Jumat, 05 September 2014

BELAJAR DI RUMAH

Semenjak usia Fatih 1,5 tahun, saya sudah mulai tertarik dengan homeschooling. Hampir serupa dengan cara mencari ilmu tentang menyusui, MPASI dan kesehatan anak, demikian pun tentang pendidikan, saya memanfaatkan media sosial fesbuk untuk menimba ilmu.

Awal mula, saya bergabung  di group Indonesia Homeschoolers, kemudian mengikuti blog rumah inspirasi punyanya mas Aar dan mbak Lala, setelah itu mengetahui adanya Komunitas Charlotte Manson Indonesia dan terakhir Komunitas Homeschooling Keluarga Muslim. Meskipun saya member pasif, tapi hanya dengan menyimak diskusi dalam komunitas, banyak ilmu yang didapat.

Bermain peran memasak

Satu hal yang mendasari mengapa saya tertarik dengan homeschooling, karena tanggungjawab pendidikan itu ada di tangan orang tua. Sekalipun kita memutuskan untuk memasukkan anak di sebuah sekolah, apapun yang terjadi pada anak kemudian adalah tanggungjawab kita. Seandainya ada permasalahan di sekolah, entah itu berkaitan dengan guru, pembelajaran ataupun sesama pelajar, kita tetap tidak bisa menyalahkan pihak sekolah sepenuhnya, karena kitalah yang memutuskan anak untuk belajar di sana.

Sampai saat ini, saya masih belum memutuskan apakah kelak akan teguh menjalani homeschooling ataukah kelak ketika TK atau SD akan memasukkan anak untuk belajar di sekolah formil. Beberapa teman yang sudah mengetahui ketertarikan saya akan homeschooling bertanya keseriusan saya. Jawaban saya sementara, untuk saat ini Fatih memang menjalani homeschooling dan di usianya 2 tahun saya belum tertarik untuk memasukkan di TPA atau Kelompok Bermain.

Aktifitas coret-coret

Apa yang membuat saya masih belum yakin sanggup menjalani homeschooling?

Saya adalah ibu rumah tangga yang bekerja dari pukul 8,00 hingga 15.00 WIB. Praktis keseharian saya berada di kantor dan hanya memiliki waktu di pagi dan sore hari bersama Fatih. Selama saya bekerja, Fatih dipantau dan dimomong oleh kedua eyangnya. Tapi tentu saja, tidak etis kalau saya membebani eyangnya dengan tanggungjawab yang besar untuk mendidik Fatih. 

Setiap pulang bekerja, saya pasti menanyakan aktifitas Fatih seharian, juga berusaha untuk menjelaskan tugas perkembangan Fatih dan meminta eyangnya untuk menstimulasi dan mendampinginya. Namun tentu saja, saya harus berbesar hati jika semua tidak bisa terlaksana dengan ideal, karena tugas itu seharusnya adalah tanggungjawab saya.

Kondisi saya yang masih menumpang di rumah orang tua membuat saya juga tidak bisa menetapkan aturan seenaknya. Terutama mengenai tontonan televisi. Saya memilih, kalau bisa tidak ada televisi di rumah, terutama sinetron atau tontonan yang tidak mendidik, namun televisi merupakan sebuah hiburan terutama untuk eyang yang aktifitas di luar rumah banyak berkurang. Rasanya kurang adil kalau eyangnya hanya boleh nonton upin ipin saja hihihi.

Selama ini yang sudah saya lakukan adalah berdiskusi dengan ayahnya Fatih soal homeschooling. Sejauh ini, ayahnya menyerahkan semua kepada saya sebagai ibunya.  Sebenarnya saya ingin ayah juga mencari tahu tentang homeschooling, kalau perlu membuat juga daftar kegiatan dan evaluasi kegiatan yang dilakukan Fatih per semester. Tapi saya sudah cukup senang lah, ketika diingatkan soal sikap yang harus diambil dalam menghadapi Fatih, selama itu mendasar, pasti ayah bersedi melakukannya. Ayah bahkan sudah berfikir untuk memasukkan sekolah formil di tingkat sekolah dasar, artinya TK di rumah saja.

Mengunjungi kereta di Pabrik Gula

Tinggal proses dan waktu yang akan menjawabnya, semoga setelah rumah kami bisa ditempati dan adik Fatih lahir, kami sudah memutuskan jalur pendidikan apa yang kami ambil. Bukankah apapun bentuk pendidikannya, kami tetap bertanggungjawab? 

12 komentar:

  1. Fatih juga suka upin-ipin ya, hati2 ntar logatnya jadi kemalaysia-malaysiaan hehe. Kalo aku ayahnya malah yg lebih besar keinginan utk homeschooling, mungkin karena pengalaman pribadi ayahnya yang ngga suka sekolah ya hahaha. Tapi karena Thifa kayaknya lagi pengen sekolah yo wis, eh asal mulanya karena tergoda sekolah gratis ding hihihi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sampai saat ini yang ditiru Fatih, kum tuk atuk *Assalamu'alaikum Tuk Datuk dan penjelasan dokter Ravi, dokter gigi kesukaan Fatih, bulat2, tutup, siap..hihihi..

      Hapus
  2. enak juga bisa belajar di rumah ya mbak...kalau homeschooling gt bagaimana dengan ijazahnya? dan sosialisasi dengan anak-anak yang lain gmn>?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ijasah bisa kejar paket mbak. Untuk sosialisasi, homeschooling tidak sama dengan home alone..hahaha..Ntar deh kapan2 saya buat postingan lain soal HS

      Hapus
  3. saya juga pernah berpikir utk menghome schooling kan anak-anak Mak. tapi mikirnya apa, SMP aja ya..mash ragu-ragu

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Mak, saya pengen banget, cuma ini keluar dari mainstraim keluarga kami..deuh dukungan cuma dari suami..

      Hapus
  4. sukses dengan homeschoolingnya mak...tidak mudah memang ya, tapi pasti bisaaa...semangaaat :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih Mak, sepertinya saya harus banyak belajar dari senior...hihihi..

      Hapus
  5. Masih banyak waktu untuk memantapkan diri... Lebih baik memulai HS sejak dini, jangan spt keluarga kami, memulai ketika anak2 sudah sempat merasakan "indahnya" bersekolah... Juauuuh lebih berat... karena anak2 tidak terbiasa kreatif dan mandiri... selalu menunggu instruksi... hehehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Mbak. Saya yang kuliah formal sampai S2 merasa kurang kreatif dan mandiri. Boleh donk ntar berbagi pengalaman :)

      Hapus
  6. Selalu banyak Pilihan ya mak. HS juga pilihan untuk edukasi anak2

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Mak, pilihan yang tidak mudah, masalahnya saya belum menemukan komunitas di daerah saya.

      Hapus

Terima kasih sudah mengunjungi blog ini. Saya senang menerima komentar yang baik dan membangun. Harap tidak meninggalkan link hidup.

Blog Design by Handdriati