Kamis, 19 Maret 2015

CIUM TANGAN (FEMINA NO. 10/XLIII)


Alhamdulillah, setelah 3x mencoba mengirimkan tulisan di rubrik gado-gado, tulisan ke -3 dengan judul CIUM TANGAN dimuat. Tulisan saya kirim 18 Nopember 2014 dan dimuat 7 Maret 2015. Lama ya?.

Silakan yang berminat bisa mengirimkan tulisan ke kontak@femina.co.id. Format tulisan arial, ukuran 12, spasi 2. Naskah sekitar 3 halaman atau 500 kata. Jangan lupa sertakan nama, alamat, no. kontak dan no. rekening. Mau lebih lengkap, bisa nyontek di sini

CIUM TANGAN
Entah apa latar belakang tersebut mempengaruhi kebiasaan cium tangan yang dilakukan mahasiswa di tempat saya bekerja. Sebagian mahasiswanya seusai perkuliahan, atau konsultasi dengan dosen melakukan ritual mencium tangan dosen.

Saya masih ingat ketika duduk di bangku TK dan SD setiap pulang sekolah pasti ada ritual mencium tangan bapak atau ibu guru. Ritual ini mungkin dimaksudkan sebagai penghormatan kepada bapak atau ibu guru yang dianggap sebagai pengganti orang tua selama di sekolah.

Beranjak ke jenjang pendidikan SMP, SMA dan Perguruan Tinggi ritual ini tidak pernah lagi dilakukan. Mungkin siswa dianggap sudah terlalu besar untuk melakukannya.

Saat ini saya bekerja di sebuah instansi pendidikan, sebuah perguruan tinggi di kota yang terkenal dengan sebutan kota kretek. Ternyata ritual mencium tangan dosen atau karyawan yang dianggap sebagai orang tua masih dilakukan.

Daerah tempat saya bekerja memang masih sangat kental suasana agamisnya. Satu-satunya daerah yang memililiki dua Sunan sekaligus, Sunan Muria dan Sunan Kudus.

Entah apa latar belakang tersebut mempengaruhi kebiasaan cium tangan yang dilakukan mahasiswa di tempat saya bekerja. Sebagian mahasiswanya seusai perkuliahan, atau konsultasi dengan dosen melakukan ritual mencium tangan dosen. Biasanya ini dilakukan oleh sebagian mahasiswi dan hanya beberapa oleh mahasiswa.

Awal bekerja, belum ada mahasiswi yang mencium tangan saya. Mungkin usia saya dan mereka hanya bertaut beberapa tahun bahkan ada yang lebih tua dari saya. Setelah bekerja 3 tahun, mulailah saya mengalami kejadian cium tangan.

“Eh, mau ngapain” tanya saya saat mereka mengulurkan tangan seusai perkuliahan.

“Mau salaman bu” jawab mereka,

“Ga usah cium tangan segala ya. Kayak pengajian saja” ujar saya menolak dicium tangan.

“Wong saya mau kok bu. Masak ga boleh” jawab mereka setengah memaksa yang membuat saya mengikhlaskan meski jengah.

Kejadian cium tangan ini tak hanya usai perkuliahan. Saat mendapat tugas menjaga ruang ujian masuk calon mahasiswa baru, saya tak luput dari acara cium tangan.

Saya mulai sedikit terbiasa dengan ritual cium tangan. Kalaupun ingin menghindar, biasanya saya pura-pura sibuk dan tidak melihat mereka.

Ritual cium tangan juga pernah saya alami saat memberikan jasa layanan psikologi. Selain mengajar, profesi sebagai psikolog melibatkan saya dalam pelayanan jasa psikologi di biro tempat bekerja Salah satunya adalah layanan psikotes, mulai bertindak selaku tester, pewawancara hingga psikolog.

Suatu hari, biro tempat saya bekerja melakukan proses seleksi karyawan atas permintaan sebuah perusahaan yang bergerak di bidang kecantikan. Peserta atau calon karyawan dua orang wanita muda yang baru lulus dari perguruan tinggi. Usai melakukan wawancara, saya menutup proses seleksi dengan mengatakan hasil akan diserahkan ke perusahaan dan perusahaan yang akan mengabari.

