Senin, 20 Januari 2014

TOILET TRAINING

Tepat seminggu saya absen membuat tulisan. Terakhir posting tulisan Senin minggu lalu. Hari Selasa kantor libur. Rabu ada seminar nasional psikologi olahraga dan hari lainnya, selain ada beberapa urusan kantor, utamanya saya sedang tidak mood dan belum ada ide topik tulisan. Kemarin, bincang-bincang dengan ayahnya Fatih tentang ide tulisan blog menyarankan posting hasil eksekusi pizza, ah, tapi saya malu, dan sedang tidak berminat mengulas soal masakan, maklum masih newbie di dapur.

Seiring berjalannya waktu, pas sore hari Fatih ngajak jalan-jalan keluar, padahal hujan lagi turun dengan cukup deras. Demi anak tercinta, meminjam lah kami mobil eyangnya *eyang yang punya mobil, kami yang sering pakai. Di tengah jalan saat mau mampir ke ATM di samping kantor tempat saya bekerja, Fatih dengan bahasa planet dan bahasa tubuhnya menunjukkan keinginan untuk BAK. Sebelum usia Fatih 1 tahun, ia jarang menggunakan diaper di rumah. Mendekati usia 1,5 tahun, ia hampir dikatakan tidak pernah menggunakan diaper, begitupun di saat bepergian. Memang agak merepotkan, seperti kejadian kemarin sore. Ayahnya dibuat bingung, mau pipis dimana. Saran Ayahnya pipis saja disamping ATM, ih..tapi kan jorok, ngajari pipis sembarangan donk.

Saya memang sudah mencoba untuk mengajarkan Fatih toilet training sejak usia 3 bulan. Awalnya saya didorong oleh adik ketiga (eh, ternyata kami sehati, bikin tulisan dengan topik yang sama) untuk segera mentatur Fatih sejak usia beberapa minggu. Idenya lebih gila lagi untuk memasukkan alat kelamin Fatih ke dalam Aqua, tentu saja saya menolak dengan keras idenya tersebut. Di usia mendekati 4 bulan baru saya sesekali, kalau sedang tidak capek mentatur Fatih. Menginjak usia 8 bulanan, Fatih saya perkenalkan dengan potty lungsuran dari Thifa. Fatih saya dudukkan di pottynya. Awalnya dia agak rewel karena kurang nyaman, namun lama-lama ia mau juga BAK dan BAB.

Toilet training menurut pendapat beberapa ahli adalah usaha untuk melatih anak untuk mengontrol dalam melakukan BAK dan BAB. Ada beberapa syarat yang dikemukan oleh para ahli untuk melaksanakan toilet training, diantaranya usia sudah mencapai 18 bulan, dapat berjongkok dan berjalan, mempunyai kemampuan membuka baju atau celana, mengenal rasa ingin BAB dan BAK, mampu mengkomunikasikan secara verbal dan non verbal, merasa tidak betah ketika celana basah atau ada kotoran. Beberapa diantaranya Fatih sudah mampu melakukan, utamanya dia sudah mampu menunjukkan keinginan untuk BAK dan BAB dengan cara memegang celananya. Ia juga mampu menahan BAK, terbukti ketika ia kebelet pipis, celananya sudah basah sedikit, tapi dia mampu menahan cairan pipis yang lebih banyak hingga tiba ke kamar mandi.

(gambar search google)

Memang belum semua persyaratan kesiapan sudah dipenuhi Fatih. Saat ingin BAK atau BAB, ia tidak berjalan sendiri menuju kamar mandi, kami, saya, ayahnya atau eyangnyalah yang segera menggendong faith menuju kamar mandi. Fatih juga masih perlu dibukakan celana dan dibersihkan selesai BAK dan BAB, tapi lumayan lah seenggak-enggaknya cucian tidak menumpuk. Ada beberapa cara untuk mengajarkan toilet training. Saya mengajarkan dengan lisan dan mendudukkan Fatih dipottynya setiap 2 jam sekali. Lama kelamaan Fatih bisa mengenal keinginan untuk BAK dan BAB. Kita sebagai orang tua memang harus meluangkan waktu dan bersabar dalam melaksanakannya. Poin penting adalah memotivasi dan jangan memarahai anak bila dia belum berhasil atau masih mengompol kembali.

Kembali ke cerita tadi, akhirnya, menumpanglah Fatih di kamar mandi satpam. Untung Fatih sudah mulai terbiasa, BAK di kamar mandi di luar rumah. Ayah sempat menggerutu dan berujar kok tidak dipakaikan diapers. Saya sih mengingatkan saja, bahwa itu resiko dari toilet training. Harusnya sih kami bersyukur, di usia Fatih 19 bulan ini, dia sudah bisa mengontrol BAK dan BABnya, apalagi kemampuan ini merupakan awal terbentuknya kemandirian anak pada hal yang nyata. Terakhir, Ayah mengelus kepala Fatih setelah mendengarkan penjelasan saya. “ Fatih, pintar ya, sudah bisa bilang kalau mau pipis”.

2 komentar:

  1. ooooohhhhh, jadi terharu dengan kalimat terakhir ^^

    makasih sharingnya, mak.

    sebenarnya yang perlu ditatar itu emaknya, alias saya. karena seperti yang emak bilang, kuncinya adalah sabar dan tidak marah kalau anak tidak berhasil. nah, kebanyakan saya tidak sabar. alasannya klise, capek. ahahahaha...*tepok jidat sendiri

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Mak, punya anak emang musti sabar, Sy juga sering ga sabarnya, meski bukan soal toilet training hehehe..

      Hapus

Terima kasih sudah mengunjungi blog ini. Saya senang menerima komentar yang baik dan membangun. Harap tidak meninggalkan link hidup.

Blog Design by Handdriati