Sabtu, 24 Juni 2017

ADAKAH PERSAHABATAN PRIA DAN WANITA?

Sebagai orang yang hidup nomaden, saya memiliki teman yang bertebaran di pulau Jawa dan Makassar. Saya punya teman di Bandung, Kudus, Solo dan Makassar.

Memiliki banyak teman, sebenarnya menyenangkan. Hanya saya terkadang iri dengan beberapa teman yang punya teman sejak TK atau SD yang bertumbuh bersama hingga dewasa. Saya boro-boro, teman TK saja saya sudah lupa semua. Maklum, selepas TK saya pindah rumah 2x dan dilanjut pindah ke Makassar.

Beberapa teman SD di Bandung masih ingat dan masih berhubungan lewat medsos. Demikian juga dengan teman di Makassar.

Memang saya beberapa kali masih berkunjung ke Bandung, kebetulan Papa masih punya rumah di sana. Meski saya gak bermalam di rumah, lah rumahnya disewa orang. Saat di Makassar pun, saya sempat berkunjung sekali. Usai ujian skripsi, saya pulang ke Makassar. Waktu itu Papa kembali ditugaskan ke Makassar.

Mungkin karena kebiasaan keluarga kami mencari jejak masa lalu, maka saat saya berkunjung kembali saya pun mencari teman-teman masa kecil. Ajaibnya saya masih mengingat jalan menuju sekolah dan rumah teman-teman.

Dalam bersahabat atau berteman, saya tidak pernah pilih-pilih. Status sosial, agama maupun jenis kelamin. Yang terpenting bagi saya adalah kenyamanan dan ketulusan.

Makanya ketika Mbak Agustina dan Mbak Nunung menantang peserta arisan dengan tema sahabat, banyak hal berkelebat di kepala saya. Bagi saya yang nomaden dan sudah berpisah dengan orang tua sejak SMP, sahabat sangat berarti. Ya, merekalah tempat saya berbagi dan saling mendukung. Sisi mana yang akan saya ceritakan?

Sahabat Pria

“Tidak ada yang namanya persahabatan antara pria dan wanita” ujar suami saya di suatu obrolan.

Sebelumnya, saya tidak pernah terpikir dengan pernyataan itu. Pada kenyataannya, saya tipe orang yang bisa berteman dengan pria. Bahkan sebagai murid pindahan, saya termasuk cepat bergaul dengan teman pria.

Sejak SD saya punya teman pria. Ada yang tetangga di depan rumah, di samping rumah dan di ujung jalan. Dengan teman di samping rumah, beberapa kali kami bermain bersama dan bertengkar juga. Teman di depan rumah, kami bermain dan menonton film. Tetangga di ujung jalan, kami main badminton dan memasak bersama. Ada juga beberapa teman sekolah yang main ke rumah.

Saat kelas 1 SMP, saya juga punya beberapa teman pria yang sering berkumpul dan beraktifitas bersama. Nah, saat kelas 2 SMP sampai lulus SMA saya masih berteman dengan pria, hanya sedikit membatasi. Saya agak takut kalau ada teman pria yang main ke rumah. Soalnya, saya tinggal sama si Mbah..hihihi.

Ketika kuliah di Solo, barulah saya merasa bebas berteman dengan pria. Eits, bukan bebas yang pacaran ya. Bebas yang saya maksudkan, bebas saling berbagi, mendukung dan membantu. Saya punya sahabat pria yang 1 kelas. Kuliah bareng, main, makan bahkan saya kerap dijemput untuk menemaninya kuliah saat ia mengulang mata kuliah. Teman 1 organisasi juga banyak. Bahkan beberapa diantaranya, keluarganya saya kenal.

Keuntungan Bersahabat Dengan Pria

Memiliki sahabat atau teman pria menurut saya cukup menguntungkan. Ada saat sahabat wanita saya tidak bisa menemani. Entah itu ada acara atau beresiko mengajak teman wanita untuk menemani saya.

Saat skripsi, saya cukup beruntung memiliki sahabat pria yang belum lulus. Ada yang mengantarkan konsultasi ke rumah dosen. Malam-malam, mana hujan lagi. Atau saat harus keluar malam, saya minta tolong antar sahabat pria.

Terus, apa memang sahabatan pria dan wanita pasti murni atau diwarnai dengan rasa ketertarikan? Saya tak menampik kalau pernah ada rasa dengan sahabat atau teman pria. Demikian pun teman pria pernah ada yang punya rasa terhadap saya. Tapi hingga hari ini kami masih tetap berteman.