Ketika mereka pamit pulang, saya masih berpikiran positif saat kedua peserta mengulurkan tangan. Kejadian selanjutnya tanpa saya duga ternyata mereka menundukkan kepala dan meletakkan tangan yang tengah menggenggam tangan saya ke wajah mereka.

Waduh, saya terkejut dan tidak siap ketika mereka mencium tangan saya. Perasaan saya antara, apa segitunya penghormatan yang diberikan atau wajah saya tampak terlalu tua sehingga sangat pantas dihormati.

Setelah diselidiki, memang sebagian besar dari mereka sekolah di MA (Madrasah Aliyah). Mungkin di sana kebiasaan mencium tangan guru masih dilakukan dan terbawa hingga mereka menjadi mahasiswi.

Kejadian cium tangan yang cukup menggelikan juga pernah terjadi ketika biro tempat kami melaksanakan evaluasi pegawai di sebuah perusahaan BUMD. Pelaksanaan dilakukan di kantor perusahaan tersebut. Kami datang dengan dibantu asisten yaitu mahasiswa yang magang di biro kami.

Saat peserta memasuki ruangan psikotes, mereka menyalami kami satu persatu hingga tiba giliran asisten yang bersalaman dan kami dibuat tercengang.

“Wid, kok kamu pake cium tangan sama ibu peserta tes?” tanya saya dan seorang rekan.

“Kan ibunya kelihatan lebih tua Bu. Ga apa-apa” jawab Widya dengan polosnya.

Waduh ternyata bukan dosen saja yang dicium tangannya.

15 komentar:

  1. ternyata dari kejadian disekitar bisa menjadi ide tulisan yang menarik ya mak.
    sukses terus ya dengan karya yang lain

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Mak, gak perlu kita sendiri yang mangalami :)

      Hapus
  2. Hehehe kalo dipikir2 bagus jug sih kebiasaan ini wujud takdzim pd yg lbh "tua" dituakan

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Mak, tapi dicium peserta psikotes berasa tua banget :D

      Hapus
  3. aku juga sering melakukan demikian kok mbak :)

    BalasHapus
  4. saya juga sebenarya seneng cium tangan sama yg lbh tua..tp pernah ada tetangga tema arisan yg kliatannya ga suka dicium tangan, mungkin pengennya ya biasa aja :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kadang jengah juga Mak. Apa ya pantas dapat penghormatan itu?

      Hapus
  5. Jangan2 mahasiswa itu kalo turun dari angkot salim juga sama sopirnya :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Dulu hampir saja kucium tangan kernet angkot. Jaman SD hahaha..

      Hapus
  6. sopan bangettt mahasiswimu ya maaak....iya, asal jangan cium tangan supir angkot juga :p

    BalasHapus
    Balasan
    1. hahaha..cium tangan tukang becak ma ojek motor :D

      Hapus
  7. saya memang lebih suka cium tangan daripada cium pipi kiri-kanan...

    BalasHapus
  8. Mencium tangan adalah 'urf (adat) yg menggambarkan rasa homat dan sayang kita kepada seseorang. Entah itu ortu, saudara, guru, sekaligus melatih hati kita untuk selalu tawadhu' kepada pemberi ilmu. Bahkan kepada anak saya pun saya lakukan ini. Sebab terkadang justru yang mereka lah yg mengajarkan saya beberapa ilmu alat yang saya tak paham.

    @nuzululpunya

    BalasHapus
  9. Kebiasaan cium tangan memang sering dilakukan oleh beberapa orang untuk menghormati. Saya juga lebih senang cara ini daripada cipika cipiki

    BalasHapus
  10. Dosen aku malah kebalik sm dirimu, kalok ketemu dijalan atau pas bimbingan ke rmh beliau, beliau oasti ngulurin tgn duluan...
    Mgkin membiasakan yg baik kali ya mak, sekalipun itu mahasiswa, udh pd gede2, udhnod ngerti...btw selamat ya mak

    BalasHapus

Terima kasih sudah mengunjungi blog ini. Saya senang menerima komentar yang baik dan membangun. Harap tidak meninggalkan link hidup.

Blog Design by Handdriati