Senin, 23 Oktober 2017

4 HAL TENTANG PERNIKAHAN YANG PERLU DIKETAHUI PARA LAJANG

Langkah menuju gerbang pernikahan


Akhirnya Sang Pangeran menemukan pemilik sepatu yang tertinggal di Istana. Cinderella dan Pangeran kemudian menikah dan hidup bahagia selamanya.

Cerita di atas adalah penggalan kisah dongeng Cinderella yang sangat terkenal. Sebenarnya banyak kisah lainnya yang serupa dengan kisah di atas. Sebutlah Putri Salju dan 7 Kurcaci. Ada lagi Putri Aurora yang tertusuk jarum dan diselamatkan oleh Pangeran. Semua kisahnya berakhir dengan bertemunya Putri dan Pangeran. Mereka menikah dan hidup bahagia selamanya.

Kisah dongeng seringkali menginspirasi abg bahkan lajang yang usianya masuk kategori dewasa awal. Menikah adalah akhir bahagia dalam perjalanan cinta. Di dunia nyata, justru saat menikah, cinta banyak mengalami ujian. Ketika tak lulus ujian, seringkali perceraian jalan yang dipilih. Bagi saya sih, perceraian akan saya pilih jika pasangan melakukan KDRT, selingkuh atau sudah berbeda keyakinan.

Makanya, sangat penting bagi para lajang untuk mengetahui dunia pernikahan. Agar tak ada kesenjangan antara pengharapan dengan kenyataan pernikahan serta penyesalan yang selalu datang belakangan.

Tak Cukup Dengan Cinta

Mas, apapun kondisimu, aku akan menerima semuanya. Susah senang kita bersama, meskipun harus makan sepiring berdua, atau tidur beralaskan tikar. Preeet. Mungkin, saat itu rasa cinta menutupi logika.

Setelah menikah, realita membuka semuanya, apalagi setelah punya anak. Mau bayar rumah sakit atau iuran BPJS pakai cinta?. Beli popok, MPASI, bayar sekolah anak atau membelikan pakaian dan mainan pakai cinta?. Belum beli rumah dan kendaraan.

Saya sih menikah juga berdasarkan cinta. Sebagai jawaban atas doa yang saya panjatkan usai sholat. Tapi tetap, ada pertimbangan lain yang membuat saya yakin untuk menikah dengan calon suami kala itu.

Percayalah, setelah menikah, cinta yang dirasakan tidak menggebu-menggebu saat pacaran. Dalam perjalanannya, banyak hal lain yang perlu dipikirkan dan dipenuhi.

Baca : Bukan Cinta Biasa

Harga Yang Harus Dibayar

Setiap pilihan, ada harga yang harus dibayar. Saat memilih menikah, artinya kita harus siap dengan konsekuensinya. Awal menikah, paling malas itu bangun pagi menyiapkan sarapan. Dulu pas lajang, setelah subuh saya sering tidur lagi atau sekedar bermalas-malasan di atas tempat tidur.

Setelah Fatih lahir, tenaga yang dikeluarkan lebih banyak lagi. Mengganti popok, menyusui dan begadang, menggendongkan dan menenangkan, menyiapkan mpasi hingga dia dan adiknya besar pun masih butuh tenaga dan pikiran.

Lelah? Pasti, begitulah resiko punya anak. Itu jawaban yang selalu saya sampaikan ke suami, saat kami kelelahan mengasuh duo F.

Baca : Perjuangan Menyusui Bagian 1


Berusaha Menerima Perbedaan

Perbedaan & Perubahan

Menaruh handuk di kasur, meletakkan peralatan rumah tangga di sembarang tempat atau tidak dapat membedakan bawang putih dan bawang merah, itu mah hal biasa. Sama halnya kita tidak tahu busi, macam-macam kunci inggris dan peralatan bengkel lainnya.

Laki-laki dan perempuan jelas berbeda kan? Kalau sama, ngapain juga kita menikah dengan mereka. Nah, dalam pernikahan sangat penting memahami dan menerima perbedaan. Tahu waktu untuk menyampaikan argumen, tahu waktu menahan diri dan tahu waktu untuk mengalah. Masak perkara memilih mukena yang akan dibeli atau memilih baju muslim anak untuk berlebaran saja, berantem 3 hari 3 malam.

Selain menerima perbedaan, kita juga harus mau mengalami perubahan. Tentunya perubahan menjadi lebih baik. Lah, misal kita tidak bisa masak, akan tetap berkeras tidak mau belajar masak?. Dulu setiap malam keluar, akan meneruskan kebiasaan itu setelah menikah? Kecuali memang kerjanya shift malam.

