Sabtu, 20 Mei 2017

KENANGAN MASA KECIL : “SEMOGA KAU BAIK-BAIK SAJA KAWAN”


Semester ini, saya sedang berkutat dengan bertumpuk-tumpuk laporan pratikum.  Salah satu alat tes yang dipratikkan dan dibuat laporan adalah Sack’s Sentence Completion Test atau SSCT. Alat tes ini termasuk tes kepribadian yang berbentuk proyeksi. SSCT berisi pernyataan yang belum selesai dan harus diselesaikan oleh testee atau subyek pratikan.

Beberapa pernyataan berisi tentang pertanyaan yang berkaitan di masa lalu, saat masih kanak-kanak.  Sebagai seorang psikolog, pertanyaan mengenai masa lalu sangat penting. Terutama jika bertemu dengan klien yang bermasalah.

Biasanya kejadian buruk di masa kecil seringnya dipendam dan menjadi masalah di kemudian hari. Mending kalau kemudian dituliskan sehingga menjadi semacam terapi dan memberi manfaat buat orang lain. Seperti yang dilakukan mbak Anjar Sundari dengan membagikan pengalaman unik dan berkesanya.

Biasanya saya, ketika bertemu dengan pribadi yang bermasalah, antara jengkel dan merasa kasihan. Jengkel karena ia tak kunjung berubah. Kasihan karena dia menjadi korban di lingkungannya dan kemungkinan orang tua tidak tahu atau tak mampu mengatasinya.

Alhamdulillah kenangan masa kecil saya banyak yang manis, lucu dan sedikit memalukan. Semua kenangan itu tentang Bandung. Masa kecil saya habiskan di Bandung, sejak umur 4 tahun hingga lulus SD. Ada 3 tempat tinggal selama di Bandung. Kompleks Saptamarga saat umur 4 tahun hingga hampir lulus TK. Kebon Kopi Cibeureum hingga hampir kenaikan kelas 2 SD dan terakhir di Antapani Bandung hingga lulus SD.

Di depan rumah Sapta Marga Bandung
Diantara kenangan manis, lucu dan sedikit memalukan , ada juga beberapa kenangan yang kurang mengenakkan atau menyedihkan. Berantem sama teman sih biasa. Gak sampai berkelahi, biasanya adu mulut. Tapi habis itu, baikan lagi. Namanya juga anak-anak. Tapi ada juga sih satu teman yang musuhan terus sampai hampir lulus.

Teman sebangku juga tak selamanya menyenangkan. Ya maklum, kadang teman sebangku ditentukan sama guru, jadi apes juga pas dapat teman sebangku yang kurang nyaman. Waktu sekolah di SD Muhammadiyah 7 Bandung, saya malah gak ingat sama sekali siapa saja teman sebangku saya. Sementara di SD Yayasan Wanita Kereta Api saya malah masih ingat, ada 2 teman sebangku cowok dan 1 teman cewek yang  baik banget tapi saya agak lupa, sebangku atau tidak.

Punya teman sebangku cowok menurut saya saat itu kurang menyenangkan. Mungkin gurunya memang memasangkan cowok dan cewek supaya gak ngobrol saat pelajaran. Saya memang gak ngobrol, tapi seringnya berantem..hahaha. Cuma adu mulut sih, tapi rasanya tetap gak enak. 

Saya sudah lupa dengan nama-nama mereka. Hanya sekilas profilnya yang masih ingat. Teman sebangku yang pertama cowok dengan rambut keriting. Kadang-kadang kami berantem, tapi saya sempat naksir sama dia..hahaha.

Kebon Kopi Cibeureum

Yang kedua lah yang paling kurang menyenangkan buat saya.  Seingat saya anaknya kecil dengan rambut lurus potongan tentara. Sikapnya yang cenderung kasar dan ‘rusuh’ membuat perasaan tidak nyaman.

Setiap bercakap, ucapannya kasar. Menurut saya, pergaulan dia mungkin dengan orang dewasa yang tidak bertanggungjawab. Seringkali, dia menunjuk kolong bawah meja sebagai layar televisi.

“Lihat di bawah kolong meja itu. Ada perempuan hanya memakai BH, ada perempuan dan laki-laki lagi ciuman dan bla..bla..”ceritanya sambil wajahnya tersenyum senang.

