Tampilkan postingan dengan label homeschooling. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label homeschooling. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 22 Agustus 2015

Tertampar di Seminar Nasional Psikologi : Bagian 1

Seminar Nasional Psikologi UMK

Hampir 2 minggu gak buat postingan di blog. Rasanya sudah kangen, tapi apalah daya banyak kerjaan kantor yang harus diselesaikan #cari alasan.

Kantor tempat saya bekerja punya gawe Seminar Nasional yang tiap tahun rutin diadakan. Tahun ini temanya Psikologi Pendidikan. Pengennya sih mengundang pembicara dari Jakarte, tapi kok honornya guide-guede belum ditambah transport dan akomodasi. Jadilah saya mengusulkan, “gimana kalau yang dekat-dekat saja dan tak kalah hebatnya dengan yang ada di pusat?”.

Saya mengusulkan Ibu Septi Peni Wulandani, pelaku homeschooling, pendiri Institut Ibu Profesional, penemu Jaritmatika dan masih banyak seabreg prestasi lainnya. Mungkin untuk kalangan Kudus dan sekitarnya, Ibu Peni belum setenar selebritis. Tapi bagi saya, dia adalah bintang, bintang di kehidupan rumah tangga saya #halah. Dia memberi secercah sinar yang menjadi penerangan untuk peran saya sebagai isteri dan ibu.

Singkat cerita, akhirnya teman-teman sepakat mengundang Ibu Septi sebagai salah satu pembicara dan saya senang akhirnya keinginan saya mendengarkan kisah dan menyerap ilmu beliau secara langsung tercapai. Kamis, 20 Agustus 2015 kemarin, event ini berjalan lancar, meski peserta kebanyakan dari mahasiswa Psikologi. Sebenarnya sih saya target saya, ibu-ibu rumah tangga, entah itu yang murni ibu rumah tangga atau nyambi bekerja di luar. Rugilah kalau gak datang ke seminar ini :P

Berhubung saya blogger baik hati #memuji diri sendiri, saya bagi deh ilmu dari Ibu Septi. Tema Seminar Nasional Ibu Septi adalah Membangun Peradaban dari Rumah. Ibu Septi bercerita tentang pengalaman hidupnya. Mulai semenjak sebelum bertemu suami hingga memiliki amanah 2 orang putri dan 1 orang putra.

"Orang yang Tidak Punya Mimpi, Maka Ia akan Menyukseskan Mimpi Orang Lain"
Septi Peni Wulandani

Dulunya Ibu Septi, adalah seorang perempuan kebanyakan. Setelah lulus SMA, beliau ingin melanjutkan kuliah di psikologi, hanya ibunya kurang setuju. Maklumlah dulu psikologi populernya mengurus orang gila. Keinginan sang Ibu, ibu Septi kuliah kemudian bekerja sebagai PNS.

Saat impian sang Ibu terwujud, suaminya Ibu Septi malah menyatakan, “Aku ingin anak-anakku dididik oleh Ibunya, bukan orang lain”. Ibu Septi kemudian memutuskan untuk menjadi Ibu Rumah Tangga, meski ibunya sempat menangis dengan keputusannya.

Perjalanan waktu, Ibu Septi memutuskan untuk menjadi IBU PROFESIONAL. Rumah adalah kantor dan laboratoriumnya. Beliau pun menetapkan jam kerjanya 07.00 WIB hingga 14.00 WIB dan membuat kartu nama dengan jabatannya sebagai Ibu Profesional. Penampilan di dalam rumah pun tak lagi daster atau pakaian seadanya. Pola berpikir kemudian dirubah, di RUMAH harus tampil CANTIK demikian pun di luar. Ucapan itu adalah tamparan pertama buat saya.

Tak cukup itu, Ibu Peni pun berburu ilmu. Beliau mendatangi kampus UI tepatnya Fakultas Psikologi, mencari jadwal kuliah umum yang terbuka dan gratis. Di akhir kuliah umum, saat semua mahasiswa keluar ruangan beliau mendatangi dosen dan berkata,” Saya Septi Peni Wulandani seorang Ibu Profesional, tertarik mendalami psikologi”. Itulah langkah awal Ibu Septi yang memiliki tujuan hidup mencapai gelar tertinggi Almarhumah. Tujuan yang sering kita lupakan #toyor diri sendiri.

