya dokter mata.

Jadi ingat, ada yang posting difb soal pertanyaan dokter mata. Awalnya mau saya jawab “Tidak dok, saya tidak punya keluhan apapun. Saya orangnya mudah bersyukur kok. Setiap hal wajib kita syukuri”. Hihihi, tapi saya ga tega dan tidak bisa membayangkan adegan selanjutnya. Dokter, perawat dan ayahnya Fatih pasti akan terbengong-bengong, berfikir saya sudah menggila.

Saya kemudian memilih menjelaskan tujuan saya berkonsultasi ke dokter mata.

Dokter kemudian bertanya tentang ukuran minus mata saya. Saya sudah agak lupa, dan menjawab berdasarkan ingatan saya dan saya rendahkan sedikit ukuran minusnya *malu, kacamata sudah seperti tutup botol.

“Kalau tidak salah, kanan minus 5 dan kiri minus 3. Saya agak lupa” terang saya.

Dokter kemudian memeriksa kondisi mata saya. Pertama yang dilakukan adalah mengecek kebenaran pernyataan tentang ukuran minus saya. Ternyata meleset 1 minus. Yang kanan 6 dan kiri 4 hihihi.

Setelah mengetahui ukuran minus, dokter memeriksa kondisi retina mata saya dengan mengarahkan alat semacam senter ke arah mata untuk melihat kondisi mata.

Selama pemeriksaan, ada beberapa pertanyaan yang diajukan oleh dokter, kalau saya tidak salah ingat:
  • Berapa tekanan darah? Saya jawab, tidak pernah lebih dari 120 untuk batas atas
  • Berapa kenaikan berat badan selama kehamilan? Sampai saat ini, sekitar 10kg
  • Apakah kaki bengkak? Sampai pemeriksaan ini, belum ada pembengkakan
Setelah pemeriksaan mata selesai, saya kemudian meminta penjelesan dokter. Hasil dari pemeriksaan mata, masih memungkinkan untuk melahirkan secara normal. Kemungkinan terjadinya robekan pada retina kecil. Saya diminta untuk memeriksakan mata kembali, setelah 2 bulan melahirkan.

Dokter menjelaskan bahwa resiko untuk wanita bermata minus melahirkan secara normal cukup tinggi. Hal ini disebabkan pada mata minus kondisi lensa mata atau retina cembung sehingga kemungkinan robek menjadi besar. Hal ini berbeda dengan mata normal yang kondisinya melekat sempurna pada bola mata, sehingga kemungkinan robek kecil. Pada kasus saya, kemungkinan untuk melahirkan normal masih ada.

Alhamdulillah. Bila kemungkinan melahirkan normal ada, maka kemungkinan IMD juga besar. Habis mau gimana lagi, dokter SPOG sudah bilang sulit kalau mau IMD dengan kondisi SC. Semoga semua dimudahkan. Amin.

Blog Design by Handdriati