Rabu, 17 Desember 2014

KEDUA HARUS LEBIH BAIK

Royyan Al Fattah

Keledai tak kan jatuh di lubang yang sama untuk kedua kalinya. Pernah dengar bunyi pepatah itu?Nah, hamil kedua membuat saya berencana untuk memperbaiki hal yang kurang di kehamilan dan melahirkan pertama.

Di kehamilan pertama, trimester pertama saya mabuk berat bahkan sempat muntah-muntah cukup hebat hingga dokter menyarankan opname. Tentu saja saya tolak hehehe..siapa yang mau menunggui di rumah sakit, wong mas bojo kerjanya di luar kota.

Hingga pecah ketuban, kondisi bayi masih sungsang. Terpaksa metode melahirkan harus dengan sesar. Rentetan berikutnya, kondisi tidak memungkinkan untuk IMD dan disusul kegagalan rawat gabung. Parahnya, entah bayi yang memang bingung putting atau saya yang masih kurang luwes menyusui di 9 hari pertama saya harus menyerah dengan pemberian susu formula.

Pengalaman itulah membuat saya bertekad yang kedua harus lebih baik. Begitu mengetahui positif hamil, saya mensugesti diri untuk lebih rileks dan tidak ada mabuk di trimester pertama. Hasilnya, masih tetap mabuk, namun tak separah yang pertama, berkurang 30 % lah..hihihi.

Kondisi hamil kedua tidak bisa sama dengan yang pertama, kan saya sudah punya tanggungan Fatih *anak pertama. Kalau dulu bisa tidur semaunya karena badan ga enak, sekarang mau tidur, mata saya dibuka paksa dan kepala diangkat sama Fatih. Ya, Fatih belum paham kalau mamanya mabuk. Untunglah suami sudah ditempatkan di kudus, jadi beberapa pekerjaan bisa didelegasikan.

Saat usia kandungan 5-6 bulan, kondisi bayi masih sungsang. Saya langsung melakukan gerakan sujud agar kepala bayi bisa berputar ke bawah. Dokter kandungan berujar memungkinkan untuk saya melahirkan normal dengan syarat tertentu. Proses melahirkan ini di sebut VBAC (Vaginal Birth After Caesarean). Alhamdulillah akhirnya kepala bayi berputar ke bawah.

Keinginan saya untuk melahirkan secara normal, agar kemungkinan IMD lebih besar dan memudahkan rawat gabung. Proses pemulihan pasca sesar lebih lama daripada normal, butuh waktu lebih dari 1 hari, itupun perut rasanya sakit banget.

Sayangnya saya gagal melahirkan secara normal. Saya pikir dulu kontraksi tidaklah sakit, karena pengalaman yang pertama hingga bukaan 4 saya tidak merasakan mules, mungkin karena air ketuban sudah pecah. Eh, yang kedua baru bukaan 4 rasanya luar biasa. Jadilah untuk melepaskan rasa sakit saya mengatur nafas sambil menjerit.

“Jangan berteriak bu, ga boleh ngeden. Diatur nafasnya” ujar dokter kandungan.

“Teorinya memang seperti itu dok, tapi prakteknya ga mudah” balas saya disambut dokternya dengan meringis.

Mungkin mendengar saya menjerit, dokter menjadi kuatir juga. Jangan-jangan rahimnya ga kuat, atau si Ibu ga kuat di tengah jalan. Rupanya dokter lupa, kalau pas melahirkan yang pertama saya juga menjerit, padahal ya ga terasa sakit, cuma mau melepaskan ketegangan saja *dilempar jarum suntik.

IMD pun gagal sudah, karena saya pas operasi ketiduran saking kecapekan dan kelaparan *belum sempat sarapan.

Untunglah saya keukeh untuk rawat gabung dan mas bojo juga sudah lebih percaya diri menggendong dan mengganti popok. Betul, dukungan suami sangat berperan dalam kesuksesan menyusui.

Satu poin sudah bisa saya perbaiki, yaitu rawat gabung dan perjalanan menuju ASIX. Sayangnya saya masih belum bisa menata kecemasan selain dengan menjerit hehehe..Apakah saya lebih buruk dari keledai?


5 komentar:

  1. saya juga 2 cesar mba karena panggul sempit :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sesar tu pemulihannya yang lama Mak, kedua lebih sakit lagi T.T

      Hapus
  2. Ehmmm....mungkin bisa dicoba untuk tertawa mbak untuk melepaskan ketegangan dan kecemasan, hehehe....
    Ini pengalaman pribadi sih, pas lahiran anak pertama entah kenapa tiap kontraksi saya malah tertawa (sebenernya lebih mirip dengan tertawa getir karena H2C hehehe), tapi ternyata malah membuat saya makin rileks. Jadi saat persalinan ke-2, ke-3, dan ke-4, saya praktekkan lagi cara itu. Lumayan lo, selain saya tambah rileks, saya juga bisa fokus olah napas, dan nakes juga nyantai. Tapi bener sih...., praktek emang nggak semudah teori, apalagi tiap bunda pasti beda2 dalam merasakan kontraksi.
    Yang penting tetap semangat ya mbak ^^

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya ya Mbak, tapi saya takut tertawanya malah mirip mbak Kunti karena sambil menahan mules..hihihi..

      Hapus
  3. aduh pengalamanya tegang juga mbak.. ihi kalo ketawa ky kunti dokter sama bidanya pd kabur semua.. heuheu :)

    BalasHapus

Terima kasih sudah mengunjungi blog ini. Saya senang menerima komentar yang baik dan membangun. Harap tidak meninggalkan link hidup.

Blog Design by Handdriati