Lantas bagaimanakah pola pendidikan dan pengasuhan Ibu Peni Septi Wulandani yang mensejahterakan anak-anaknya?. Cerita selanjutnya, saya posting di lain waktu ya..:D

Senin, 08 September 2014

DAFTAR KEGIATAN FATIH BELAJAR DI RUMAH 1

Kemarin saya menceritakan tentang pencarian jalur pendidikan untuk Fatih, kemudian terfikirkan oleh saya untuk memposting jadwal kegiatan yang sudah dibuat sebulan yang lalu.

Jadwal ini saya buat berdasarkan beberapa sumber yaitu di rumah ispirasi milikinya Mas Aar dan mbak Lala dan kuesioner pra skrining perkembangan (KPSP) di klinik tumbuh kembang.

Saya buat mungkin agak detil sesuai dengan sifat saya yang katanya teman-teman bak serse, kepo dan terlalu mendetail hihihi. Semoga daftar kegiatan ini bisa terlaksana dan sesuai dengan tahapan perkembangan usia Fatih.




No
NAMA KEGIATAN
1
Menyebut nama ALLAH

2
Shalat dzuhur, ashar, magrib dan isya berjamaah

3
Mengucapkan bismillah dan alhamdulillah

4
Wudhu sebelum shalat

5
Mendengarkan dan menirukan bunyi surat Al- Fatihah dan Al-Ikhlas

6
Mendengarkan dan menirukan huruf hijaiyah

7
Mengucapkan salam ketika memasuki dan meninggalkan rumah

8
Memeluk dan membelai untuk menunjukkan rasa sayang

9
Memberi makan Boni dan Ikan

10
Menyiram dan merawat tanaman

11
Membantu dan menolong keluarga atau teman

12
Mengucapkan terima kasih, meminta ijin dan meminta pertolongan

13
Merespon sapaan dengan ramah

14
Bersosialisasi seminggu 2-3 kali dengan teman atau saudara

15
Mengajak berkenalan dan menghafal nama teman atau saudara

16
Menyapa teman atau saudara

17
Diberi pilihan dan dipersilahkan untuk memilih

18
Diberi tahu barang miliknya dan milik orang lain

19
Diberi kebebasan untuk mempertahankan barang miliknya dengan cara yang baik

20
Belajar membersihkan diri, misal cuci tangan, membasuh setelah BAK dan BAB

21
Belajar makan dan minum sendiri

22
Belajar untuk bergabung dengan keluarga tanpa orang tua

23
Belajar mengekspresikan marah dengan wajar

24
Belajar merapikan dan menyimpan mainan

25
Belajar bersabar

26
Mendengarkan cerita dan dongeng (misal dari buku atau laptop)

27
Mendengarkan dan menyanyikan lagu-lagu

28
Belajar melaksanakan perintah

29
Mengucapkan kalimat 2-3 kata

30
Menjawab pertanyaan : apa, siapa dan di mana

31
Menggunakan kata ganti aku

32
Menyebutkan nama lengkap

33
Bercerita pengalaman dari kegiatan yang dilakukan

34
Menggambar cerita dengan berbagai alat gambar (dibantu dengan menuliskan cerita tentang gambar)

35
Belajar membedakan warna (merah, kuning, biru) dengan bermain cat air atau permainan lain

36
Bermain lego, puzzle dan balok kayu

37
Mendengarkan dan mengikuti bunyi huruf latin

38
Berhitung dari 1-10 dengan benar, dan membedakan bilangan 1 dan 2

39
Belajar melompat turun dari ketinggian 10-20 cm, melompat ke depan dengan dua kaki

40
Memanjat, merayap, merangkak dan masuk ke dalam kolong meja dan kursi.

41
Bermain bola sambil belajar menggulirkan, melempar, menangkap dan menendang bola serta memasukkan bola dalam keranjang.


42
Membantu pekerjaan rumah dan memasak, sambil belajar mengaduk cairan, menuang air dan biji-bijian dan meraup pasir dan biji-bijian

43
Merobek dan meremas kertas

43
Melipat dan menggunting kertas

44
Bermain playdough

45
Bermain meronce

46
Naik turun tangga dengan pegangan

47
Mandi dan menggosok gigi saat mandi dan ketika mau tidur

48
Menggunakan benda sebagai alat musik

49
Menari dan senam sederhana

50
Belajar mengenal jenis kelamin

Jumat, 05 September 2014

BELAJAR DI RUMAH

Semenjak usia Fatih 1,5 tahun, saya sudah mulai tertarik dengan homeschooling. Hampir serupa dengan cara mencari ilmu tentang menyusui, MPASI dan kesehatan anak, demikian pun tentang pendidikan, saya memanfaatkan media sosial fesbuk untuk menimba ilmu.