Konsekuensi dari sebuah hubungan pernikahan adalah kita tidak lagi menjadi orang yang sama. Kita bukanlah kita saat lajang yang masih punya kebebasan. Setidaknya satu kaki kita terikat pada keluarga, terutama anak. Terkadang kita merasa, sudah tak menjadi diri sendiri. Tak bisa lagi menikmati waktu untuk sendiri. Jenuh, lelah pasti ada. Tinggal kita yang harus pintar mengelola dan mencari waktu untuk diri sendiri, tentunya kerjasama dengan pasangan.

Pasangan

“Menikah itu mencari masalah, makanya jangan memilih pasangan yang bermasalah” ujar seorang teman yang sekarang menjadi atasan.

Saya sih paham maksudnya. Penjelasan di atas saja, sudah menjadi masalah kalau kita tidak siap menjalani pernikahan. Seringnya permasalahan pernikahan berkaitan dengan pasangan.

“Duh, saya capek mbak, ngurus rumah dan anak. Inginnya bisa istirahat, sejam dua jam”.

“Anak saya belum berhasil disapih, padahal usianya sudah hampir 4 tahun”.

Jawaban saya kalau ada yang curhat seperti di atas, pastilah komunikasikan dengan pasangan. Sampaikan perasaanmu dan carilah solusi untuk mengatasinya. Kalau patner kita tidak seiya sekata, sulit kan. Apalagi kalau tidak mau membantu bahkan tidak peduli.

Nah, kalau tepat memilih pasangan tentunya hal itu bisa diatasi bersama. Tetapkan kriteria pasangan sebelum menikah. Ya, agar kita tidak terjebak dalam rasa cinta, yang seringkali tai ayam rasa coklat hihihi.

Bukan berarti harus cari yang sempurna. Tidak ada pasangan atau orang yang sempurna. Kalau pun ada yang tampan, pintar, sholeh dan kaya, apa mau sama situ eh saya?

Namanya pasangan ya, yang cocok. Tidak harus sama, tapi tidak juga harus berbeda. Misal kita cerewet berarti cari yang pendiam, kita hitam cari yang putih, atau kita pendek cari yang tinggi *eh, itu mah saya.

Wah, serem juga ya nikah? Gak juga sih. Itu tadi sengaja yang serem-seremnya. Supaya siap menghadapi realita menikah. Menikah adalah pilihan, bahagia juga pilihan. Menikah dan bahagia berarti pilihan. Ada yang menikah tidak bahagia? Ada. Ada yang tidak menikah dan bahagia? Ada. Yang tidak menikah dan tidak bahagia? Banyak..hihihi..





Meski Lelah Namun Bahagia




9 komentar:

  1. Dirimu ga bisa bedain bawang putih dan bawang merah kong? Ckckck

    BalasHapus
  2. Menikah emanh cari masalah, haha. Ya ginilah, awalnya kaget tp lama2 menikmati

    BalasHapus
  3. Bingung, mau komen versi klasik & standar atau versi out of the box..

    Mmm..

    Semoga sakinah mawaddah warrohmah sj deh.
    Aamiin..

    BalasHapus
  4. Hehehe.. Ya begitulah menikah. Justru di situ lucunya :)

    BalasHapus
  5. Menikah menyempurnakan ibadah kita selaku muslim dan muslimah, kalau pernikahaku banyak senengnya Alhamdulillah,kalau ada masalah mah biasanya dari luar bukan dari kitanya 😀

    BalasHapus
  6. Itulah seninya menikah ya. Penuh kejutan, asem manis dan bla bla bla.. hehe.

    BalasHapus
  7. Menikah itu bukan memecahkan masalah..justru kita akan semakin sering diuji dengan masalah yang akan mendewasakan kita...tergantung dari sudut pandang mana kita melihatnya.. so far saya sangat menikmati pernikahan saya..semoga bisa langgeng selamanya amin..

    BalasHapus
  8. Awal nikah sering kaget dan nangis2, lha suami nggak punya saudara perempuan jadi nggak peka banget sama perasaan cewek. Lama2 alhmd kalo ada apa2 aku sdh bisa ngomong, yakali klo diam dia bisa paham, adanya malah ikutan ngambek :P

    BalasHapus
  9. Kok aku nggak setuju dengan statement temenmu, menikah adalah
    Mencari masalah.

    Kalo menurutku, menikah itu adalah kompromi, menerima kekurangan dan kelebihan masing2 dan terus berikhtiar utk yang terbaik ��

    BalasHapus

Terima kasih sudah mengunjungi blog ini. Saya senang menerima komentar yang baik dan membangun. Harap tidak meninggalkan link hidup.

Blog Design by Handdriati