Rabu, 04 November 2015

Tertampar di Seminar Psikologi : Bagian II

Tema Presentasi
Janji adalah utang. Utang dibawa mati. Jadi daripada saya ditagih sampai mati, saya bayar lunas deh sambungan Tertampar di SeminarPsikologi : Bagian I..hihihi..

Kemarin sampai mana ya? *langsung buka postingan. Jadi setelah menceritakan langkah awal Ibu Septi menjadi Ibu Profesional, Ibu Septi membuka Seminar dengan sebuah kabar baik.

Tahun 2020 GNP Indonesia diprediksikan 10.000 USD dan Tahun 2050, Indonesia diprediksikan akan menjadi negara maju lapis kedua. Karena itulah diperlukan akselerasi eunterpreuner dari 0, 2 menjadi 2% penduduk dan diperlukan 4 juta pemimpin bisnis 20-40 tahun ke depan.


Berangkat dari kabar itu, akan dimanakah posisi anak kita? Jadi leader atau follower? Padahal sesuai firman QS 2 : 30  “Dan ingatlah (wahai Muhammad) ketika TUHANmu berfirman kepada malaikat : Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi ini”. Artinya setiap dari kita adalah pemimpin.

Nah, untuk menjadi pemimpin, kemandirian mutlak diperlukan. Sebagai umat muslim, kemandirian Nabi Muhammad yang menjadi teladan. Mari disimak kemandirian Nabi Muhammad.

Tabel Kemandirian
Wow, di usia 12 tahun Nabi Muhammad sudah mulai magang. Kita masih memakai baju putih biru. Kalau di sini menjadi manajer paling cepat umur 30an, eh Nabi sudah menjadi manajer di usia 17 tahun. Kita mah masih galau aja. Di usia 25 tahun kita baru belajar mencari duit, eh Nabi mah sudah jadi owner aja.

Salah satu kemandirian yang diterapkan oleh Ibu Septi adalah memberikan kebebasan kepada anak untuk makan sendiri sejak usia 1 tahun *langsung tertampar lagi. Kenapa saya bilang kebebasan, karena berdasar pengalaman saya, menjelang usia 1 tahun, anak ingin makan sendiri. Pegang sendok sendiri, ubek-ubek makanan, memasukkan sendok dan makanan ke mulut bahkan menyuapi emaknya *duh, rasanya gak enak banget tuh dipaksa disuapi anak.

Terus berjalan lancar? Jelaslah, Ibu Septi. Jelas acak-acakan lah rumahnya. Anak 1 tahun gitu, gak mungkin diminta tertib dan bersih. Tapi anak kan menjadi belajar mandiri. Hal yang ditekankan oleh Ibu Septi adalah makan sebuah kebutuhan dan kalau kamu tidak bisa makan sendiri, bagaimana kalau Ibu tidak ada atau mati?

Demikian juga dengan belajar, belajar itu adalah fitrah anak. Hanya saja kita sebagai orang dewasa dengan sok tahu ingin memberikan semua yang belum tentu dibutuhkan anak.

Ada 4 patokan dalam belajar yaitu : Intelelctual Curiosity atau rasa ingin tahu yang luar biasa, Creative Imagination atau daya imajinasi yang sangat tinggi, Art of Discovery atau seni untuk menemukan dan yang terakhir Noble Attitude atau akhlak yang mulia. Nah, kalau keempat tidak ada dalam proses belajar, artinya ada yang salah.

Fitrah Anak
Selama 1 jam Ibu Septi bercerita, selama 1 jam saya terperangah. Semacam takjub gitulah. Apalagi kalau mendengar kisah keberhasilan ketiga anaknya. Enes yang di usia 18 tahun sudah lulus S1 dan pernah mendapatkan penghargaan Young Changemaker Ashoka Foundation 2009. Dilanjut oleh Ara yang masih menyelesaikan S1 dan meraih penghargaan ASHOKA Foundation USA serta Elan usia 11 tahun yang baru saja menjadi notespeaker di Kyoto.

Usai tertampar berkali-kali, saya kemudian membuat janji, seenggaknya saya harus melatih kemandirian Fatih mulai sekarang. Iya, Fatih mulai belajar makan sendiri, dan berganti pakaian. Trus hasilnya gimana? Hasilnya, tunggu postingan selanjutnya..hihihi.

20 komentar:

  1. Kalau masih dibawah 1 th blw sangat membantu kemandirian anak mb.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Mbak. Tapi saya belum berani blw. Masih takut tersedak dan yang paling ditakutkan kalau disalahin ma orang tua,,hihihi..