Memang untuk sekarang, persahabatan kami tak lagi seperti dulu. Luntang luntung bareng. Berbagi cerita dan kesulitan. Ada perasaan seseorang yang perlu kami jaga. Kami tetap bisa berkirim kabar. Mendukung jika memang dibutuhkan.

Ah, jadi kangen dengan mereka. Bagaimana dengan sahabat pria atau wanita kalian? Masih tetap sahabatan atau sahabat jadi istri atau suami?

Rabu, 14 Juni 2017

4 LANGKAH HEMAT LISTRIK


Rumah 'mewah'
Sejak awal tahun, time line fesbuk bersliweran status kenaikan tarif listrik. Sebenarnya sih, pencabutan subsidi daya listrik 900 watt. Sebagian besar bernada prihatin, mengeluh dan sebagian ada juga yang berstatus tetap bersyukur disertai doa untuk kelancaran rejeki. Tidak ada yang benar-benar bergembira. Ya iyalah, subsidi listrik dicabut, biaya listrik naik hingga 2x lipat.

Saya sendiri pemakai listrik bersubsidi 900 watt prabayar, jadi ya merasakan juga dampak pencabutan subsidi yang dilakukan bertahap. Sebelum kenaikan tarif listrik, setiap membeli pulsa 100 ribu, saya mendapatkan 155 kWh. Dua bulan kemudian tarif listrik naik, setiap membeli pulsa 100 ribu, saya hanya mendapat 115 kWh. Dua bulan berikutnya, hanya dapat 88 kWh. Terakhir, saya inisiatif beli pulsa 200 ribu, sebelum subsidinya dicabut lebih banyak lagi..hihihi.

Kalau bagi saya pribadi, ada hikmah dibalik pencabutan subsidi listrik. Saya yang biasanya kurang perhatian dengan pemakaian listrik bulanan, mulai cermat menggunakan listrik. Setiap berangkat kerja saya melirik meteran listrik. Saat pulang kerja saya juga sering melirik meteran. Kalau angka di meteran berkurang banyak saya jadi curiga. Jangan-jangan ada colokan yang lupa dicabut atau kran air yang lupa ditutup.

Hasil dari melirik itu, saya jadi tahu pemakaian listrik setiap bulannya, yaitu sekitar 100 kWh. Artinya tagihan listrik saya kalau subsidi dicabut masih dibawah 200 ribu. Sebenarnya ini cukup hemat dibanding beberapa teman yang peralatan elektroniknya hampir sama dengan yang ada di rumah saya, jumlah pemakaian listriknya hampir 400 ribu.

Peralatan elektronik apa saja sih yang ada di rumah saya? Sebenarnya standar dengan rumah lainnya. Lampu, televisi, kipas angin, setrika, kulkas, mesin cuci, sanyo, penghisap asap di dapur dan AC.

Hanya saja saya punya 4 langkah hemat listrik ala saya. Saya konsep dari awal membangun rumah hingga sekarang.



Pohon Talok di depan halaman rumah

LOKASI DAN DESAIN RUMAH

Langkah pertama mulai dari lokasi dan desain rumah. Lokasi dan desain rumah untuk hemat listrik? Iya lah, dengan lokasi dan desain yang tepat, kita bisa menghemat pemakaian listrik.

Dari awal membangun rumah, saya minta desain rumah yang banyak bukaan untuk ventilasi dan pencahayaan yang masuk. Teman kantor saya sampai berdecak lihat rumah saya. Bukan berdecak kagum sih, berdecak lihat jendela dan kaca di bagian belakang rumah, “kamu gak takut banyak jendela dan kaca begitu? Gak dikasih gorden? Ntar bisa melihat keluar. Kalau ada hantu di luar jendela gimana?” berondongnya.

Lokasi rumah saya juga masih banyak lahan yang kosong dan pepohonan di lingkungan sekitar. Sekitar 50 meter ada taman kota dengan pohon-pohon yang cukup besar. Jadilah rumah masih terasa adem.

Dengan lokasi dan desain seperti itu, saya bisa mengurangi pemakaian lampu dan AC. Lampu dinyalakan saat malam atau mendung yang pekat. AC saya pakai hanya saat tidur.

Abaikan barang-barang di belakang rumah

MEMILIH PERALATAN ELEKTRONIK

Pilihlah peralatan elektronik sesuai kebutuhan dan dengan daya yang kecil. Lampu saya pilih dengan watt yang kecil namun cukup terang. Untuk AC dan mesin cuci saya pilih yang wattnya kecil sehingga lebih hemat dan pas dengan daya listrik rumah. Sedangkan kulkas, saya pilih yang satu pintu dan berukuran kecil. Yah, dengan jumlah anggota yang cuma 4 orang, saya belum butuh kulkas yang besar. Apalagi saya jarang masak..hihihi.

