Senin, 22 Desember 2014

IBUMU, IBUKU JUGA TEMAN

Hidup jauh dari orang tua, saya alami mulai kelas 2 SMP. Papa dan Ibu tinggal di Makassar, sementara saya sekolah di Kudus dan tinggal bersama Kakek dan Nenek hingga lulus SMA. Jaman dulu mana ada hape, adanya telepon rumah atau wartel yang biaya telponnya masih selangit. Saya cukup sering bercakap-cakap dengan Papa, tapi dengan Ibu jarang sekali. Kok bisa? Ya bisa, karena Papa telponnya dari kantor sedang Ibu dari rumah..hihihi.

Seiring dengan waktu, akhirnya saya mulai terbiasa dengan hubungan jarak jauh dengan anggota keluarga. Jadi kalau ABG sekarang banyak yang mengalami Long Distance Relationship (LDR), saya sudah mengalaminya di jaman yang cukup jadul. Bagi saya, kami tuh hanya terpisahkan oleh jarak, kalau mau berkomunikasi kan bisa lewat telepon.

“Kok lemes? Homesick ya?” tanya mbak kos, di awal saya kuliah.

“Eh, gak kok Mbak. Emang lagi capek dan agak kurang enak badan saja” jawab saja.

Jujur, saya dulu jarang homesick. Ya karena sudah terbiasa terpisah dengan orang tua. Paling kalau kangen ya tinggal telpon. Apalagi pas saya sudah kuliah, orang tua saya sudah pindah ke Denpasar, semakin dekat kan. Saya bisa setiap tahun pulang, kalau mau..hihihi. Emang saya yang jarang pulang, tiap liburan pasti ada kegiatan, sampai diprotes Papa dan Ibu.

Biar saya jarang homesick dan terlihat santai. Tapi kalau sakit ya tetap senang dan butuh didampingi terutama oleh Ibu. Tapi ga mungkin kan. Bahkan saat saya operasi tumor payudara dulu, Ibu tidak saya minta mendampingi. Saya berpikir adik terkecil pasti tidak mau berpisah dari Ibu. Saya juga minta agar saudara-saudara tidak perlu datang ke Solo, cukup lah saya didampingi teman-teman.

Terlihat tegar ya saya. Terus sosok Ibu, selama saya kos dapat darimana? Beruntungnya, saya punya teman dekat yang domisilinya di Solo. Ada dua teman dekat saya. Satu orang tinggal di daerah belakang keraton Solo, yang satunya cukup dekat dari Solo, di daerah Klaten.

Hubungannya dengan mereka apa? Saking dekatnya sama mereka, saya dekat juga dengan ibu-ibu mereka. Gayatri, nama teman saya yang rumahnya di belakang keraton Solo. Saya dan Gayatri sering kemana-mana berdua. Kalau saya bosan atau di kos lagi sepi, saya main bahkan menginap di rumahnya. Pas sakit, saya juga memilih untuk beristirahat di rumahnya. Ibunya pun welcome, bahkan mengantarkan makanan dan minuman ke kamar atas untuk saya. Saat saya mau balik ke kos, sempat dilarang, tapi masak saya mau nginap di sana terus, malu ah ngerepotin.

Teman saya yang di Klaten namanya Ardiani. Saya beberapa kali main ke rumahnya, bahkan pernah sekali nginap di rumahnya saat mau membantu KKN almarhum suaminya. Sambutan mereka juga baik. Saya biasa cerita dengan ibunya, bahkan sering menggosipin teman-teman saya.

Bagi saya Ibu mereka menjadi Ibu saya juga. Selamat Hari Ibu.

8 komentar:

  1. Selamat hari ibu juga yaa.. :D Betul sekali, perempuan perempuan disekitarmu adalah ibumu :D

    BalasHapus
  2. betul ya mak... ibunya teman2 kita adalah ibu kita juga.

    BalasHapus
  3. Kasih sayang dan keakraban bisa datang dari siapa saja ya...mungkin itu hiburan dari Allah karna emak jauh dari ortu yaa..:)

    BalasHapus
  4. jadi inget dulu waktu masih kuliah, kalo pengen telpon tapi lagi gak punya uang, selalu ke warnet minta yang telpon adalah bapak/ibu, jadi gratis...apa ya namanya? #lupa
    Selamat hari Ibu ya Mbak :)

    BalasHapus
  5. Iya dekat dengan teman juga ibunya itu bisa membuat rasa kangen kita (kalau lagi jauh dengan keluarga) jadi terobati :)

    BalasHapus

Terima kasih sudah mengunjungi blog ini. Saya senang menerima komentar yang baik dan membangun. Harap tidak meninggalkan link hidup.

Blog Design by Handdriati