Sabtu, 01 Maret 2014

AYAH, ROKOK DAN KELUARGA


Tulisan ini muncul dari pengalaman naik angkot bersama Fatih kemarin sore. Jum’at sore, saya memang menjanjikan mengajak jalan-jalan setelah mandi sore sambil menunggu ayah pulang kantor. Ternyata ayah ada pekerjaan mendadak, sehingga perkiraan sampai rumah paling cepat pukul 16.30 WIB.

Nekat dan sudah terlanjur janji dengan Fatih, akhirnya saya berinisiatif mengajak Fatih naik angkot ke kota, dekat kantor ayah, kemudian di jemput motor oleh ayah.

Di tengah perjalanan, naiklah seorang bapak dengan rokok di tangan. Duh, ini yang bikin saya sebal, merokok di ruang publik dan mengambil hak orang lain yang ingin menghirup udara bersih. Di dalam angkot, selain saya dan Fatih, ada seorng pria, ibu dan anak perempuan usia belasan tahun.

(gambar search di google)

Melihat rokok di tangan si bapak, saya melototi aja tu rokok. Saya juga memeluk Fatih lebih erat sambil sesekali menutup hidung Fatih, sebagai upaya agar asap dan bau rokok tidak tercium dan masuk ke pernafasan.

Saat itu saya memang tidak menegur si bapak, selain karena jarak perjalanan juga singkat, berharap si bapak paham dengan bahasa tubuh yang saya tampilkan. Awalnya memang tak mengepulkan asap, tapi  setelah mendapat tempat duduk di pinggir si bapak berani mengepulkan asap. Mbok yo asapnya gak sah dibagi-bagi, TELAN saja sendiri.

Saya masih tidak bisa memahami perilaku merokok yang dilakukan para ayah. Okelah, kalau mereka sudah tidak perduli lagi dengan kondisi kesehatan mereka sendiri, tapi jangan keluarga yang dibawa donk.

Di rumah makan, di dalam transportasi publik dan di rumah mereka sendiri, saya masih sering menjumpai seorang ayah merokok di dekat istri dan anak-anaknya. Padahal bahaya asap rokok lebih besar pada perokok pasif.

Seyogyanya seorang suami dan ayah berperan sebagai pelindung bagi keluarga ayahnya. Bagaimana dengan ayah yang merokok dekat anaknya? Sudah tidak melindungi namun justru membahayakan kesehatan keluarga. 

Dulunya suami saya juga perokok, sebelum nikah sudah saya ‘tanting’ terlebih dahulu, menikah dengan saya berarti berpisah dengan rokok. Saya juga menyampaikan efek negatifnya rokok, tidak hanya untuk dia sendiri, tapi juga untuk saya sebagai istrinya dan calon anak-anak kami.

Alhamdulillah si Ayah paham, bahkan dia berani menegur seorang bapak ketika saya tengah hamil dan terpapar oleh asap rokok yang dikebulkannya.

Saya memang tidak tahu bagaimana rasanya ketagihan rokok, tapi sebagai manusia dewasa, marilah ayah untuk lebih memilih kebaikan untuk kesehatan keluarga daripada memperturutkan ego merokok. 

5 komentar:

  1. assalaamu'alaikum mak Rizka :)
    saya juga sangat ga suka kalo ada orang merokok di depan saya / anak kecil / wanita hamil, GA SOPAN dan GA TAU DIRI.. apalagi saya terbilang yg ga kuat lama2 ngisep asep rokok, bisa sesak..
    sedih ya mak, masih banyak orang yg seolah ga ngeh sama bahaya rokok, atau pura2 ga ngeh ya :(

    BalasHapus
  2. Alhamdulillah Ayah saya bukan perokok, Mak. rumah selalu bebas asap rokok. Saya paling anti sama prokok di tempat umum yang seringnya gak tau diri. Bingung juga dengan cara berpikir mereka, padahal di iklan2 rokok jelas dikasih tahu "MEROKOK DAPAT MEMBUNUHMU", tapi tetep aja, coba aja ada mie instan yang dikasi warning begitu di iklannya, yakin gak akan ada yg mau beli. hehe

    BalasHapus
  3. setuju mbak.. semoga para ayah tersadar ya akan bahayanya merokok ini, terutama bahaya untuk keluarganya...

    BalasHapus
  4. alhamdulillah suami saya nggak ngerokok,alhamdulillah...
    salam kenal mak^^

    BalasHapus
  5. Alhamdulillah, ayah dan suamiku bukan perokok :D

    BalasHapus

Terima kasih sudah mengunjungi blog ini. Saya senang menerima komentar yang baik dan membangun. Harap tidak meninggalkan link hidup.

Blog Design by Handdriati