Saya juga tidak menggunakan dispenser, karena jarang membutuhkan air panas. Air panas, biasanya digunakan pagi hari untuk campuran air mandi duo F, masak mau diambil dari dispenser. Memasak nasi juga tidak menggunakan rice cooker. Suami saya tidak suka nasi yang dipanaskan terus menerus. Jadilah saya ngetim nasi, yang akan saya panaskan setelah lewat 12 jam.

Kulkas 1 pintu lebih irit listrik

CABUT COLOKAN DAN MATIKAN PERALATAN ELEKTRONIK SAAT TIDAK DIGUNAKAN

Membiarkan lampu di teras rumah menyala padahal hari mulai terang. Tidak mematikan kran air saat tidak digunakan atau bak penampungan sudah penuh. Atau membiarkan tivi menyala padahal tidak ditonton adalah beberapa hal yang sering saya jumpai. Bagi saya itu pemborosan.

Rutinitas di rumah saya, antara jam 07.30 hingga jam 08.30 satu persatu mulai meninggalkan rumah. Pukul 16.00 satu persatu mulai memasuki rumah. Itulah salah satu hal yang menghemat penggunaan listrik. Untuk lebih menghemat pemakaian listrik, saya selalu memastikan bahwa semua lampu sudah dimatikan, colokan listrik sudah dicabut dan tak ada krain air yang masih terbuka.

Konon katanya, aliran listrik tetap akan mengalir, jika colokan peralatan elektronik tidak dicabut. Alat penghisap asap dan AC di rumah saya buat dengan colokan. Jadi sebelum menyalakan alat penghisap asap dan AC, saya terlebih dahulu harus memasukkan colokan. Usai penggunaan, colokan saya cabut. 

O, ya ada tips lagi dalam menyalakan AC. Saat menyalakan AC, jangan langsung ke temperatur rendah. Nyalakan dengan temperatur 30 atau 28. Setelah 15 menit hingga 30 menit baru turunkan suhu dengan bertahap. Pernah baca, kalau langsung dengan temperatur rendah akan menyedot listrik banyak.

Colokan AC di kamar


BATASI PENGGUNAAN LISTRIK

Mau menghemat listrik tanpa membatasi penggunaan listrik, non sense lah. Kecuali kalau menggunakan alat untuk memperlambat laju meteran listrik. Eh, sebenarnya itu alat sah apa gak sih? Diperbolehkan oleh PLN atau aturan? *serius nanya.

Saya sendiri menerapkan aturan, AC boleh dipakai saat tidur, terutama malam hari. Kalau siang hari di dalam kamar, ya cukup menyalakan kipas angin. Mesin cuci juga saya gunakan 2 hari sekali. Dengan jumlah anggota keluarga 4 orang, saya rasa tidak harus mencuci baju setiap hari.

Menyetrika baju juga hanya seminggu sekali. Sesuai dengan jadwal kedatangan ART di hari minggu hihihi. Saya juga menghindari menyetrika baju saat mau dipakai. Jadi baju yang saya gunakan, hanya yang sudah disetrika. Menyetrika baju hanya satu, membuat boros listrik.

Sebenarnya yang terpenting dari itu semua adalah mindset untuk menghemat penggunaan listrik. Kalau dari dalam sudah tertanam, maka kalau melihat listrik dihamburkan rasanya gemes. Perilaku pun otomotis akan terbiasa untuk menghemat listrik di setiap tempat. Contoh, saat di kantor atau pusat perbelanjaan melihat kran air mengalir saya langsung tergerak untuk menutup kran.

Bagi saya menghemat listrik, artinya membuka kesempatan untuk bersenang-senang dan menyenangkan orang lain. Lumayan kan, kalau setiap bulan hemat 200 ribu, dikalikan setahun sudah dapat 2,4 juta. 

Uang segitu, bisa buat belanja baju lebaran di Zalora. Ya, saya memang lagi suka belanja online. Gak perlu capek dan kepanasan. Tentunya saya cari yang pas dengan style dan ukuran tubuh. Tidak lupa yang diskonan hihihi. Sisanya kan bisa buat menyenangkan ibu saya.  Jadi hemat listrik bisa menyenangkan semua orang kan?

 

Blog Design by Handdriati