      Hapus
  2. aku comot ya gambarnya pendidikan mas didik
    ini lagi masa belajar mandiri kalo 2 tahun setauku emang gitu...

    BalasHapus
  3. Thifa sih udah bisa makan sendiri terutama makanan yang disukainya, tapi kadang dia bar cepet aja sekalian kusuapin bareng Hana >.<

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kadang aku juga gak sabar Mi. Kalau pas sadar, langsung istighfar. Sabar..sabar..anak memang butuh waktu yang lebih lama dan kita perlu menyediakan waktu yang lebih lama :)

      Hapus
  4. tertampar juga nih aku mbak, mbak makasih infonya, itu fitrah anak menambah wawasan saya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sebagai psikolog tamparannya keras banget Mbak :D

      Hapus
  5. Makasih sharingnya. Koreksi buat saya nih.

    BalasHapus
  6. Kalo soal mandiri sih anak-anak sejak kecil udah biasa, tapi kalo nyantrik di pesantren pada gak mau. Yo wes emaknya manut, tapi sekolah aku pilih yang islam terpadu biar dapat pelajaran akhlak di sekolah dan di rumah juga.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nyantrik gak harus di pesantren Mbak. Daku sih pengen tiru-tiru gitu, meski gak bisa 100%

      Hapus
  7. anak bu septi keren-keren ya mba, pernah datang pas seminar enes. Alde juga mau kuajarin mandiri nih mba protes dia pengen makan dan mandi sendiri hehe..emaknya kadang pengen cepat kelar, padahal dah mo 5 tahun hiks...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Mbak. Kita aja yang suka gak sabar. Mereka hanya butuh diberi kebebasan :(

      Hapus
  8. Untuk anak-anak berusaha selalu do the best n sabaar, termasuk rumah acak adut, berantakan sana sini...siapin mental nahan emosi..namanya anak2 hehehe

    BalasHapus
  9. Wah... ilmu baru ini. Kudu belajar banyaaaak....

    BalasHapus
  10. Aduh mbak, kenapa sepotong-sepotong ini ceritanya? Bikin penasaran aja :) karena aku tertampar juga.
    Ayo ditunggu yah tamparan part 3 nya!

    BalasHapus
  11. Berhubung belum punya anak (masih single), jadinya cuman bisa diinget dulu. Memang cara mendidik anak dari kecil itu juga penting yaa, untuk pertumbuhannya nanti sampai dewasa. :)

    BalasHapus
  12. Itulah Mbak Rizki kenapa Ibu Septi tidak memasukkan anak2 mereka ke sekolah formal, Bu Septi dan Pak Dodik Mariyanto adalah praktisi home education based talent. Kemaren ada lomba buat esai pendidikan dari KBRI India, tema home education with maestro aku jadikan bahan tulisan saya.

    dan 4 hal yg disebutkan di atas kurang dikembangkan dlm kurikulum pendidikan nasional yg menurut sya msh mengejar output berupa capaian prestasi akademik seperti nilai bagus, juara kelas, tidak tinggal kelas, lulus UN dsb. Apa itu salah. Tidak salah memang.
    Tapi alangkah baiknya jika pengembangan karakter.

    Saya setuju dengan 4 patokan dalam belajar yaitu : Intelelctual Curiosity atau rasa ingin tahu yang luar biasa, Creative Imagination atau daya imajinasi yang sangat tinggi, Art of Discovery atau seni untuk menemukan dan yang terakhir Noble Attitude atau akhlak yang mulia. Ini yg perlu dikembangkan dalam pendidikan rumah.

    Makasih Mbak sharingnya :D

    BalasHapus
  13. Tambahan : tapi alangkah baiknya jika pengembangan karakter diberdayakan, hal ini menyangkut bagaimana mengenal diri dan mengaktualisasi diri berdasarkan minat dan bakat. Maaf tadi kelewatan saya tulis :D

    BalasHapus
  14. kiat-kiatnya sih bagus, untuk HS nya sendiri tidak semua orang mampu melakukan, dan anak akan kehilangan satu hal : sosialisasi dan kenangan indah bersekolah...keputusan masing2,.tetapi untuk kiat2 diatas bisa dipraktekkan oleh anak sekolah biasa....

    BalasHapus

Terima kasih sudah mengunjungi blog ini. Saya senang menerima komentar yang baik dan membangun. Harap tidak meninggalkan link hidup.

Blog Design by Handdriati