Jumat, 16 Januari 2015

EFEKTIFKAH KATA “JANGAN” PADA ANAK?


“Mas, jangan ganggu Boni, nanti digigit lho” larang saya saat melihat Fatih tengah mengusir dan memukul kucing yang bernama Boni.

“Ganggu Ma” balas Fatih tetap menganggu Boni.

Lain waktu di kamar saat saya tengah menyusui adiknya, Fattah, “Mas, jangan cubit pipi adik, kasihan, ntar adik kesakitan”saya berusaha menghadang usaha Fatih mencubit pipi adiknya.

“Cubit Ma” Fatih malah berusaha lebih keras mencubit pipi adiknya.

Saat itu saya sampai terpaksa memanggil yangti dan yangkungnya karena Fatih tidak mau menjauhkan tangan dari pipi adiknya.

Kejadian yang saya alami, sering juga dialami oleh ibu-ibu yang lain kan?. Sering sekali anak justru melakukan apa yang dilarang. Usia Fatih 2,5 tahun adalah masa melawan otoritas orang dewasa, dalam hal ini orang tua atau eyangnya. Semakin dilarang, seringnya anak semakin bersikeras untuk melakukannya. Sikap ini juga sering dibarengi oleh sikap agresif dan mementingkan diri sendiri sehingga terlihat anak justru menjadi emosional ketika dilarang.

Penjelasan lainnya, jangankan anak-anak, kita sebagai orang dewasa ketika mendengarkan kalimat “jangan pikirkan sepeda” apa yang terjadi? Justru bayangan sepeda menari-nari di benak kita, iya kan? Itu karena otak ketika mendengar kata sepeda yang tercipta bukan tulisan sepeda namun gambar sepeda. Kata jangan atau kata negative lainnya akan diabaikan otak, fokus pada obyek dalam perintah atau larangan.

Itulah sebabnya justru larangan saya kepada Fatih untuk tidak mencubit adiknya memotivasi Fatih untuk mencubit adiknya. Namun memang situasinya kadang tidaklah mudah. Saat itu saya tersulut emosi dan tidak mampu mengarahkan perilaku yang saya harapkan dari Fatih *padahal sering. Akhirnya saya berteriak memanggil eyang sambil bersuara keras dan menghalau tangan Fatih dengan cukup agak kasar. Fatih kemudian diambil eyangnya dalam keadaan emosi karena keinginannya tidak tercapai.

Sesaat kemudian, Fatih kembali mendatangi saya dan Fattah. Saat itu saya sudah mampu menguasai emosi, “Mas, sama adik yang baik ya. Kalau mau sayang adik, pegang pipi adik dengan halus dan lembut”.

“Iya Ma. Pegang pipi adik aja, gak cubit pipi adik” janji Fatih sambil memegang pipi adiknya.

Ya, saya berhasil membentuk perilaku yang diinginkan tanpa mengijinkan perilaku yang tidak diinginkan tergambar di otak Fatih. Jadi tekniknya adalah langsung menyampaikan kepada anak perilaku apa yang kita harapkan dari dia.

Apakah lantas kita tidak boleh sama sekali menggunakan kata tidak atau jangan? Beberapa situasi menghadapkan saya menggunakan kata tidak, entah mungkin saya yang kurang kreatif dalam mencari kata yang lain. Misalnya saat Fatih ingin menggunakan pisau saat membantu saya memasak. Saya katakan padanya, “Mas belum bisa memegang pisau, nanti tangannya bisa terluka. Nanti kalau mas Fatih sudah pintar pegang pisau, Mama ijinkan. Ada yang sudah boleh dan ada yang belum boleh mas lakukan”. *kadang-kadang saya sulit mencari bahasa anak-anak, jadi menggunakan bahasa yang muncul dalam pikiran saya.

Saya sih berupaya untuk jarang memberikan larangan kepada Fatih. Kalau dirasa tidak berbahaya, saya biarkan saja. Resiko barang berantakan atau rusak, ya begitulah anak-anak. Kita juga tidak bisa berharap perilaku positif terbentuk dan perilaku negative berkurang atau menghilang hanya dengan sekali penguatan. Butuh ketelatenan, kesabaran dan satu lagi kemampuan kita mengatur emosi *mengingatkan diri sendiri.

Sayang adik

15 komentar:

  1. setuju... utk beberapa situasi memang perlu bilang jangan, apalagi kalau berhubungan dgn keselamatan anak ;)

    BalasHapus
  2. Sebagai ortu memang hrs pintar2 mengolah kata utk bicara dg anak ya mak... sy sih menggunakan kata jangan biasanya dalam bentuk pelarangan yg keras, dan belakangnya diberikan konsekuensinya bl dilakukan

    BalasHapus
  3. hm....saya juga sering bilang jangan tanpa sadar....duh memang kadang situasinya gak terkontrol mak....harus banyak belajar...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sebagai ortu yang terpenting mengatur emosi ya Mak, dan gak mudah :)

      Hapus
  4. Kata jangan bukannya ngga boleh sama sekali tapi kalau bisa dikrangi diganti kaliamat yang positif, kata kak seto sih gitu. Untuk sesuatu yang sifatnya krusial mungkin ettep harus pake kata jangan, di Alquran juga ada kata jangan kan ya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kemarin sempat diskusi ma kak seto Mi?hihihi..

      Hapus
  5. Iya siih...dulu saat anak2 masih kecil, saya berusaha memakai kata pengganti. Biasanya diganti ajakan positif, malah anak jadi nurut

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya juga berusaha Mbak, meski kadang lupa juga :D

      Hapus
  6. msh blm sukses nih mba utk ga mengatakan JANGAN ke anakku :(.. Apalagi bnr yg kamu bilang, ankku jg 2.5 thn, dan lg thap melawn apapun yg disuruh.. kdg2 akunya emosi jdnya dn kluarlah teriakan/bntakan ke dia.. Tau bgt sih, bntakan malah bikin anak2 itu ga nurut...

    kesabaran tingkat tinggi memang diperluin bgt ya dlm mengasuh anak ini --_--

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul Mak, saya juga gitu kok Mbak. Masih taraf belajar, belajar mengendalikan emosi. Makasih dah mampir Mbak. Blognya Mbak seru:)

      Hapus
  7. wihihi asiknya nemu blog psikolog, bisa banyak belajar nih dari cerita-ceritanya mba buat jadi ibu di masa depan :) suka banget sama foto yang dibawah, lucu banget baby baby nyaa. salam kenal ya mba^^

    BalasHapus
    Balasan
    1. Salam kenal Mbak. Alhamdulillah kalau tulisannya bermanfaat. Sya juga baru belajar :)

      Hapus
  8. wihihi asiknya nemu blog psikolog, bisa banyak belajar nih dari cerita-ceritanya mba buat jadi ibu di masa depan :) suka banget sama foto yang dibawah, lucu banget baby baby nyaa. salam kenal ya mba^^

    BalasHapus

Terima kasih sudah mengunjungi blog ini. Saya senang menerima komentar yang baik dan membangun. Harap tidak meninggalkan link hidup.

Blog Design by Handdriati