Awal mula, saya bergabung  di group Indonesia Homeschoolers, kemudian mengikuti blog rumah inspirasi punyanya mas Aar dan mbak Lala, setelah itu mengetahui adanya Komunitas Charlotte Manson Indonesia dan terakhir Komunitas Homeschooling Keluarga Muslim. Meskipun saya member pasif, tapi hanya dengan menyimak diskusi dalam komunitas, banyak ilmu yang didapat.

Bermain peran memasak

Satu hal yang mendasari mengapa saya tertarik dengan homeschooling, karena tanggungjawab pendidikan itu ada di tangan orang tua. Sekalipun kita memutuskan untuk memasukkan anak di sebuah sekolah, apapun yang terjadi pada anak kemudian adalah tanggungjawab kita. Seandainya ada permasalahan di sekolah, entah itu berkaitan dengan guru, pembelajaran ataupun sesama pelajar, kita tetap tidak bisa menyalahkan pihak sekolah sepenuhnya, karena kitalah yang memutuskan anak untuk belajar di sana.

Sampai saat ini, saya masih belum memutuskan apakah kelak akan teguh menjalani homeschooling ataukah kelak ketika TK atau SD akan memasukkan anak untuk belajar di sekolah formil. Beberapa teman yang sudah mengetahui ketertarikan saya akan homeschooling bertanya keseriusan saya. Jawaban saya sementara, untuk saat ini Fatih memang menjalani homeschooling dan di usianya 2 tahun saya belum tertarik untuk memasukkan di TPA atau Kelompok Bermain.

Aktifitas coret-coret

Apa yang membuat saya masih belum yakin sanggup menjalani homeschooling?

Saya adalah ibu rumah tangga yang bekerja dari pukul 8,00 hingga 15.00 WIB. Praktis keseharian saya berada di kantor dan hanya memiliki waktu di pagi dan sore hari bersama Fatih. Selama saya bekerja, Fatih dipantau dan dimomong oleh kedua eyangnya. Tapi tentu saja, tidak etis kalau saya membebani eyangnya dengan tanggungjawab yang besar untuk mendidik Fatih. 

Setiap pulang bekerja, saya pasti menanyakan aktifitas Fatih seharian, juga berusaha untuk menjelaskan tugas perkembangan Fatih dan meminta eyangnya untuk menstimulasi dan mendampinginya. Namun tentu saja, saya harus berbesar hati jika semua tidak bisa terlaksana dengan ideal, karena tugas itu seharusnya adalah tanggungjawab saya.

Kondisi saya yang masih menumpang di rumah orang tua membuat saya juga tidak bisa menetapkan aturan seenaknya. Terutama mengenai tontonan televisi. Saya memilih, kalau bisa tidak ada televisi di rumah, terutama sinetron atau tontonan yang tidak mendidik, namun televisi merupakan sebuah hiburan terutama untuk eyang yang aktifitas di luar rumah banyak berkurang. Rasanya kurang adil kalau eyangnya hanya boleh nonton upin ipin saja hihihi.

Selama ini yang sudah saya lakukan adalah berdiskusi dengan ayahnya Fatih soal homeschooling. Sejauh ini, ayahnya menyerahkan semua kepada saya sebagai ibunya.  Sebenarnya saya ingin ayah juga mencari tahu tentang homeschooling, kalau perlu membuat juga daftar kegiatan dan evaluasi kegiatan yang dilakukan Fatih per semester. Tapi saya sudah cukup senang lah, ketika diingatkan soal sikap yang harus diambil dalam menghadapi Fatih, selama itu mendasar, pasti ayah bersedi melakukannya. Ayah bahkan sudah berfikir untuk memasukkan sekolah formil di tingkat sekolah dasar, artinya TK di rumah saja.

Mengunjungi kereta di Pabrik Gula

Tinggal proses dan waktu yang akan menjawabnya, semoga setelah rumah kami bisa ditempati dan adik Fatih lahir, kami sudah memutuskan jalur pendidikan apa yang kami ambil. Bukankah apapun bentuk pendidikannya, kami tetap bertanggungjawab? 

Blog Design by Handdriati