Kalau saya mau mengadu ke guru, dia pasti marah dan memukul saya. Kalau saya pura-pura mengikuti kemauannya, dia sangat senang dan tidak bermain fisik.

Untunglah saya tidak sampai setahun duduk sebangku dengannya. Menjelang cawu III saya pindahan ke rumah baru.

Tapi kenangan itu masih melekat. Saya jadi bertanya, bagaimana dengan dia ya? Kenapa di usia yang begitu muda, dia sudah berbicara hal seperti itu? Apakah orang tuanya tahu dengan pengalamannya? Dan masih banyak lagi pertanyaan dalam benak saya, yang tidak sempat saya tanyakan. Ya, iyalah, pertanyaan itu baru muncul setelah saya dewasa. Waktu itu, hanya risih dan takut yang saya rasakan.

Pengalaman itu membuat saya merasa harus lebih peka dengan tumbuh kembangnya duo F. Membangun kelekatan dengan mereka berdua, sehingga mereka merasa nyaman bercerita dan mengadu kepada orang tuanya.

Saya dulu, tidak pernah bercerita kepada orang tua atau pun guru soal teman sebangku itu. Saya hanya merasa risih dan takut dengan respon orang dewasa ketika saya bercerita. Makanya seringkali saya bertanya ke Fatih tentang kesehariannya di sekolah. Hal menyenangkan atau pun yang tidak ia sukai. Saya pun mendorong ia agar mau berterus terang kepada gurunya hal yang tidak disukai, meskipun itu makanan yang tidak ia suka.

Ah, mudah-mudahan keadaan teman sebangku saya baik-baik saja. Semoga pengalaman yang ia dapatkan tidak merusak masa depannya.  Jadi kepikiran cerita teman saya, bisa buat bahan menulis cerpen. Siapa tahu nanti bisa bermimpi buat novel seperti mbak Nia Nurdiansyah hihihi.

Ruang tamu rumah Antapani



8 komentar:

  1. iya ya mbak, padahal jaman dulu masih minim akses ke tontonan yg begitu.

    smg temannya jadi bapak yg baik sekarang

    BalasHapus
  2. Aku suka sekali mengganti2 tempat duduk anak dudukku, Mbak. Kadang yg suka bikin ulah aku sandingkan dengan yg diam. Memang kelas agak kondusif sih.

    Kalau soal adu mengadu, ih, anak zaman sekarang mah, hobi. Sekelas 36 anak, yg pendiem nggak berani ngadu paling cuma 1-3 anak saja.

    BalasHapus
  3. aku juga tipe org yg ga bisa ngadu mba. punya ilmu kebathinan. alias apa2 cuman di bathin. hihihii...jadinya ak jg menerapkan hal yg sama ke anakku. sebisa mungkin menanggap dhaf untuk cerita apa saja :)

    BalasHapus
  4. Dr keluarga broken home x ya mbak kesian sama anak kaya begitu

    BalasHapus
  5. Waaahh...iya kasian teman sebangkumu itu ya. Semoga saat ini menjadi manusia yg baik2 saja dan tdk terlalu lama terkena ekses tontonannya itu.

    BalasHapus
  6. Ya Allah ngeri ya mbak jaman dulu udah ada yang begitu, semoga sekarang sudah jadi pribadi yang baik :)

    BalasHapus
  7. Aamiin, semoga temannya baik baik saja ya mbaaa dan semga dpertemukan kembalii :)

    BalasHapus
  8. Mbak Riz, saya waktu SD juga punya pengalaman gak enak dengan teman cowok. Waktu itu kami sebangku dan dia punya semua buku meteri pelajaran, sementara saya tidak semua punya. Nah waktu pelajaran yang saya nggak punya buku, dia nggak mau berbagi seperti teman lain. Yaitu bukunya ditaruh tengah supaya bisa dibaca barengan. Ya udah saya cuma dengerin bu Guru aja tanpa bisa baca. Pokonya kesel banget kalau ingat waktu itu mbak :)

    * Maaf ya mbak, ternyata tulisan ini kelupaan belum saya BW :)

    BalasHapus

Terima kasih sudah mengunjungi blog ini. Saya senang menerima komentar yang baik dan membangun. Harap tidak meninggalkan link hidup.

Blog Design by Handdriati